Kebebasan Berserikat bagi Buruh, Dulu dan Sekarang
Edisi Akhir Tahun 2009:

Kebebasan Berserikat bagi Buruh, Dulu dan Sekarang

Ketika dikekang, serikat buruh tak berkembang. Saat dibebaskan, menjadi tak terorganisasi dengan baik. Semua berjalan sendiri-sendiri dan merasa paling benar.

ASh/IHW
Bacaan 2 Menit

Menurut Surya persatuan itu mestinya datangnya secara alamiah dan jujur. Pasalnya, kondisi kebebasan berserikat saat ini relatif tak terlalu bermasalah. Pada akhirnya serikat buruh akan merasakan kebutuhan itu. Kalau dipaksakan akan terjadi resistensi. “Kepercayaan tak bisa datang secara tiba-tiba dan mesti dibangun pelan-pelan dan tak bisa dipaksakan, jika dipaksakan akan timbul resistensi,” ujarnya menyarankan.

Solusinya, kata Surya, langkah awal memperkuat serikat pekerja di tingkat lokal daerah, misalnya membentuk aliansi untuk masing-masing daerah bersifat informal yang anggotanya kombinasi berbagai unsur serikat buruh lintas sektoral dan hierarki. Selain itu perlu memiliki satu organisasi sentra berbentuk konfederasi. “Elitenya kalau mau cepat bersatu harus mendekatkan diri dengan masalah atau masalahnya didekatkan ke atas, makanya perlu penguatan di tingkat basis. Kalau keduanya sama-sama kuat akan sangat menakutkan pemerintah dan pengusaha.” 

Surya menambahkan, bersatunya buruh itu seharusnya menjadi konsekwensi logis dari fenomena adanya penurunan keanggotaan serikat pekerja yang terus berlanjut. Di sisi lain, semakin banyak organisasi serikat buruh, tetapi buruh yang menjadi anggota serikat buruh semakin sedikit.

Hal senada diungkapkan Koordinator Komite Solidaritas Nasional -aliansi beberapa serikat buruh dan pemerhati perburuhan- Anwar Ma'ruf. Ia mengatakan untuk mengadvokasi isu perburuhan tak akan berhasil jika berbagai organisasi serikat berjalan sendiri-sendiri.

Sulitnya organisasi serikat buruh bersatu disebabkan karena pengurus serikat pekerja di tingkat elite. Sementara para anggotanya di tingkat bawah kecenderungannya mereka bisa bersatu karena memiliki kepentingan dan tujuan yang sama.

Menurutnya ada beberapa kategori pengurus elite yakni ada elite yang sudah terkooptasi pemerintah dan pengusaha, kepentingan pribadi, dan murni untuk kepentingan buruh. “Sebenarnya yang tak bisa bersatu para pimpinan serikat pekerjanya dengan alasan masing-masing. Perbedaan ideologi saat ini bukan masalah,” kata pria yang akrab disapa Sastro itu, Senin (21/12) pekan lalu.

Meski demikian baik Surya maupun Sastro meyakini suatu saat gerakan serikat buruh di Indonesia bisa disatukan. Pada waktunya akan muncul semangat persatuan karena persatuan harus menjadi cita-cita gerakan buruh dan hal itu sebuah keniscayaan. “Ketika beberapa serikat buruh di Tangerang menuntut upah, mereka tidak melihat warna bendera. Saya yakin bisa bareng, tinggal nunggu waktu saja gerakan buruh bisa bersatu,” tambah Sastro.     

Tags: