KPA: Sepanjang 2022 Terjadi 212 'Letusan' Konflik Agraria
Catahu 2022

KPA: Sepanjang 2022 Terjadi 212 'Letusan' Konflik Agraria

Periode 2021-2022 tren konflik agraria semakin meningkat. Konflik paling banyak berada di sektor perkebunan dan infrastruktur.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

“Fakta di lapangan membuktikan bisnis raksasa sawit oleh konglomerasi sawit nasional-asing sudah mengakibatkan dampak sosial, ekonomi, budaya dan politik yang diderita masyarakat,” bebernya.

Konflik agraria paling banyak kedua teriadi di sektor infrastruktur dengan 32 ‘letusan’ konflik meliputi luas mencapai 176.093 hektar dan berdampak pada 27.223 KK. Dewi menyebut konflik agraria di sektor infrastruktur didominasi oleh proyek-proyek pembangunan infrastruktur penunjang pariwisata dan bendungan sebanyak 5 kasus, jalan tol dan pembangkit listrik 4 kasus, pembangunan jalan, pelabuhan dan fasilitas umum 3 kasus.

Letusan konflik agraria akibat pembangunan infrastruktur sebagian besar tersebar di provinsi Jawa Barat dan Kalimantan Timur dengan masing-masing 5 kasus. Selanjutnya NTT dan Jawa Tengah masing-masing 4 kasus. Dewi memberi contoh di Kalimantan Timur konflik terjadi karena proyek pembangunan IKN beserta proyek infrastrutktur penunjangnya, seperti Tol Balikpapan-Samarinda dan pembangunan Bendungan Sepaku Semoi.

Bergeser ke NTT, ‘letusan’ konflik terjadi akibat pembangunan Waduk Lambo. Lalu, infrastruktur penunjang Kawasan Pariwisata Labuan Bajo, seperti pembukaan jalan menuju kawasan serta kebijakan Gubernur NTT, Viktor Laiskodat yang berencana menaikkan harga tiket masuk ke kawasan tersebut.

“Di Kabupaten Nagakeo, konflik ‘meletus’ akibat rencana pemerintah membangun Waduk Lambo yang merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN),” papar Dewi.

Jawa Tengah juga tak luput dari konflik agraria di sektor infrastruktur. Dewi mencatat antara lain pembangunan Bendungan Bener. Kemudian pembangunan tol Demak-Semarang menyebabkan konflik di Karang Tengah, Demak.

Dirjen Penanganan Masalah Agraria Penataan Tanah dan Ruang Kementerian ATR/BPN, RB Agus Widjajanto, mengatakan ketimpangan penguasaan tanah menjadi salah satu akar masalah konflik agraria. Selain itu beragamnya hukum pertanahan sejak masa sebelum Indonesia merdeka mewariskan persoalan agraria. “Berbagai akar masalah ini yang harus kita atasi,” katanya.

Kementerian ATR/BPN secara internal juga terus berbenah untuk memberikan layanan terbaik bagi masyarakat. Agus menyebut lembaganya memiliki tugas dan fungsi yang sangat besar, tapi kewenangannya tergolong kecil. Secara umum penyelesaian sengketa relatif lebih mudah diselesaikan ketimbang konflik agraria. Biasanya sengketa hanya terkait soal regulasi dan aturan hukum. Berbeda dengan konflik yang dimensinya lebih luas karena bisa meliputi hukum administrasi, perdata, tata usaha negara, pidana, bahkan hukum internasional.

“Selain itu, terkait persoalan sosial, politik, dan keamanan,” imbuhnya.

Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro, mengamini data yang dipaparkan KPA dalam Catahu 2022. Komnas HAM sendiri sepanjang tahun 2022 menerima lebih dari 3.000 pengaduan masyarakat dimana terkait agraria ada lebih dari 300 kasus. “Kasus agraria paling banyak kedua yang dilaporkan masyarakat ke Komnas HAM,” bebernya.

Tags:

Berita Terkait