KPK Setorkan Rp10 miliar ke Kas Negara dari Hasil Eksekusi Politisi Golkar
Berita

KPK Setorkan Rp10 miliar ke Kas Negara dari Hasil Eksekusi Politisi Golkar

Menurut catatan ICW, pengembalian keuangan negara masih kurang dari 10 persen.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Bowo Sidik Pangarso. Foto: RES
Bowo Sidik Pangarso. Foto: RES

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemulihan aset hasil tindak pidana korupsi dengan menyetorkan ke kas negara sejumlah uang yang telah terbukti hasil tindak pidana. Penyetoran ke kas negara itu dilaksanakan Andry Prihandono, jaksa eksekusi KPK, sebagaimana putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 81/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Jkt.Pst tanggal 04 Desember 2019 atas nama terdakwa Bowo Sidik Pangarso.

Total uang yang disetorkan ke kas negara lebih dari Rp10 miliar, belum termasuk dua jenis mata uang asing. “Adapun penyetoran uang tersebut sebagai berikut: Rp1,85 miliar disetorkan tanggal 22 Januari 2020; Rp8,574,031 miliar dan Sin$1060 serta AS$50 disetorkan ke kas negara 24 April 2020, sehingga total keseluruhannya sebesar Rp10,4 miliar dan Sin$1060, serta AS$50,” Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menjelaskan, Sabtu (2/5).

Ditambahkan Ali, sebagaimana putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 81/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Jkt.Pst tanggal 04 Desember 2019 atas nama Terdakwa Bowo Sidik Pangarso, majelis hakim menetapkan seluruh barang bukti uang tersebut dirampas untuk negara.

Dalam amar, majelis hakim menjatuhkan hukuman 5 tahun dan denda Rp250 juta subsider 4 bulan kurungan kepada politisi Partai Golkar itu. Mantan anggota DPR itu terbukti menerima suap AS$163.733 dan Rp311 juta (bila dikurskan dan dijumlah sekitar Rp2,6 miliar lebih). Suap itu diterima dari Asty Winasty sebagai General Manager Komersial atau Chief Commercial Officer PT Humpus Transportasi Kimia (HTK) dan Taufik Agustono sebagai Direktur Utama PT HTK. Pemberian suap itu diterima Bowo melalui orang kepercayaannya bernama M Indung Andriani.

(Baca juga: Menerka Nasib Pemberi Gratifikasi Eks Anggota DPR).

Bowo juga diyakini bersalah menerima Rp300 juta dari Lamidi Jimat selaku Direktur Utama PT AIS. Jaksa menyebut Lamidi meminta bantuan Bowo menagihkan pembayaran utang. PT AIS memiliki piutang Rp2 miliar dari PT Djakarta Lloyd berupa pekerjaan jasa angkutan dan pengadaan BBM. Selain itu, jaksa mengatakan, Bowo Sidik menerima gratifikasi Sin$700 ribu dan Rp600 juta (sekitar Rp7,7 miliar). Penerimaan gratifikasi tersebut berkaitan pengurusan anggaran di DPR hingga Munas Partai Golkar.

KPK berkomitmen dalam setiap penyelesaian perkara akan terus memaksimalkan upaya pemulihan asset untuk negara dari hasil korupsi baik melalui tuntutan uang pengganti maupun perampasan asset hasil Tipikor melalui penyelesaian perkara TPPU,” terang Ali.

Dalam Surat Edaran KPK No. 04 Tahun 2020 tentang Arah Kebijakan Umum KPK 2020, yang ditujukan kepada seluruh Deputi, Sekretaris Jenderal, Direktur, Kepala Biro dan Koordinator Unit Kerja lainnya, pemulihan aset merupakan salah satu faktor penguatan sistem anti korupsi Bersama dengan penguatan implementasi Strategi Nasional Pencegahan Korupsi.

Selain itu upaya pemulihan aset ada pada poin pertama arah kebijakan pimpinan KPK dalam bidang penindakan dengan mengedepankan optimalisasi mekanisme pemulihan dan pengelolaan aset dengan indikator kinerja tiga indikator kinerja. Pertama penanganan perkara melalui case building, kedua penyelesaian perkara dengan mengoptimalkan TPPU, ketika penyelesaian tunggakan kasus dan perkara. ““Pengelolaan aset, benda sitaan dan barang rampasan negara,” bunyi angka keempat.

Dari catatan KPK pada rentang waktu 2014 hingga awal Maret 2019, lembaga antirasuah ini telah memulihkan aset dari perkara korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sekitar Rp 1,69 triliun. Angka tersebut merupakan gabungan dari hasil pembayaran denda, uang pengganti maupun barang rampasan dari pelaku korupsi.

Berdasarkan data hasil asset recovery, KPK berhasil mengumpulkan total Rp107 miliar dari berbagai kasus tindak pidana korupsi pada 2014 dan meningkat tahun 2015 sebesar Rp193 miliar. Selanjutnya, pada tahun 2016 mencapai Rp335 miliar, tahun 2017 sejumlah Rp342 miliar, dan tahun 2018 berhasil disetorkan ke kas negara Rp600 miliar.

"Di tahun 2019 saja, sebelumnya sekitar Rp110 miliar dapat dihitung sebagai asset recovery dari penanganan perkara korupsi dan TPPU yang dilakukan KPK," kata Febri Diansyah yang ketika itu merupakan Juru Bicara KPK di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (5/3/2019).

Pria yang kini menjabat Kabiro Humas ini menyatakan bahwa pada 2019 saja sekitar Rp110 miliar dapat dihitung sebagai atau pemulihan aset dari penanganan perkara korupsi dan TPPU yang dilakukan KPK. Kemudian dalam rentang waktu tak jauh berbeda pihaknya  juga telah menyerahkan menyerahkan satu unit tanah dan bangunan di Pontianak, Kalimantan Barat kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Pontianak.

Tanah dan bangunan itu merupakan barang rampasan dari perkara korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar. Adapun tanah dan bangunan tersebut bernilai sekitar Rp764,5 juta dengan rincian luas tanah 305 meter persegi dan luas bangunan 133 meter persegi.

Baru 10 persen

Sementara Indonesia Corrption Watch (ICW) menilai  pada dasarnya kombinasi efektif untuk memberikan efek jera maksimal bagi pelaku korupsi adalah pemidanaan penjara maksimal disertai dengan pengembalian aset kejahatan. Terlebih lagi bagaimana penegak hukum dan Hakim menggunakan regulasi anti pencucian uang.

Dari pantuan ICW sepanjang tahun 2019 kerugian negara yang timbul akibat praktik korupsi sebanyak Rp12.002.548.977.762 atau sekitar Rp12 triliun. Sedangkan putusan hakim yang menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti hanya Rp748.163.509.055 atau hanya sekitar Rp748 miliar, sehingga pengembalian keuangan negara masih jauh dari harapan.

“Praktis kurang dari 10 persen keuangan negara yang hanya mampu dikembalikan melalui putusan di berbagai tingkat Pengadilan. Begitu pula ketika membahas tentang implementasi regulasi anti pencucian uang, setidaknya data ICW mencatat hanya 8 terdakwa yang dikenakan UU No. 8 Tahun 2010 tersebut,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana.

Padahal keterkaitan antara kejahatan korupsi dengan pencucian uang sangat erat, baik dari segi yuridis maupun sosiologis. Dari segi yuridis korupsi merupakan salah satu predicate crime yang diatur dalam Pasal 3 UU Pemberantasan TPPU dan dari segi sosiologis pelaku kejahatan sudah barang tentu akan menyembunyikan atau mengalihkan hasil kejahatan dalam bentuk apa pun.

Pengenaan UU Pemberantasan TPPU kepada terdakwa terbukti dapat menghasilkan putusan yang beriorientasi pada pemiskinan pelaku korupsi. Misalnya pada perkara yang menjerat mantan Bupati Lampung Selatan, Zainudin Hasan, pada putusannya majelis hakim mewajibkan yang bersangkutan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp66,7 miliar.

Tags:

Berita Terkait