Job Disruption dan Profesi In-House Lawyer (Seri I)
Kolom

Job Disruption dan Profesi In-House Lawyer (Seri I)

​​​​​​​Perjalanan evolusi suatu profesi untuk beradaptasi agar tetap relevan.

Bacaan 8 Menit
  • Second Wave – Advising Internal & Influencing External

Gelombang disrupsi kedua adalah konsekuensi dari globalisasi yang ditandai dengan lahirnya World Trade Organization (WTO) pada 1995 yang menuntut seluruh anggotanya untuk meratifikasi berbagai ketentuan WTO di bidang perdagangang. Trend dari globalisasi juga adalah meningkatnya tuntutan bagi dunia usaha untuk mematuhi perlindungan lingkungan hidup, standardisasi produk dan jasa, perlindungan buruh, persaingan usaha dan lain sebagainya. Akibatnya munculah kebutuhan akan peran government affairs atau public policy affairs di perusahaan untuk memonitor proses legislasi, memberikan saran dan masukan kepada regulator untuk memastikan kebijakan dan ketentuan hukum tidak menghambat perkembangan usaha.

Kecenderungan di perusahaan global adalah menempatkan government affairs ini di bawah divisi hukum. Bahkan terjadi di beberapa korporasi, fungsi CSR (corporate social responsibility) atau citizenship/sustainability, juga dimasukkan ke dalam divisi hukum, karena diyakini fungsi ini cukup efektif untuk merekatkan hubungan dan tingkat kepercayaan antara pemerintah dan pelaku usaha. Sehingga di awal abad 21, kita melihat dibanyak perusahaan besar, wewenang General Counsel, Chief Legal atau Legal Director menjadi lebih powerful di level senior management dengan akses langsung kepada C-level atau langsung kepada CEO.

  • Third Wave – Being A Trusted Advisor

Kita tentunya masih ingat dengan krisis ekonomi global pada tahun 2008. Diawali dengan ambruknya lembaga peminjaman di Amerika Serikat secara dramatis yang secara beruntun merontokkan berbagai sektor ekonomi di negara itu sehingga lebih dari 7,3 juta pekerjaan hilang dari bulan Januari 2008 sampai Februari 2010 (ABC News)

Krisis ini dengan cepat merembet kepada hampir seluruh negara lainnya dunia, termasuk Indonesia yang mengalami penurunan pertumbungan ekonomi dari 6.01% di tahun 2008 menjadi 4.63% di tahun 2009 (ABC News). Sebagaimana pada umumnya, krisis selalu berdampak pada pengetatan budget dan sasaran utama pastilah divisi yang sifatnya supporting, dan bukan revenue generator. Legal adalah satu di antaranya.  Kejadian dicatat menjadi titik tolak munculnya tekanan bagi in-house lawyer untuk berinovasi dan mendefinisikan ulang fungsi dan perannya bagi perusahaan. Tahun 2008 menjadi masa terjadinya transformasi in-house lawyer dari peran tradisional dari fire fighters menjadi risk mitigation, dari stamp chopper menjadi creative solution provider, dari legal counsel menjadi trusted advisor.  

Dipangkasnya budget, mengakibatkan pengurangan personil dan juga anggaran untuk law firm. Terjepit dengan situasi ini in-house counsel harus lebih fokus pada pekerjaan yang dapat memberikan impact bagi bisnis, baik kepada revenue maupun terhadap corporate performance. Di masa ini, in-house lawyer cenderung melimpahkan kepada law firm pekerjaan dalam bentuk paper works (review & drafting), analisa dan research. In-house pun menjadi kreatif dengan membangun sistem standardisasi dokumen dan proses kerja secara otomatis.

Semua dokumen distandarisasikan dalam format (template) dan semua proses persetujuan kontrak dan lain sebagainya dibakukan secara otomatis dalam sistim online. Dengan metode ini, jumlah personil divisi legal dapat dirampingkan hanya pada level senior dengan peran utama mengolah reative solution untuk mendorong bisnis mencapai tujuan meningkatkan pendapatan dengan tetap berkomitmen pada kepatuhan dan integritas. Pada gelombang ketiga ini sebetulnya sudah terbaca tanda-tanda akan muncul gelombang baru yang sarat dengan elemen teknologi. 

  • Fourth Wave – Legal Technology

Legal Technology, yang lebih sering disebut LegalTech adalah piranti lunak dan teknologi yang digunakan oleh law firm atau in-house legal team untuk memfasilitasi pekerjaan dan meningkatkan efektifitas. LegalTech juga disebut sebagai pendorong dalam industri hukum untuk mensukseskan transformasi digital. Tujuan dari LegalTech adalah untuk menyederhanakan operasional, mengoptimalkan alur kerja dan memperbaiki pengelolaan data dan informasi baik di law firm maupun di perusahaan.

Tags:

Berita Terkait