Kemandirian Profesi Advokat di Ujung Tanduk
Utama

Kemandirian Profesi Advokat di Ujung Tanduk

Banyak yang sudah tunduk pada kepentingan politik dan keinginan klien.

Imam H Wibowo/Ali/Hot (HOLE)
Bacaan 2 Menit
Ketua Peradi Otto Hasibuan (kiri) khawatirkan kemandirian profesi Advokat yang terancam. Foto: SGP
Ketua Peradi Otto Hasibuan (kiri) khawatirkan kemandirian profesi Advokat yang terancam. Foto: SGP

Amir Syamsuddin buru-buru mengatakan bahwa dirinya sudah mundur dari dunia praktisi hukum sebagai advokat. Hal itu ia lakukan sehari sebelum dilantik sebagai Menteri Hukum dan HAM beberapa hari lalu.

 

Seiring pengunduran dirinya dari dunia advokat, Amir yang juga Sekretaris Dewan Kehormatan Partai Demokrat ini menegaskan bahwa nama kantor hukumnya segera diganti. Ini semua Amir lakukan untuk menghindari konflik kepentingan ketika menjadi menteri.

 

Langkah yang ditempuh Amir, berdasarkan kode etik advokat, sudah tepat. Pasal 3 huruf i kode etik memang tidak membenarkan seorang advokat untuk berpraktik atau namanya digunakan sebagai nama kantor hukum ketika ia menduduki jabatan negara.

 

Amir bukan satu-satunya advokat yang menjadi pejabat. Menkumham sebelumnya, Patrialis Akbar, juga berstatus advokat. Beberapa politisi di DPR seperti Ahmad Yani, Nudirman Munir, Ruhut Sitompul dan Aziz Syamsuddin juga menyandang profesi yang disebut-sebut mulia dan terhormat itu.

 

Di tengah maraknya advokat yang tersebar di sejumlah partai politik dan menduduki jabatan publik, Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Otto Hasibuan punya harapan lain. Ia meminta advokat tidak aktif terlibat politik praktis. Termasuk menjadi pengurus partai politik. “Karena besar kemungkinan advokat tidak akan menjadi independen,” kata Otto saat menyampaikan pidato pada acara Dies Natalis Universitas Jayabaya, Jakarta, Kamis (20/10).

 

Harapan Otto agar advokat tidak aktif di kepengurusan partai politik sudah pernah ia sampaikan sebelumnya pada kesempatan Rakernas Ikadin. Saat itu ia berbicara sebagai Ketua Umum DPP Ikadin. Kalau masuk parpol, kata Otto, “Advokat tidak lagi independen sebagai penegak hukum.”

 

Dalam praktik, advokat bisa diintervensi parpol jika ada pengurus atau anggota parpol menghadapi masalah hukum. Advokat anggota parpol A misalnya bisa saling menghujat jika berhadapan dengan advokat anggota parpol B. Lebih lanjut, Otto berpendapat ‘larangan’ advokat menjadi pengurus atau anggota parpol tidak akan melanggar hak asasi manusia. Advokat tetap dapat mengekspresikan keyakinan politiknya tanpa menjadi pengurus atau anggota parpol. 

Tags: