Kebebasan Berserikat bagi Buruh, Dulu dan Sekarang
Edisi Akhir Tahun 2009:

Kebebasan Berserikat bagi Buruh, Dulu dan Sekarang

Ketika dikekang, serikat buruh tak berkembang. Saat dibebaskan, menjadi tak terorganisasi dengan baik. Semua berjalan sendiri-sendiri dan merasa paling benar.

ASh/IHW
Bacaan 2 Menit

Di sela-sela acara diskusi di Jakarta, (22/12) Dirjen PHI dan Jamsostek Depnakertrans Myra Hanartani mengatakan mulanya dari tiga Konfederasi total anggotanya berkisar 8 jutaan. Namun saat ini jumlahnya menurun menjadi 3,4 jutaan dari seluruh serikat pekerja yang berbentuk konfederasi dan federasi.

Sementara itu Indrasari Chandra Ningsih, seorang peneliti perburuhan, berpendapat penurunan jumlah anggota serikat pekerja itu sangat mungkin terjadi lantaran UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menerapkan Labour Market Flexibility (LMF) dengan dilegalisasinya praktek sistem kontrak dan outsourcing. Akibatnya, banyak pekerja yang awalnya pekerja tetap dan menjadi anggota serikat pekerja tertentu, kemudian tak lagi menjadi anggota serikat pekerja lantaran statusnya berubah menjadi karyawan kontrak atau outsourcing. 

Faktor Elit
Selain perbedaan ideologi, faktor pengurus tingkat elit (konfederasi) menjadi faktor utama sulitnya gerakan buruh menggalang kekuatan bersama untuk mencapai tujuannya.     

“Ada semacam komunikasi yang terputus antara pengurus di tingkat elit dan di tingkat basis. Di elit mempersoalkan apa, di bawah mempersoalkan apa,” kata Surya. “Konsekuensi logisnya ya bersatu atau istilahnya penggabungan (satu konfederasi).”   

Surya menilai kesulitan bersatunya serikat buruh disebabkan lemahnya organisasi puncak di tingkat konfederasi lantaran banyak interest. Akibatnya, kerap timbul ketidakpercayaan antara serikat pekerja tingkat basis dan elite. Sebenarnya serikat pekerja di level bawah tak sulit untuk bersatu jika semata-mata untuk kesejahteraan buruh. Padahal kekuatan sesungguhnya gerakan serikat pekerja ada pada federasi atau serikat pekerja. Ia mencontohkan sebuah Aliansi Buruh Yogyakarta dimana tiga konfederasi masuk sebagai anggota selain serikat pekerja tingkat perusahaan.

“Kalau di level elite, biasanya tiga konfederasi ini tak mau gabung, tetapi di level bawah mereka bisa gabung. Yang penting ada kesamaan tuntutan kepentingan. SPSI yang disinyalir pro pemerintah, anggotanya di tingkat bawah enggak tuh. Malah militan,” katanya. “Di Batam, serikat pekerja LEM (SPSI) demo-demo untuk upah minimum gabung dengan serikat pekerja metal. Jadi kalau serikat buruh (tingkat basis) semakin dekat dengan masalah, semakin mudah disatukan.”      

Problemnya, kata Surya, ada kecurigaan antar sesama serikat pekerja. Hal ini disebabkan peninggalan zaman orde baru yang masih membekas. Banyak pengkhianatan terjadi dalam gerakan serikat buruh itu sendiri kala itu. “Misalnya teman salah satu teman sesama anggota serikat menjadi mata-mata pemerintah, akhirnya menjadi korban.” 

Halaman Selanjutnya:
Tags: