Komnas HAM Temukan Pelanggaran atas Proses Asesmen TWK di KPK
Utama

Komnas HAM Temukan Pelanggaran atas Proses Asesmen TWK di KPK

Komnas HAM menduga ada upaya penyingkiran terhadap pegawai tertentu dengan latar belakang tertentu.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 7 Menit
Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam (kemeja biru) menerima berkas pengaduan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) beberapa waktu lalu. Foto: RES
Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam (kemeja biru) menerima berkas pengaduan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) beberapa waktu lalu. Foto: RES

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyampaikan fakta temuan atas pengaduan perwakilan Wadah Pegawai KPK (WP-KPK), Yudi Purnomo dkk didampingi kuasa hukumnya Asfinawati dkk, terkait permasalahan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dalam proses alih status pegawai KPK sehingga berdampak pada 75 orang pegawai yang berstatus Tidak Memenuhi Syarat (TMS).

Menindaklanjuti pengaduan tersebut, Komnas HAM telah membentuk tim dan melakukan serangkaian proses pemantauan dan penyelidikan sebagaimana mandat Pasal 89 UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dalam kurun waktu 25 Mei-15 Agustus 2021. Dalam penyelidikan tersebut, Komnas HAM mendapat keterangan dari berbagai pihak mulai dari pengadu, pegawai KPK, pimpinan KPK, BKN, Dinas Psikologi AD serta para ahli.

Dalam jumpa pers, Senin (16/8), Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik, menyatakan Komnas HAM menemukan fakta proses alih status Pegawai KPK menjadi ASN melalui Asesmen TWK hingga pelantikan pada 1 Juni 2021, diduga kuat sebagai bentuk penyingkiran terhadap pegawai tertentu dengan latar belakang tertentu, khususnya mereka yang terstigma atau terlabel Taliban.

Komnas HAM menilai pelabelan atau stigmatisasi Taliban terhadap Pegawai KPK yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, baik faktual maupun hukum adalah bentuk pelanggaran HAM. “Pelabelan Taliban di dalam internal KPK sengaja dikembangkan dan dilekatkan kepada pegawai KPK dengan latar belakang tertentu sebagai bagian dari identitas maupun praktik keagamaan tertentu,” jelas Ahmad. (Baca: Menagih Sikap Presiden Terhadap Hasil LAHP Ombudsman Soal TWK Pegawai KPK)

Komnas HAM berpendapat nyatanya stigma atau label tersebut sangat erat kaitannya dengan aktivitas kerja profesional pegawai KPK. Tidak hanya itu, label ini juga melekat pada pegawai KPK yang tidak bisa dikendalikan. Padahal, karakter kelembagaan KPK atau internal KPK merujuk pada kode etik lembaga justru memberikan ruang untuk bersikap kritis dalam melakukan kontrol internal maupun kerja-kerja penegakan hukum dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Kemudian, Komnas HAM juga menemukan telah terjadi pembebastugasan Pegawai KPK yang mengarah pada pemutusan hubungan kerja (PHK) melalui alih status dalam asesmen TWK. Penggunaan stigma dan label Taliban menjadi basis dasar pembebastugasan yang mengarah pada PHK melalui proses alih status pegawai KPK menjadi ASN nyata terjadi. Hal ini terlihat dari perubahan mandat dan substansi alih status dari pengangkatan menjadi pengalihan hingga akhirnya disepakati menjadi asesmen atau seleksi dalam dinamika diskursus pembentukan Perkom KPK No. 1 Tahun 2021 yang menjadi pedoman tata cara pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN. (Baca: Setelah KPK, BKN Juga Tolak Temuan Ombudsman)

Menurut Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM, Amiruddin, kebijakan tersebut bertujuan menyingkirkan atau menyaring pegawai dengan label dan stigma dimaksud mulai dari proses perencanaan (membentuk Perkom, kerja sama dengan BKN, pembiayaan, menentukan metode, pihak yang terlibat dan asesor asesmen, hingga menyusun jadwal pelaksanaan).

Tags:

Berita Terkait