Konflik Organisasi Advokat Indonesia, Tradisi Tiada Akhir Warisan Leluhur
Feature

Konflik Organisasi Advokat Indonesia, Tradisi Tiada Akhir Warisan Leluhur

Sejak tahun 1970-an, 1980-an, 1990-an, hingga 2000-an. Masih terus berlanjut.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 8 Menit

Dan Lev menilai Mr.Besar telah berhasil dalam merintis karier profesi advokat bagi kalangan orang Indonesia. Ia memantapkan jalan sejumlah rekannya di Leiden ikut berpraktik advokat antara lain Sartono, Sastro Mulyono, Suyudi, dan Ali Sastro Amidjojo.

Advokat Indonesia generasi awal yang juga penting disebut adalah Mr.Iskaq Tjokroadisurjo. Mr.Iskaq lahir tahun 1896, tercatat sebagai advokat Indonesia yang gesit merintis cabang di berbagai kota melampaui Mr.Besar. Ia adalah pendiri kantor advokat Indonesia pertama di Jakarta, lalu melakukan ekspansi mendirikan kantor-kantor di Bandung, Surabaya, Makassar, dan Manado.

Dan Lev mengatakan kantor-kantor hukum Mr.Besar dan Mr.Iskaq adalah yang paling besar kala itu. Namun, jumlah advokat yang bekerja di sana tidak lebih dari 6 hingga 7 orang. Para advokat Indonesia ini tidak bisa diterima membaur dengan kalangan advokat Belanda yang sudah lama ada. “Banyak advokat Belanda menganggap mereka sebagai ancaman dalam persaingan,” kata Dan Lev.

Sebuah dokumen sejarah bahkan menunjukkan ada permusuhan tersembunyi. Terungkap surat menyurat di kalangan advokat Belanda agar tidak bekerja sama, apalagi memberi pekerjaan pada advokat Indonesia. Diskriminasi ini tidak hanya dialami advokat Indonesia, tapi juga advokat keturunan Cina saat itu. Saat itu advokat Indonesia dan keturunan Cina tersingkir dari komunitas organisasi advokat yang ada.

Laporan riset PSHK menyebut organisasi advokat sebenarnya sudah ada di kota-kota besar sebelum kehadiran Mr.Besar. Tentu saja keanggotaannya hanya untuk advokat Belanda. Organisasi itu dikenal dengan nama Balie van Advocaten. Justru, pokrol Indonesia yang lebih dulu berhimpun membentuk organisasi tahun 1927 dengan nama Persatuan Pengacara Indonesia/PERPI di Surabaya.

Perlu dicatat bahwa pokrol tidak sama dengan advokat. Mereka bukan sarjana hukum bergelar Meester in de Rechten. Eksistensi pokrol muncul di pengadilan sebagai kuasa dari pihak berperkara. Kehadiran mereka menjadi alternatif yang diizinkan pengadilan kolonial Belanda selain jasa advokat.

Istilah pokrol pada mulanya berasal dari procureur yaitu istilah Belanda untuk kuasa hukum perdata. Pengetahuan hukum tidak diperoleh pokrol dari pendidikan formal, tapi mereka diizinkan berpraktik di pengadilan. Kalangan pokrol ini lebih suka menyebut diri mereka sebagai pengacara. Itu sebabnya mereka menggunakan nama pengacara saat mendirikan PERPI.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait