Ketua MPR: Bank Tanah Instrumen Menjamin Ketersediaan Lahan
Terbaru

Ketua MPR: Bank Tanah Instrumen Menjamin Ketersediaan Lahan

Memiliki urgensi di tengah intensitas kebutuhan tanah yang diperuntukan bagi pembangunan yang terus meningkat. Tapi, persoalannya ketersediaan tanah semakin terbatas serta harga tanah yang terus meningkat.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

“Di samping itu, kehadiran Bank Tanah juga ‘dicurigai’ sebagai bagian dari agenda liberalisasi tanah di Indonesia, di mana orientasi keadilan sosial dalam pengelolaan agraria, dikesampingkan oleh sahwat ekonomi dengan menjadikan tanah sebagai sebuah komoditas,” ujarnya.

Namun, politisi Partai Golkar itu menegaskan prinsipnya kehadiran bank tanah mesti menjadi bagian solusi dalam menjawab berbagai persoalan agraria, bukan malah menambah persoalan baru. Karena itulah diperlukan sinergi dan keseimbangan dalam pengelolaan agraria sebagai penopang kebutuhan dasar rakyat, sebagai sumber perekonomian rakyat, maupun sebagai aset investasi pembangunan yang potensial.

Ia mengingatkan Indonesia sebagai negara agraris keberpihakan negara terhadap kepentingan petani menjadi sebuah keniscayaan. Apalagi besarnya peran dan kontribusi sektor pertanian dalam menopang kedaulatan pangan. Tapi di lain sisi, dinamika dan perkembangan zaman, pengelolaan agraria dalam merespon peluang investasi yang dapat menopang pembangunan nasional mesti bermuara pada kepentinggan besar dan kesejahteraan rakyat.

Sebelumnya, Guru Besar Agraria, Fakultas Hukum (FH) Universitas Gajah Mada (UGM) Prof Maria SW Sumardjono berpandangan putusan MK yang menyatakan UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Kendati putusan MK menyatakan UU 11/2020 masih berlaku, tapi tak memiliki daya ikat. Menurutnya, bank tanah masuk dalam klaster pengadaan tanah yang masuk kategori kebijakan strategis. Malahan berdampak luas sebagaimana rumusan norma Pasal 4 UU 11/2020.

Dia menyarankan agar mempertimbangkan ulang gagasan tentang bank tanah yang bermasalah sedari awal. Menurutnya, lebih fokus pada tujuan mencapai ekonomi berkeadilan sosial. Karenanya, pemberlakuan PP No.64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah harus ditangguhkan dulu dan tidak menerbitkan Perpres baru terkait Badan Bank Tanah sesuai amar putusan MK.

Dekan Fakultas Hukum UGM periode 1991–1997 itu menyarankan agar berpikir ulang tentang kedudukan dan fungsi HPL dengan segala implikasi hukumnya sesuai UU No.5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Menurutnya, perlu menelusuri kemungkinan untuk menjadikan hak atas tanah hanya dalam 2 kelompok. Yakni hak milik dan hak pakai sebagaimana pernah diusulkan dalam RUU tentang Sumber Daya Agraria Tahun 2004, serta melaksanakan TAP MPR No.IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Tags:

Berita Terkait