Koalisi Masyarakat Sipil Catat 94,8 Persen Lahan Dikuasai Korporasi
Terbaru

Koalisi Masyarakat Sipil Catat 94,8 Persen Lahan Dikuasai Korporasi

Dari 53 juta hektar penguasaan/pengusahaan lahan yang diberikan pemerintah, hanya 2,7 juta hektar yang diperuntukan bagi rakyat. Sisanya 94,8 persen untuk korporasi. Auriga dan Walhi merekomendasikan pemerintah 4 hal.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

“Sampai saat ini HGU sawit tercatat setidaknya 7,4 juta hektar perkebunan sawit,” ujarnya.

Konsesi sektor tambang per Juli 2022 seluas 10 juta hektare. Lebih dari seperlima (21%) konsesi tambang tersebut dimiliki 10 grup usaha. Perusahan milik BUMN melalui PT Timah dan PT Antam merupakan 2 grup teratas yang menguasi hampir sejuta hektar izin pertambangan.

Dari berbagai konsesi lahan yang diberikan kepada korporasi itu, Hadi mengatakan ketidakmampuan pemerintah mengelola pemberian izin konsesi atau ketidakmauan memberi batasan penguasaan lahan menyebabkan ada grup usaha yang menguasai lahan pada lintas sektor. Misalnya, grup usaha SM menguasai lahan melalui konsesi hutan, tambang, sawit yang totalnya lebih dari 3 juta hektar.

Sebaliknya, konsesi lahan yang diberikan kepada rakyat relatif sangat kecil dibandingkan konsesi yang dikantongi badan usaha. Konsesi itu berupa wilayah kelola rakyat (WKR) seperti perhutanan sosial yang diterbitkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Sampai saat ini perhutanan sosial baru mencapai 3 juta hektar. Padahal Presiden Joko Widodo menjanjikan 12,7 juta hektar perhutanan sosial dan 4,9 juta hektar tanah obyek reforma agraria (TORA).

“Hingga saat ini perhutanan sosial tercatat seluas 3 juta hektar, termasuk 2,9 juta hektar yang diterbitkan era presiden Jokowi,” urai Hadi.

Hadi mencatat ketimpangan penguasaan lahan antara korporasi dan masyarakat bisa dilihat pada 6 wilayah kepulauan besar di Indonesia. Misalnya di Pulau Sumatera wilayah konsesi korporasi mencapai 11,9 juta hektar dan rakyat hanya mengelola 910 ribu hektar. Korporasi di Kalimantan memiliki 24,7 juta hektar dan rakyat hanya 1 juta hektar.

Sulawesi ada 2,2 juta hektar konsesi untuk korporasi dan rakyat hanya 342 ribu hektar. Kepulauan Maluku tercatat 2,2 juta lahan konsesi dimiliki korporasi dan rakyat hanya 227 ribu hektar. Gabungan Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat/Timur memiliki 682 ribu lahan konsesi untuk korporasi, dan masyarakat hanya 60 ribu lahan.

“Dari 53 juta hektare pengusaan/pengusahaan lahan yang diberikan pemerintah, hanya 2,7 juta hektare yang diperuntukan bagi rakyat, tapi 94,8 persen untuk korporasi,” tegas Hadi.

Auriga dan Walhi merekomendasikan pemerintah setidaknya 4 hal. Pertama, pemerintah harus mempercepat pengakuan serta memperkuat perlindungan Wilayah Kelola Rakyat yang selama ini berkonflik dengan perusahaan maupun negara (kawasan hutan) melalui skema yang ada (Perhutanan Sosial, TORA, pengakuan Hutan Adat, dan enclave).

Kedua, pemerintah segera melakukan evaluasi dan pencabutan izin perusahaan-perusahaan yang selama ini berkonflik dengan rakyat serta perusahaan yang melakukan kejahatan terhadap lingkungan. Ketiga, pemerintah perlu menerbitkan kebijakan stop perizinan baru (perkebunan, pertambangan dan sektor kehutanan) di seluruh wilayah yurisdiksi Indonesia. Keempat, membatalkan UU Cipta Kerja serta aturan turunannya yang akan menjadi legitimasi hukum penerbitan izin dan investasi yang masif di Indonesia.

Tags:

Berita Terkait