Jadi Advokat Pendamping Terpidana Mati, Antara Happy dan Frustasi
Berita

Jadi Advokat Pendamping Terpidana Mati, Antara Happy dan Frustasi

Cerita tentang advokat yang berusaha meloloskan klien dari eksekusi mati.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

Frustasi yang sebelumnya mendera Putri dan kuasa hukum lainnya seolah pecah setelah mendapat hasil pemeriksaan dari dokter forensik gigi itu. Mereka optimis bukti itu cukup valid untuk membuktikan usia Yusman yang masih di bawah umur. Bergegas tim kuasa hukum menjadikan hasil pemeriksaan itu sebagai novum untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Tapi upaya itu tidak mudah, Putri mengatakan pihaknya menggunakan banyak cara untuk meyakinkan PN Gunung Sitoli agar menerima pendaftaran PK perkara Yusman.

Tantangan lainnya, Putri melanjutkan, kuasa hukum harus membawa Yusman ke PN Gunung Sitoli untuk menjalani sidang pemeriksaan. Untuk membawa Yusman ke PN tingkat pertama itu tidak mudah dan berbiaya mahal, untungnya Kementerian Hukum dan HAM bersedia membantu. Kemudian sekitar Januari 2017 MA menerbitkan putusan PK yang diajukan Yusman, dalam petikan putusan itu majelis menganulir hukuman mati menjadi 5 tahun penjara.

Putri menyikapi putusan itu antara gembira dan kecewa. Gembira karena Yusman berhasil lolos dari hukuman mati, dan kecewa karena majelis tidak memutus bebas padahal hukum acara yang dilalui Yusman salah, tidak sesuai amanat UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Putri melihat dalam putusan itu majelis PK menganggap Yusman tidak melaporkan peristiwa pembunuhan yang dilihatnya kepada aparat berwenang sehingga dikenakan 5 tahun penjara.

“Yusman bebas setelah menjalani 4,5 tahun masa tahanan dipotong remisi 17 Agustus. Yusman bebas 17 Agustus 2017,” urai Putri.

Menurut Putri keberhasilan kasus Yusman ini juga didukung oleh kampanye yang selama ini dilakukan elemen masyarakat sipil di tingkat nasional dan internasional. Awalnya, tidak ada media yang tertarik untuk mengangkat kasus Yusman. Setelah kampanye dilakukan secara terus-menerus akhirnya kasus Yusman menjadi sorotan publik.

Bagi Putri kasus Yusman ini dapat dijadikan pembelajaran yang baik untuk semua pihak yakni prinsip kehati-hatian harus diutamakan sebelum menjatuhkan vonis hukuman mati. Prinsip itu wajib dijalankan oleh aparat penegak hukum, termasuk pendamping hukum. Jika pendamping hukum salah mengambil strategi, dampaknya fatal yakni nyawa klien. “Dibandingkan perkara lain, menangani kasus pidana mati jauh lebih sulit. Beban berat bagi saya karena jika salah melangkah taruhannya nyawa klien, ini yang membuat frustasi,” paparnya.

Putri menjelaskan kasus Yusman bukan yang pertama diadvokasi KontraS. Advokasi pernah dilakukan KontraS bersama sejumlah organisasi masyarakat sipil terhadap terpidana mati asal Brazil, Rodrigo Gularte. Rodrigo divonis mati dalam perkara narkotika. Berbagai upaya telah dilakukan tim kuasa hukum untuk membuktikan Rodrigo mengalami gangguan kejiwaan. Hal itu diperkuat hasil pemeriksaan dokter pribadi Rodrigo di Brazil.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait