Jadi Advokat Pendamping Terpidana Mati, Antara Happy dan Frustasi
Berita

Jadi Advokat Pendamping Terpidana Mati, Antara Happy dan Frustasi

Cerita tentang advokat yang berusaha meloloskan klien dari eksekusi mati.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan nyawa Ali yakni melakukan transplantasi hati. Eva mengatakan dokter yang menangani Ali merekomendasikan transplantasi hati itu dilakukan di luar negeri, Cina atau Singapura, karena peluang keberhasilannya lebih besar daripada di Indonesia. Tidak mudah bagi kuasa hukum untuk mengupayakan Ali agar dapat dibawa ke luar negeri untuk menjalani pengobatan. Ada berbagai prosedur rumit yang harus dipenuhi, salah satunya mendapat grasi.

Melalui diskusi panjang dengan kuasa hukum, akhirnya Ali mau memohon grasi kepada Presiden dengan alasan demi kemanusiaan. Eva mengatakan tim kuasa hukum bergerak cepat karena kondisi kesehatan Ali makin buruk. Selaras itu berbagai dukungan agar Ali dibebaskan dari hukuman mati mengalir dari dalam dan luar negeri.

Eva memaparkan Balitbang Kementerian Hukum dan HAM melakukan investigasi terhadap kasus Zulfikar sekitar tahun 2009. Komnas HAM periode 2012-2017 melayangkan surat rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo agar Ali mendapat grasi, surat serupa juga dilayangkan Komnas HAM periode 2017-2020. Presiden RI ketiga, B.J Habibie ikut melayangkan surat kepada Presiden Joko Widodo mendesak Presiden menerbitkan grasi untuk Ali. Dukungan terhadap Ali juga dilakukan masyarakat, pemerintah, dan senat Pakistan.

Al Araf sempat bertemu langsung dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka dan menyampaikan langsung kasus Ali. Selaras itu Menteri Hukum dan HAM sudah merekomendasikan kepada Presiden untuk memberikan grasi. Sayangnya, Mahkamah Agung (MA) tak kunjung menerbitkan pertimbangan grasi kepada Presiden. Eva mengatakan Ali tak sanggup lagi menunggu lama, kesehatannya makin buruk dan menghembuskan nafas terakhir 31 Mei 2018.

(Baca juga: MA Diminta Terbitkan Pertimbangan Permohonan Grasi Zulfiqar Ali).

Al Araf mengatakan perjuangan untuk membebaskan Ali dari hukuman mati sedikit lagi sampai di ujung jalan. Tapi nasib berkata lain, belum sempat grasi itu terbit Ali sudah lebih dulu meninggal. Pria yang disapa Aal itu mengaku gembira ketika kerja keras yang dilakukan selama ini berhasil menghindari Ali dari eksekusi mati. Harapan juga muncul ketika kuasa hukum bersama elemen masyarakat sipil berhasil menggalang dukungan untuk Ali. Tapi kegembiraan itu berubah menjadi kesedihan karena grasi untuk Ali belum terbit.

“Ini yang membuat kami gembira tapi juga sedih dan frustasi karena sekian lama mengadvokasi dan sudah ada sinyal positif Presiden akan mengabulkan grasi, tapi Ali harus meninggal karena sakit,” urai Aal, panggilan Al Araf.

Menurut Aal menangani kasus terpidana mati sangat sulit dan berliku. Strategi hukum yang ditempuh tidak cukup hanya mengandalkan mekanisme normatif sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Tekanan politik dan dukungan masyarakat sipil sangat signifikan mempengaruhi proses penanganan kasus terpidana mati.

Tags:

Berita Terkait