Jaksa dan Implementasi Pidana Pengawasan di KUHP Baru
Kolom

Jaksa dan Implementasi Pidana Pengawasan di KUHP Baru

Usulan untuk perumusan Rancangan Peraturan Pemerintah soal prosedur pengurangan atau perpanjangan masa pengawasan.

Bacaan 5 Menit

Frasa "Tata Cara dan Batas Pengurangan dan Perpanjangan Masa Pengawasan" dalam Rancangan Peraturan Pemerintah ini harusnya dipandang sebagai satu kesatuan. Artinya, ruang lingkup yang diatur dalam frasa ini hanya berkaitan dengan tata cara dan batas pengurangan dalam Pasal 76 ayat (6) KUHP Baru serta tata cara dan batas perpanjangan masa pengawasan dalam Pasal 76 ayat (5) KUHP Baru. Penting untuk dicatat bahwa peraturan ini tidak dimaksudkan untuk mengatur tata cara pelaksana pidana pengawasan yang pengaturannya harus ada dalam level KUHAP.

Tata cara perpanjangan masa pengawasan memerlukan pendefinisian awal mengenai apa yang dimaksud dengan "alasan yang sah”. Dalam konteks ini, pendefinisian tersebut dapat meminjam konsep hukum pidana tentang alasan pembenar dan alasan pemaaf. Alasan pembenar dapat diartikan bahwa pelanggaran terhadap syarat khusus tidak didukung oleh alasan yuridis—yang dapat membenarkan atau melegitimasi tindakan tersebut. Di sisi lain, tanpa alasan yang sah—sebagai tidak adanya alasan pemaaf—berarti tidak terdapat alasan yang dapat menghapus atau memaafkan kesalahan dari pelanggaran tersebut.

Pejabat yang berwenang menentukan status pelanggaran terhadap syarat harusnya merujuk pada prinsip dasar hukum acara pidana bahwa Jaksa adalah pelaksana putusan pengadilan pidana (executive ambtenaar). Jaksa memegang peran sentral dalam pelaksanaan putusan pengadilan termasuk pengawasan pelaksanaan putusan pidana pengawasan. Sebagai pelaksana putusan pengadilan, Jaksa memiliki tugas untuk memastikan bahwa terpidana mematuhi syarat-syarat yang ditetapkan. Kewenangan ini mencakup penilaian soal apakah terpidana melanggar syarat umum dan syarat khusus yang telah ditetapkan dalam putusan pengadilan?

Perlu diatur dari mana Jaksa mendapat informasi dalam menentukan terjadi pelanggaran terhadap syarat khusus atau tidak. Sumber informasi ini dapat berasal dari laporan masyarakat/korban, laporan pembimbing kemasyarakatan, atau temuan Jaksa sendiri. Pembimbing kemasyarakatan dapat memberi pertimbangan kepada Jaksa untuk mengusulkan perpanjangan masa pengawasan atau menerapkan pidana penjara.

Prosedur demikian juga perlu terkait pengurangan masa pengawasan. Selaku pengawas, Jaksa menilai apakah terpidana berkelakuan baik sehingga layak diusulkan pengurangan masa pengawasan. Informasi tersebut dapat diperoleh dari laporan korban—misalnya terpidana telah melaksanakan syarat khusus yang ditentukan—, laporan pembimbing kemasyarakatan, atau temuan Jaksa sendiri.

Terakhir, Rancangan Peraturan Pemerintah itu perlu merumuskan ketentuan mengenai batas waktu minimal yang harus dipenuhi seseorang agar berhak mendapatkan pengurangan masa pengawasan. Kualifikasi berkelakuan baik juga harus didefinisikan secara jelas dan objektif. Perumusan cermat dua hal ini penting sebagai pedoman pengurangan masa pengawasan yang konsisten dan adil.

*)Dr.Rudi Pradisetia Sudirdja, S.H., M.H., Jaksa di Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan anggota Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (ASPERHUPIKI).

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait