Third-Party Funding: Instrumen Pembiayaan Arbitrase Internasional oleh Pihak Ketiga
Berita

Third-Party Funding: Instrumen Pembiayaan Arbitrase Internasional oleh Pihak Ketiga

Selain pro bono, Singapura mengenal instrumen Third-Party Funding sebagai bantuan hukum yang bernilai sosial, namun berdimensi komersil.

Hamalatul Qur’ani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kesepakatan dalam penyelesaian sengketa. Ilustrator: HGW
Ilustrasi kesepakatan dalam penyelesaian sengketa. Ilustrator: HGW

Tidak sedikit orang mengkhawatirkan mahalnya biaya penyelesaian sengketa arbitrase internasional. Terkait biaya ini, Singapura mungkin layak dicontoh. Sejak 2017, Singapura mengenal instrument pendanaan, yang disebut third party funding. Melalui instrumen ini, seluruh biaya penyelesaian sengketa arbitrase termasuk proses terkait di Singapura dapat dibiayai oleh donor/funder (pihak ketiga). Kabar baiknya, bila memilih seat of arbitrase di Singapura, pihak dari negara lain termasuk Indonesia juga bisa mengajukan permohonan pendanaan third party funding (TPF) ini.

Adapun biaya-biaya yang ditanggung pihak ketiga dalam pendanaan TPF ini, meliputi seluruh biaya yang diperlukan dalam menyelesaikan sengketa arbitrase termasuk proses yang berkaitan seperti bila dibutuhkan adanya upaya perdamaian melalui mediasi terlebih dahulu, hingga biaya yang dikeluarkan untuk mengeksekusi objek sengketa arbitrase pasca keluarnya arbitral award. Namun perlu digaris bawahi, pendanaan TPF tak berlaku untuk penyelesaian sengketa di pengadilan.

Associate Councel Singapore International Arbitration Centre, Kendista Wantah, menjelaskan bahwa instrumen TPF ini hanya bisa digunakan untuk kasus arbitrase internasional saja, tak berlaku untuk arbitrase domestik. Sekalipun regulasi di Indonesia misalnya, belum mengenal instrument TPF, para pihak masih tetap bisa memanfaatkan instrumen ini bila pilihan tempat penyelesaian sengketanya adalah badan arbitrase di Singapura, Singapore International Arbitration Centre (SIAC) misalnya. Kurang lebih bentuk perusahaan third party funder ini seperti bank.

“Di UU khusus yang mengatur TP funder di Singapura, diatur dari lahirnya perusahaan funder diatur, lisensinya juga ada, bahkan kayak bank, engga bisa individu yang tiba-tiba ingin mengajukan jadi TP funder, karena ada lisensi yang harus didapatkan. Bahkan ada syarat minimum modal agar bisa menjadi TP funder,” Jelasnya dalam webinar hukumonline bertajuk Mengenal Proses Beracara di SIAC dan Manfaatnya bagi Pelaku Usaha, Selasa, (19/05).

(Baca juga: Ragam Inovasi SIAC untuk Tangani Kasus Arbitrase Internasional).

Berdasarkan penelusuran hukumonline melalui website Singapore Government Agency, suatu funder bisa dikatakan berkualifikasi sebagai funder jika memenuhi persyaratan memiliki modal saham yang disetor tidak kurang dari 5 juta dolar Singapura atau jumlah yang setara dalam mata uang asing atau tidak kurang dari 5 juta dolar Singapura atau jumlah yang sama dalam mata uang asing dalam asset yang dikelola.

4.—(1)  For the purposes of the definition of “qualifying Third‑Party Funder” in section 5B(10) of the Act, the qualifications and other requirements that a qualifying Third‑Party Funder must satisfy and continue to satisfy are the following:

(a)

the Third‑Party Funder carries on the principal business, in Singapore or elsewhere, of the funding of the costs of dispute resolution proceedings to which the Third‑Party Funder is not a party;

(b)

the Third‑Party Funder has a paid‑up share capital of not less than $5 million or the equivalent amount in foreign currency or not less than $5 million or the equivalent amount in foreign currency in managed assets.

