Konstitusionalisme Digital
Kolom

Konstitusionalisme Digital

Teknologi digital membawa deretan dampak bagi keseimbangan ekosistem konstitusional.

Bacaan 5 Menit
Fajar Laksono. Foto: RES
Fajar Laksono. Foto: RES

Transformasi teknologi digital telah menjadi bagian integral dari arsitektur masyarakat kontemporer. Betapapun penggunaan teknologi digital itu selalu mengandung dua kemungkinan simultan, konstruktif atau destruktif. Di satu sisi, mempermudah dan memperkuat kesempatan seluruh warga untuk memperoleh dan menikmati hak-hak dasar. Di sisi lain, mencipta ancaman baru terhadap hak-hak dasar itu sendiri. Semakin sering kita mengakses piranti digital, semakin meninggi risiko yang mungkin dialami. Misalnya, risiko dari pemrosesan data pribadi yang difasilitasi perangkat digital berupa kebocoran data pribadi, seperti doxing.

Meneropong dari lensa konstitusi, momen transformasi teknologi digital merupakan fenomena sangat menarik. Dari sini, transformasi teknologi digital secara faktual telah mempengaruhi tatanan hukum di negara-negara demokrasi konstitusional. Eduardo Celeste (2019) menyebut masyarakat kontemporer tengah mengalami ‘momen konstitusional’ imbas gencarnya teknologi digital dan dampak disrupsinya terhadap kehidupan.

Momen ini, kata Celeste, bukan dalam pengertian pergolakan yang mengancam prinsip, ciri, atau identitas konstitusi negara. Melainkan, karena pengaruh teknologi digital terhadap keseimbangan ekosistem konstitusional (constitutional equilibrium). Fenomena ini perlu dicermati dan menuntut tanggung jawab para ilmuwan konstitusi, utamanya untuk membaca dan menganalisis secara berbeda momen konstitusional yang tengah berlangsung.

Baca juga:

Memengaruhi Konstitusional Ekuilibrium

Keseimbangan konstitusional diartikan sebagai kondisi ideal dari tatanan hukum konstitusi suatu negara. Kondisi ideal itu umumnya mencakup dipenuhinya dua aspek yang merepresentasikan fungsi dasar konstitusi, yaitu (1) perlindungan hak-hak dasar warga negara; dan (2) pembatasan kekuasaan penyelenggaraan negara, antara lain melalui penegakan nilai-nilai dasarnya, seperti demokrasi, perlindungan HAM, dan supremasi hukum.

Teknologi digital membawa deretan dampak bagi keseimbangan ekosistem konstitusional. Salah satu di antaranya ialah pengaruh terhadap keseimbangan kekuasaan (power balancing) menurut tatanan konstitusional ‘klasik’. Kekuasaan dipahami sebagai kemampuan satu pihak untuk mengarahkan perilaku pihak lain.

Dalam konteks ini, perusahaan-perusahaan swasta raksasa (tech corporations) yang memproduksi, memiliki, menjual, mengkomersilkan, dan mengelola produk serta layanan teknologi digital, yang berkaitan dengan platform media sosial, maha data, kecerdasan buatan, atau teknologi seluler, yang banyak berkantor di Silicon Valley, hadir ke dalam skenario konstitusional sebagai aktor kekuasaan baru non-negara. Kini mereka berdiri di samping negara, satu institusi yang selalu dipahami sebagai aktor kekuasaan utama dalam term konstitusionalisme ‘klasik’.

Tags:

Berita Terkait