Justifikasi Teoritis Pilihan Hukum: Perdebatan Dua Perspektif
Kolom

Justifikasi Teoritis Pilihan Hukum: Perdebatan Dua Perspektif

Dua perspektif teoritis pilihan hukum ini mendasarkan pada sudut pandang kedaulatan negara dan perspektif kedaulatan para pihak.

Bacaan 8 Menit
Priskila P. Penasthika. Sumber: Istimewa
Priskila P. Penasthika. Sumber: Istimewa

Pilihan hukum diklaim sebagai kaidah hukum perdata internasional (HPI) yang paling diterima secara luas dan penting untuk hubungan komersial internasional. Para pihak dinyatakan memiliki kebebasan untuk memilih dan menentukan hukum yang berlaku untuk kontrak yang mereka sepakati.

Namun demikian, justifikasi teoritis dari pilihan hukum menjadi hal yang selalu menarik untuk didiskusikan. Apa atau siapa yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk menentukan sendiri hukum yang berlaku untuk kontrak mereka? Apa yang membenarkan pilihan hukum para pihak? Mengapa pilihan hukum para pihak harus diberlakukan?

Tidak banyak karya akademis yang menjawab ataupun membahas pertanyaan-pertanyaan tersebut, terlebih karya akademis berbahasa Indonesia. Sebagian besar karya akademis yang ada, terutama di Indonesia, cenderung simplistis dalam membahas pilihan hukum.

Pembahasan yang ada hanya berkisar pada diskusi mengenai batas-batas pilihan hukum. Pilihan hukum seolah-olah dianggap sebagai sesuatu yang harus diterima (apa adanya), dan mengabaikan diskusi mengenai justifikasi teoritisnya.

Berbagai karya akademis di Indonesia, yang terbit beberapa waktu terakhir dan membahas mengenai pilihan hukum, tampak acuh tak acuh untuk mendiskusikan pilihan hukum secara lebih kompleks, terutama mengenai justifikasi teoritisnya, ataupun mencermati berbagai karya dan diskusi akademis mengenai hal tersebut yang berkembang di luar Indonesia.

Persoalan utama yang seringkali luput dari perhatian adalah teori-teori tradisional HPI dan gagasan kedaulatan negara dianggap tidak mampu untuk menjustifikasi pilihan hukum. Teori statuta, yang tumbuh berkembang di Italia sekitar abad ke-14, tidak dapat dijadikan sebagai pembenaran terhadap pilihan hukum. Sebab, teori statuta berfokus pada jangkauan teritorial dan ruang lingkup dari suatu aturan hukum, dan selanjutnya mengidentifikasi apakah suatu persoalan termasuk dalam jangkauan dan ruang lingkup yang dimaksudkan dari suatu aturan hukum tersebut atau tidak.

Sedangkan pilihan hukum tidak semata-mata berkaitan mengenai jangkauan teritorial dan ruang lingkup dari suatu aturan hukum. Teori hak-hak yang diperoleh tidak dapat pula digunakan sebagai justifikasi teoritis dari pilihan hukum karena kekuasaan untuk menentukan kapan dan apakah hak dapat diperoleh ada pada negara dan bukan pada para pihak.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait