Kementerian LHK Beberkan 3 Fokus Penting RUU KSDAHE
Terbaru

Kementerian LHK Beberkan 3 Fokus Penting RUU KSDAHE

Antara lain kewenangan PPNS Kehutanan dalam melakukan penyidikan, pemberatan sanksi perdata dan pidana, hingga belum ada pendanaan berkelanjutan untuk bidang KSDAHE.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pembahasan RUU
Ilustrasi pembahasan RUU

Pemerintah dan DPR terus membahas RUU tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE). Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, menjelaskan pihak pemerintah dalam pembahasan RUU ini terdiri dari 5 Kementerian yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Hukum dan HAM.

“Ada 5 kementerian yang dengan leading KLHK,” ujarnya dalam rapat kerja antara Komisi IV DPR dan pemerintah membahas RUU KSDAE di gedung MPR/DPR, Kamis (19/1/2023).

Syahrul menjelaskan secara umum terdapat lebih dari 700 daftar inventarisasi masalah (DIM) dalam RUU KSDAHE. Diharapkan pembahasan dapat dilakukan dengan lancar sehingga sebelum Maret 2023 dapat disahkan.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri LHK Alue Dohong mengatakan dalam rapat kerja 5 Desember 2022 silam Komisi IV DPR meminta pemerintah untuk membenahi DIM RUU. Hasilnya, antara lain memangkas jumlah DIM dari 735 menjadi 718. Meliputi 79 pasal yang terdiri dari 4 pasal tetap atau sepakat, seperti pasal yang mengatur tentang sistem penyangga, suaka alam, dan pemberlakuan UU. Kemudian 44 pasal diusulkan dihapus dengan pertimbangan akan diatur dalam UU lain seperti pembagian kewenangan pemerintah pusat dan daerah, perizinan berusaha, dan masyarakat hukum adat.

Selanjutnya ada 17 pasal baru yang dimasukkan dalam RUU KSDAHE, seperti ketentuan yang mengatur tentang defenisi ikan, konservasi laut di pesisir dan pulau kecil, lingkungan dan tumbuhan serta satwa liar akan diatur lebih lanjut dalam PP. Ada juga pasal baru tentang pendanaan KSDAHE berkelanjutan, penguatan PPNS administrasi penyidikan dan barang bukti.

Alue menjelaskan UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya selama ini telah dirasakan kegunaannya. Misalnya, mengakomodir kepentingan nasional dalam pemanfaatan panas bumi, jaringan listrik, pertahanan, jalan strategis, dan pemberdayaan masyarakat. Beleid ini dinilai masih relevan dengan kondisi yang berkembang sekarang.

Tapi Alue tak menampik pelaksanaan UU No.5 tahun 1990 menghadapi banyak tantangan. Dia mencatat sedikitnya ada 3 tantangan utama. Pertama, terbatasnya kewenangan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Kehutanan dalam hal penyidikan. Kedua, belum optimalnya jenis dan tuntutan serta pemberatan sanksi perdata dan pidana. Ketiga, belum ada pendanaan berkelanjutan untuk bidang KSDAHE.

“Tiga poin besar itu perlu menjadi perhatian utama dalam membahas penguatan UU No.5 Tahun 1990 melalui RUU KSDAHE,” ujarnya.

Selain itu, Alue mengatakan kalangan akademisi dari berbagai kampus telah memberi masukan terhadap RUU KSDAHE. Misalnya, filosofi penting yang harus diperhatikan RUU KSDAHE adalah Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 yang memandatkan bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Secara sosiologis, RUU KSDAHE perlu mengatur sumber daya alam hayati dan ekosistem sebagai sumber daya alam yang mutlak dibutuhkan keberadaannya, vital bagi kehidupan manusia. “Maka dari itu, dibutuhkan pengaturan untuk melestarikan dan melindungi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, memberi masukan devisa negara dan menyejahterakan masyarakat,” harapnya.

Tags:

Berita Terkait