Jejak Kejaksaan Agung di Lapangan Banteng
Edsus Akhir Tahun 2012:

Jejak Kejaksaan Agung di Lapangan Banteng

Gedung peninggalan Belanda itu hanya dihuni sekitar 20 jaksa.

NOV
Bacaan 2 Menit

“Tadinya, semuanya masih gabung semua di gedung depan. Makin lama makin bertambah pegawai dan jaksa, dibangunlah gedung bidang Pengawasan, Rumah Tangga, dan Poliklinik. Dulunya itu tanah kosong. Saya dengar dulu SMA 6 dan SMA 70 tanah dari Kejaksaan Agung, lalu dipersilakan untuk dibangun sekolah,” ujarnya.

Gedung bundar

Pada era kepemimpinan Jaksa Agung Soegih Arto dan Ali Said, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) masih tergabung dalam Jaksa Agung Muda Operasi (Jamops). Keduanya baru dipecah setelah tahun 1983 di era kepemimpinan Jaksa Agung ke-sebelas, Ismail Saleh.

Pada saat bersamaan, Ismail juga mengadakan Pusat Penelitian dan Pengembangan, Pusat Penyuluhan Hukum dan Pusat Operasi Intelijen.

Ismail Saleh mulai membangun kantor Jampidum yang terletak di belakang gedung Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas). Pembangunan kantor Jampidum disusul dengan pembangunan gedung bundar yang nantinya difungsikan sebagai kantor Jampidsus. Gedung bundar dibangun di sisi kanan lapangan Kejaksaan Agung.

Sebelum gedung bundar selesai, Jampidsus sementara berkantor di sebuah rumah di Jalan Adityawarman No.6, Kebayoran Baru. Marthen menyatakan, pembangunan gedung berbentuk unik itu lebih dikarenakan ukuran tanah yang tidak terlalu luas. “Filosofinya tidak dijelaskan. Ada kemungkinan meniru bentuk stadion di Senayan,” tuturnya.

Setelah pembangunan selesai, Jampidsus Himawan bersama anggotanya pindah ke gedung bundar. Jaksa Agung ke-XII Hari Soeharto meresmikan pemakaian gedung Jampidsus dengan nama “Graha Andhika Anuwika” yang artinya Gedung Nan Indah tempat pemeriksaan dan penyelidikan di hari Bhakti Adhyaksa ke-24, 22 Juli 1984.

Bertepatan dengan itu pula, Hari Soeharto meresmikan prasasti di depan Kantor Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Kejaksaan Agung di Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Marthen menceritakan, saat menjalani pendidikan karir dua, di Pusdiklat hanya ada tiga barak kecil. Pembangunan dilakukan bertahap hingga menjadi seperti sekarang.

Halaman Selanjutnya:
Tags: