KSPI Minta Kejaksaan Usut Tuntas Dugaan Korupsi di BPJS Ketenagakerjaan
Berita

KSPI Minta Kejaksaan Usut Tuntas Dugaan Korupsi di BPJS Ketenagakerjaan

KSPI menyoroti dugaan korupsi di BPJS Ketenagakerjaan, antisipasi ledakan PHK, dan menolak RPP klaster ketenagakerjaan UU Cipta Kerja.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Kantor Pusat BPJS Ketenagakerjaan. Foto: RES
Kantor Pusat BPJS Ketenagakerjaan. Foto: RES

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyoroti sedikitnya 3 isu yang berkaitan dengan perburuhan. Presiden KSPI, Said Iqbal, mengatakan isu pertama yang jadi perhatian yakni dugaan korupsi di BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp43 triliun. Prinsipnya, KSPI mengapresiasi langkah Kejaksaaan Agung, BPK dan lembaga lainnya yang mengusut dugaan korupsi tersebut.

Penuntasan kasus ini penting bagi KSPI karena BPJS Ketenagakerjaan mengelola dana buruh melalui 4 program jaminan sosial yakni Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM). “Kami mendukung Kejaksaan Agung mengusut tuntas dugaan korupsi BPJS Ketenagakerjaan. Ada dugaan salah kelola keuangan dan investasi pada saham dan reksa dana,” kata Iqbal dalam pers konferens secara daring, Rabu (10/2/2021). (Baca Juga: RPP Klaster Ketenagakerjaan Rampung, Begini Respons Pengusaha dan Serikat Pekerja)

Kendati mengapresiasi upaya Kejaksaan Agung, tapi Iqbal berharap proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan harus transparan. Sebab, dia melihat Kejaksaan Agung sudah memeriksa sejumlah pihak, tapi sampai saat ini kenapa belum ada satu pun penetapan tersangka. Iqbal tidak ingin perkara ini berujung mandek dengan alasan ini merupakan risiko investasi karena fluktuasi pasar.

Berkaca dari kasus Jiwasraya dan PT Asabri, Iqbal menilai sedikitnya ada 2 unsur yang menyebabkan kerugian dalam pengelolaan investasi yakni investasi bodong dan dugaan adanya pemberian komisi bagi pihak yang menempatkan investasi. Iqbal menghitung dana yang terhimpun dalam BPJS Ketenagakerjaan mencapai Rp486 triliun. Dari jumlah itu yang diinvestasikan sekitar 25 persen atau hampir Rp125 triliun. Jika dugaan korupsi itu Rp43 triliun, maka hampir 50 persen dana BPJS Ketenagakerjaan yang diinvestasikan itu bermasalah.

KSPI sudah melayangkan surat kepada sejumlah pihak, seperti Presiden Joko Widodo, DPR, dan Kejaksaan Agung agar serius menuntaskan dugaan kasus korupsi di BPJS Ketenagakerjaan itu. Iqbal mendesak DPR membentuk pansus guna menelusuri kasus tersebut.

Isu kedua yang menjadi perhatian KSPI yakni ledakan pemutusan hubungan kerja (PHK) seperti yang terjadi di sektor manufaktur termasuk industri baja. Dia menilai PHK yang terjadi di indsutri baja terkait maraknya impor baja dari luar negeri terutama China yang totalnya mencapai Rp106,8 triliun. Maraknya impor ini terkait kebijakan anti dumping dan larangan terbatas impor yang tidak terkendali. Iqbal mendesak Menteri perindustrian segera membenahi kebijakan ini.

“Dugaan kami banyak pengusaha yang mendapat kuota untuk mengimpor baja dalam jumlah besar. Hal ini mengancam industri baja nasional,” kata dia.

Persoalan ketiga yang disorot KSPI mengenai RPP klaster ketenagakerjaan. Intinya KSPI menolak RPP yang dilansir pemerintah. Misalnya, dalam RPP PKWT-PHK, Iqbal menguraikan UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja mengatur pesangon yang diberikan harus sesuai ketentuan. Karena itu, pesangon yang diberikan harus sesuai yang diatur UU Cipta Kerja. Tapi dalam RPP PKWT-PHK, Iqbal melihat pesangon yang diberikan bisa di bawah ketentuan yang diatur UU Cipta Kerja. Misalnya, perusahaan yang mengalami kerugian besaran pesangon sebesar 0,5 kali ketentuan Pasal 39 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 kali ketentuan Pasal 39 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai Pasal 39 ayat (4) UU Cipta Kerja.

Begitu pula RPP JKP, Iqbal melihat ada ketentuan yang mengatur tentang rekomposisi dari program JKK-JKM untuk JKP. Iqbal menilai hal tersebut merupakan subsidi silang antar program jaminan sosial. Jika sebagian dana JKK-JKM dialihkan untuk JKP, Iqbal khawatir manfaat program JKK dan JKM akan berkurang atau tidak bertambah. Dia mengusulkan agar pendanaan JKP diambil dari APBN (bukan dari dana JKK-JKM). Iqbal juga usul agar bantuan subsidi upah bagi buruh dilanjutkan untuk tahun 2021.

Wakil Ketua KSPI, Iswan Abdullah, menilai dugaan korupsi di BPJS Ketenagakerjaan ini terjadi karena direksi tidak berhati-hati dalam mengelola dana investasi. Mekanisme pengawasan yang dilakukan Dewan Pengawas (Dewas) tidak maksimal karena sejumlah regulasi tidak mendukung. “Dewas seharusnya dilibatkan terutama dalam mengelola investasi mulai dari perencanaan,” kata dia.

Iswan melihat selama ini Dewas hanya menerima laporan dari Direksi dan tidak mengetahui detail dimana mereka menginvestasikan dana BPJS Ketenagakerjaan. Membandingkan suku bunga yang diperoleh dari investasi oleh BPJS Ketenagakerjaan ketika masih bernama PT Jamsostek, Iswan menghitung jumlahnya lebih besar sampai 10 persen dibanding sekarang hanya 6 persen. Padahal total dana yang dikelola saat ini jauh lebih besar ketimbang sebelumnya ketika masih bernama PT Jamsostek.

“Saya menduga ada pihak yang menerima fee atau komisi, sehingga suku bunga investasi yang diperoleh BPJS Ketenagakerjaan tidak mencapai 10 persen,” katanya.

Dilansir sejumlah media, sebelumnya penyidik Kejaksaan Agung memeriksa dua pejabat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan pada Jumat (22/1/2021). Keduanya diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan keuangan dan investasi di perusahaan tersebut.

Dalam keterangannya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan saksi yang diperiksa yakni MKS selaku Direktur Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan dan EA selaku Direktur Keuangan BPJS Ketenagakerjaan. Leonard mengatakan, pemeriksaan saksi dilakukan dalam rangka mencari fakta hukum dan mengumpulkan alat bukti menyangkut kasus tersebut.

"Pemeriksaan saksi dilaksanakan dengan memperhatikan protokol kesehatan tentang pencegahan penularan Covid-19," kata dia.

Seperti diketahui, Kejagung mulai melakukan penyidikan terhadap kasus dugaan korupsi di BPJS Ketenagakerjaan. Pemeriksaan saksi telah dimulai sejak Selasa (19/1/2021). Jaksa penyidik juga telah menggeledah kantor pusat BPJS Ketenagakerjaan di Jakarta Selatan dan menyita sejumlah data dan dokumen pada Senin (18/1/2021) lalu. Sejauh ini, belum ada tersangka yang ditetapkan penyidik.

Tags:

Berita Terkait