Kedudukan Sepeda Listrik dalam Hukum Positif di Indonesia
Kolom

Kedudukan Sepeda Listrik dalam Hukum Positif di Indonesia

​​​​​​​Sepeda listrik yang dikelompokkan sebagai kendaraan tidak bermotor merupakan solusi sementara agar tetap terciptanya kepastian hukum bagi para pengguna sepeda listrik.

Bacaan 2 Menit

 

Jika kita hubungkan pengertian KBL berbasis baterai dan kendaraan tidak bermotor dengan karakteristik sepeda listrik, maka dapat kita temukan dua permasalahan hukum. Pertama, peraturan perundang-undangan di Indonesia belum mengatur tentang kendaraan yang menggabungkan mesin dan energi manusia sebagai penggerak. Kedua, belum adanya peraturan yang secara khusus mengatur tentang sepeda listrik.

 

Dalam proses perundang-undangan, Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan masuk dalam program legislasi nasional prioritas. Akan tetapi, wacana pengaturan sepeda listrik dalam revisi undang-undang ini belum muncul dan dikesampingkan oleh berbagai isu-isu seperti soal angkutan kendaraan daring/online, kendaraan bermotor roda dua sebagai sarana angkutan, dan soal lembaga yang menerbitkan surat kendaraan bermotor. Dengan, demikian, (mungkin) kita tidak dapat berharap akan adanya aturan tentang sepeda listrik dalam waktu mendatang.

 

Dengan tidak adanya peraturan yang secara khusus mengatur tentang sepeda listrik, hal ini mengakibatkan tidak adanya ‘rambu-rambu’ yang jelas bagi pengguna sepeda listrik, pengusaha, dan penegak hukum. Apakah sepeda listrik akan digolongkan sebagai kendaraan tidak bermotor atau KBL berbasis baterai?

 

Salah satu akibat dari ketidakpastian hukum akan kedudukan sepeda listrik di Indonesia di antaranya adalah timbulnya perbedaan pemahaman antara Polda Metro Jaya dengan Migo (Migo Holdings Limited), perusahaan penyewa sepeda listrik berbasis aplikasi (e-bike sharing).

 

Dari pihak Polda Metro Jaya berpendapat bahwa sepeda listrik yang disewakan oleh Migo tidak dapat digolongkan sebagai sepeda. Lebih lanjut, Polda Metro Jaya pun akan melaksanakan razia terhadap sepeda listrik Migo yang beroperasi di jalan raya. Pihak Migo berpendapat bahwa sepeda listrik yang mereka sewakan masih dapat digolongkan sebagai sepeda, karena meskipun sepeda listrik Migo dapat digas, akan tetapi masih terdapat pedal untuk mengayuh. Solusi sementara dari perselisihan ini adalah pembatasan umur pengguna Migo, 1 sepeda listrik hanya dapat dikendarai oleh 1 orang, penyewa sepeda listrik Migo harus menggunakan helm, dan sepeda listrik Migo tidak dapat dikendarai di jalan-jalan protokol.

 

Permasalahan yang timbul antara Polda Metro Jaya tentu menjadi perhatian bagi para produsen sepeda listrik di Indonesia. Apakah untuk sementara waktu ini, sepeda listrik hanya dapat beroperasi dan dikendarai secara aman apabila dikendarakan secara pribadi dan tidak terintegrasi dengan jasa penyewaan berbasis aplikasi?

 

Menimbang pengendara sepeda listrik, produsen sepeda listrik, dan penegak hukum membutuhkan kepastian hukum, penulis bermaksud memberikan opini hukum akan kedudukan sepeda listrik. Tulisan ini akan dibatasi dengan hanya membahas dua hal. Pertama, solusi dari penulis akan ketidakpastian hukum kedudukan sepeda listrik. Kedua, penjabaran hak dan kewajiban hukum bagi sepeda listrik yang didasarkan pada analisis pertama. 

Tags:

Berita Terkait