Keputusan Dibahas Tidaknya RKUHP Harusnya Melalui Rapat Terbuka
Terbaru

Keputusan Dibahas Tidaknya RKUHP Harusnya Melalui Rapat Terbuka

DPR terlihat ‘alergi’ dengan proses pembahasan dan terus berfokus pada ‘penyelesaian’.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Pengacara publik pada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta itu mengingatkan pemerintah dan DPR sebagai tim perumus RKUHP seharusnya membuka pembahasan secara menyeluruh. Bahkan memastikan partisipasi masyarakat secara bermakna sebagaimana amanat dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dapat dilaksanakan.  

Pasal 25 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah disahkan melalui UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Right menjamin setiap warga negara harus mempunyai hak dan kesempatan, tanpa pembedaan apapun. Serta tanpa pembatasan yang tidak beralasan untuk ikut dalam pelaksanaan urusan pemerintahan baik secara langsung atau melalui wakil-wakil yang dipilih secara bebas.

Sebelumnya, anggota Komisi III Benny Kabur Harman dalam rapat kerja antara pemerintah dan DPR sempat silang pendapat dengan sejumlah anggota dewan lainnya. Mulanya, dalam kesimpulan rapat poin dua menyebutkan, “Komisi III DPR dan pemerintah bersepakat untuk menyelesaikan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) khususnya terkait dengan 14 isu krusial RUU KUHP sebelum diserahkan ke pembicaraan ke tingkat selanjutnya sesuai dengan mekanisme ketentuan perundang-undangan”.

Namun, Benny khawatir tanpa ada kata ‘pembahasan’ berpotensi terjadinya penyelesaian tanpa lagi ada pembicaraan berupa pembahasan. Alhasil boleh jadi dapat langsung diboyong ke rapat Badan Musyawarah (Bamus) untuk diagendakan rapat paripurna pengambilan tingkat kedua. Tapi kekhawatiran Benny pun ditampik dari beberapa anggota dewan lainnya.

Wakil Ketua Komisi III Adies Kadir angkat bicara. Menurutnya, bila membuka ruang pembahasan menandakan draf RKUHP bakal dibahas ulang. Padahal mengacu pada periode 2014-2019, RKUHP sejatinya sudah rampung dibahas di tingkat pertama. Tapi memang terdapat 14 isu krusial yang perlu mendapat pendalaman lebih lanjut.

“Kalau ada bahas-membahas, yang mau dibahas apa, kita harus sepakat juga. Batang tubuh tidak kita ganggu lagi. Hanya penjelasan,” ujarnya.

Politisi Partai Golkar itu berpandangan kata “pembahasan” lebih tepat tak dimasukkan dalam kesimpulan rapat. Makanya cukup menggunakan kata “menyelesaikan”. Sebab, batang tubuh dalam RKUHP bersifat tetap, tapi masih bakal didiskusikan lebih lanjut. “Saya pikir cukup menggunakan ‘penyelesaian’ karena batang tubuh tetap,” kata dia.

Anggota Komisi III DPR lain Arsul Sani menilai kata “menyelesaikan” dalam kesimpulan rapat tak perlu diperdebatkan. Menurutnya, kata “menyelesaikan” apakah nantinya bakal melakukan pembahasan RKUHP terkait 14 isu krusial menjadi ranah di internal Komisi III. “Nanti kita perdebatkan dalam rapat internal,” katanya.

Menurutnya, makna “menyelesaikan” apakah nantinya bakal membuka ruang pembahasan terhadap isu-isu tertentu bergantung kesepakatan dalam rapat internal Komisi III.  Dia berpendapat dari penuturan pemerintah, terdapat dua pasal yang digugurkan tim penyusun RKUHP. Karenanya, di internal Komisi III pun tentu bakal membahas dua pasal tersebut untuk kemudian memutuskan DPR setuju atau sebaliknya.

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) itu tak memungkiri adanya banyak masukan masyarakat terkait dengan reformulasi pasal, tapi bukan tentang politik hukum dan substansi pasal. Karena itulah sedikit banyak bakal terdapat pembahasan masukan dari masyarakat. “Tapi nanti akan kita perdebatkan dalam rapat internal komisi III. Jadi usul saya menyelesaikan saja sudah,” ujar politisi Partai Persatuan Pembangunan itu.

Tags:

Berita Terkait