Praktiknya, TPF funder tentu tak sembarangan dalam menerima perkara yang akan dibiayainya, perhitungan hukum dan investasi dalam kasus tersebut menjadi tolak ukur utama. Bahkan pihak funder biasanya akan menyediakan tim hukum dan tim penilai investasi untuk mengkaji untung-rugi dari segi hukum maupun materi pendanaan ini. Misalnya, tim hukum akan melakukan penilaian kekuatan perkaranya seperti apa? Potensi kemenangannya bagaimana? dan bagaimana kemungkinan eksekusi objek sengketa?

Kalau proyeksi kemenangan dinilai tinggi dan eksekusinya bisa dilakukan, baru kemudian tim penilai investasi menilai visibilitas funder untuk berinvestasi di kasus ini. “Kira-kira perkara ini layak investasikah dengan ongkos yang sebegini besarnya? Ongkos lain-lain seperti enforcement segini, dan nilai tuntutan segini, layakkah? Jika tim investasi sudah menilai layak, maka seluruh proses perkara akan dibiayai sepenuhnya oleh TP funder,” jelasnnya.

Selain itu, perlu diingat, setiap funder biasanya memiliki terms & condition yang berbeda-beda, sehingga pengecekan terms & condition funder target diperlukan untuk menyesuaikan dengan permohonan pendanaan. Terkadang permohonan funding juga tak selalu diterima, mengingat beberapa funder hanya akan berinvestasi pada perkara dengan nilai tuntutan tertentu. Misalnya, ada funder yang hanya ambil perkara dengan nilai minimal 10 juta dolar, 80 juta dolar atau bahkan 1,5 miliar dolar. “Jadi beda-beda funder beda-beda terms & condition-nya,” kata Kendista.

Lalu apa yang akan didapatkan founder dari pembiayaan TPF ini? Kendista menyebut tergantung TPF agreement yang ditandatangani kedua belah pihak. Biasanya, katanya 40 sampai 50 persen dari hasil yang dimenangkan ini akan diberikan kepada TP fundernya. Bila ternyata tuntutannya kalah, pihak yang mengajukan funder itu tidak akan dibebani biaya apapun, seluruh resiko sudah dibebankan kepada funder. Itulah mengapa funder perlu memeriksa terlebih dahulu kekuatan suatu perkara sebelum memutuskan akan membiayai penyelesaian perkara tersebut.

Ini bisa memperluas akses keadilan bagi pihak-pihak yang sebenernya mempunyai tuntutan yang besar, tapi mereka tidak mampu secara finansial untuk mengejar tuntutan tersebut. Jadi selain LBH dan bantuan hukum Cuma-Cuma (pro bono), di Singapura, TPF ini juga dikenal sebagai instrumen bantuan hukum yang bernilai sosial, namun berdimensi komersil. “Perkara sudah dijadikan semacam komoditas, dari sisi funder bisa diberikan return yang bagus, dari sisi pihak yang dibiayai juga bisa diberikan akses keadilan yang lebih besar, Ini sangat menarik,” tukasnya.

Antisipasi Conflict of Interest

Jika pada pemeriksaan bukti pokok perkara dibutuhkan disclosure of evidence, maka dalam praktik TPF akan ditemukan juga adanya perintah disclosure of funding agreement. Tribunal bisa memerintahkan para pihak untuk men-disclose perjanjian funding yang telah dibuat. Hal ini sangat diperlukan untuk memeriksa, apakah ada conflict of interest dari funder dalam kasus tersebut.

“Kadang kita ga tau kalau TP funder ini ternyata sudah berinvestasi di beberapa perkara, dan bisa saja perkara ini melibatkan perkara pihak B. Ini penting untuk mencegah kalau ternyata keterlibatan itu bisa menghasilkan conflict of interest dan hasil akhirnya bisa mempengaruhi dan membahayakan putusan,” jelasnya.

Kewajiban untuk membukaTP agreement itu, paling banyak diatur di dalam softlaw, misalnya oleh organisasi yang menaungi TP funder, atau bisa juga diatur sebagai pedoman beracara oleh bar association. Tak hanya kewajiban disclosure TP funder saja, tribunal juga disebut Kendista juga berkewajiban untuk men-disclose semua hubungannya dengan funder. Dengan begitu, celah tipu muslihat yang mungkin bisa saja terjadi antara arbiter tribunal dengan funder bisa diantisipasi sejak awal.

Tags:

Berita Terkait