JKK dan JKm untuk PNS Perlu Dipisahkan
Berita

JKK dan JKm untuk PNS Perlu Dipisahkan

Agar fokus mengatur pekerja yang berasal dari pemberi kerja bukan penyelenggara negara (pemerintah).

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Foto: www.bpjsketenagakerjaan.go.id
Foto: www.bpjsketenagakerjaan.go.id
Pemerintah masih menyusun peraturan pelaksana BPJS Ketenagakerjaan. Substansi yang akan diatur antara lain Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm). Bagaimana seharusnya JKK dan JKm diatur?

Presidium Komite Politik Buruh Indonesia (KPBI), Indra Munaswar, mengingatkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang JKK dan JKm itu harusnya diterbitkan paling lambat 25 November 2013. Sebagaimana UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS. Proses pembahasan RPP masih berlarut.

Indra berpendapat rancangan pegaturan JKK dan JKm Indra perlu dikritik. Indra menyebut contoh materi tentang peserta JKK dan JKm yang berasal dari pemberi kerja penyelenggara negara (pemerintah). Menurut dia, RPP perlu mengatur secara terpisah antara peserta yang berasal dari pemberi kerja penyelenggara negara (pemerintah) atau bukan. Jika tidak dipisah, pengaturannya akan rumit. Sebab, manfaat yang diterima selama ini berbeda-beda. Misalnya, manfaat yang diterima PNS, Polri atau TNI berbeda dengan pekerja sektor swasta.

Indra juga menggarisbawahi aturan sanksi dalam RPP. Ada kesan bahwa sanksi hanya berlaku bagi pemberi kerja bukan penyelenggara negara. Padahal, pemerintah selaku pemberi kerja PNS, Polri dan TNI patut dikenakan sanksi ketika melanggar ketentuan dalam peraturan tersebut.
“Saya usulkan agar RPP JKK dan JKm BPJS Ketenagakerjaan fokus mengatur peserta dari pemberi kerja bukan penyelenggara Negara (pemerintah). Untuk PNS, Polri dan TNI agar diatur dalam RPP JKK dan JKm tersendiri,” kata Indra dalam diskusi yang digelar KPBI, TURC dan Elkape di Jakarta, Rabu (19/11).

Indra berharap Presiden Jokowi mengawal langsung pembahasan RPP JKK dan JKm BPJS Ketenagakerjaan. Ia juga mendesak Pemerintah melibatkan pemangku kepentingan dalam membahas RPP tersebut.

Presidium KPBI lainnya, Timboel Siregar, mengingatkan untuk peserta yang berasal dari pemberi kerja bukan penyelenggara negara jangan dipisahkan antara sektor formal dan informal. Sehingga, tidak ada perbedaan manfaat yang diterima.

Misalnya, Timboel melanjutkan, pekerja rumah tangga (PRT) jangan dikategorikan pekerja sektor informal, tapi pekerja yang berasal dari pemberi kerja bukan penyelenggara negara (pemerintah). Jika dianggap sebagai pekerja sektor informal, ia khawatir peserta tersebut akan mengalami diskriminasi seperti yang terjadi dalam pelaksanaan program JKN yang digelar BPJS Kesehatan.
“Saat ini, untuk mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan, PRT harus lewat jalur peserta mandiri, tidak bisa mendaftarkan sekeluarga sekaligus sebagaimana pekerja formal,” urai Timboel.
Tags:

Berita Terkait