Kontroversi Kedaulatan Udara: Complete and Exclusive Sovereignty
Kolom

Kontroversi Kedaulatan Udara: Complete and Exclusive Sovereignty

​​​​​​​Tindakan Pemerintah Indonesia terhadap Ethiopian Airlines bukanlah tindakan pelanggaran, bahkan memiliki justifikasi dalam Hukum Internasional.

Bacaan 2 Menit

 

Indonesia sebagai salah satu negara peserta Chicago Convention 1944 memiliki hukum nasional yang mengatur mengenai penerbangan yaitu melalui UU No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. UU ini merupakan pengganti dari undang-undang sebelumnya yaitu UU No 15 Tahun 1992. UU Penerbangan Indonesia mengenai kegiatan angkutan udara yang terdiri atas angkutan udara niaga dan angkutan udara bukan niaga. Angkutan udara niaga yang diatur dalam undang-undang penerbangan ini mengatur angkutan udara dalam negeri dan angkutan udara niaga luar negeri. Hal ini diatur dalam Pasal 83 UU Penerbangan 2009.

 

Indonesia termasuk salah satu negara yang mengatur dan memberikan batasan hak terhadap penerbangan tidak berjadwal luar negeri atau yang dalam undang-undang ini diatur sebagai angkutan udara niaga tidak berjadwal. Terkait dengan angkutan udara niaga ini diatur dalam Pasal 93 UU Penerbangan yaitu bahwa undang-undang mengatur bahwa kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal luar negeri yang dilakukan oleh badan usaha angkutan udara niaga asing wajib mendapatkan persetujuan terbang oleh Menteri.

 

Lebih lanjut, terkait dengan pengamanan wilayah udara Indonesia, Pemerintah Indonesia mengaturnya dalam PP No 4 Tahun 2018 Tentang Pengamanan Wilayah Republik Indonesia, khususnya terkait dengan pesawat udara sipil asing tidak berjadwal peraturan pemerintah ini mengatur bahwa terhadap pesawat tersebut harus memiliki izin diplomatik (diplomatic clearance), izin keamanan (security clearance) dan persetujuan terbang (flight clearance) dan terhadap pesawat udara yang tidak memiliki izin hal tersebut merupakan pelanggaran.

 

Terkait dengan kasus dugaan pelanggaran wilayah kedaulatan udara yang dilakukan pesawat udara Ethiopian Airlines yang memasuki wilayah Republik Indonesia, walaupun penerbangan tersebut merupakan penerbangan tidak berjadwal dan tunduk pada Pasal 5 Chicago Convention 1944 namun implementasi dari pasal tersebut harus memperhatikan implementasi ketentuan lain dari Chicago Convention 1944 dengan menghormati kedaulatan udara suatu negara yang sudah merupakan prinsip yang diakui secara internasional.

 

Sehingga tindakan Pemerintah Indonesia yang menggiring pesawat tersebut untuk mendarat dengan dugaan memasuki wilayah Republik Indonesia tanpa izin merupakan suatu bukti implementasi kedaulatan Indonesia terhadap ruang udara yang bersifat complete dan exclusive. Tindakan Pemerintah Indonesia terhadap Ethiopian Airlines bukanlah tindakan pelanggaran, bahkan memiliki justifikasi dalam Hukum Internasional.

 

*)Prita Amalia, SH., MH adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

 

Catatan Redaksi:

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline

Tags:

Berita Terkait