Law Firm Ini Klaim Jadi yang Pertama Gunakan Generative AI
Utama

Law Firm Ini Klaim Jadi yang Pertama Gunakan Generative AI

Pemanfaatan AI di firma hukum tersebut dimaksudkan untuk mengoptimalkan pekerjaan dengan menghadirkan Harvey sebagai asisten hukum lawyer.

Ferinda K Fachri
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi foto: youtube.com
Ilustrasi foto: youtube.com

Hukumonline.com

Beberapa waktu lalu, dunia hukum digemparkan dengan penggunaan artificial intelligence bot (AI Robot) DoNotPay yang digadang bakal memberi nasihat kepada terdakwa untuk pertama kalinya di pengadilan Amerika Serikat (AS). Namun siapa sangka, kini firma hukum juga mulai menjamah penggunaan AI. Ialah Allen & Overy (A&O) yang mengklaim sebagai firma hukum pertama untuk menggunakan generative AI yang berbasis pada model OpenAI GPT yang dipanggil ‘Harvey’.

“Harvey telah diuji coba dalam versi beta oleh tim lawyer dan tim pengembang kami sejak November 2022. Pada akhir uji coba, sekitar 3.500 lawyer A&O telah mengajukan sekitar 40.000 pertanyaan kepada Harvey di dalam pekerjaan sehari-hari mereka,” ujar Partner Ginting & Reksodiputro in association with Allen & Overy, Sugianto Osman, kepada Hukumonline, Rabu (1/3/2023).

Baca Juga:

Untuk diketahui, Harvey merupakan platform AI yang inovatif dengan berbasis model terbaru OpenAI yang ditingkatkan untuk pekerjaan hukum. Didanai OpenAI Startup Fund, Harvey secara spesifik didesain untuk menangani masalah hukum. “Harvey bukan hanya sebuah platform, tetapi juga sebuah perubahan besar untuk meningkatkan dan mentransformasi layanan hukum,” lanjutnya.

Dibangun atas model terbaru OpenAI dengan data yang ditargetkan terhadap industri hukum serta menerapkan teknik pelatihan khusus, Harvey mempergunakan kecerdasan buatan generatif yang didasari versi ditingkatkan dari model GPT revolusioner OpenAI. Pihak law firm mengaku terus menggali kemampuan Harvey.

“Meskipun masih dalam tahap awal, kami berkomitmen untuk menggali kemampuan sebenarnya dari Harvey, terutama terkait dengan tugas-tugas yang menghabiskan banyak waktu. Platform Harvey memungkinkan para lawyer kami untuk bekerja lebih efisien dan efektif, serta memberikan kami keunggulan kompetitif yang signifikan di pasar hukum,” ungkap alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) dan Leiden University itu.

Mempergunakan platofrm AI tercanggih dan komprehensif di bidang hukum, diyakini dapat menyajikan nasihat hukum yang tepat. Selain Harvey yang memang dirancang bagi industri hukum dan sebagai hasilnya mempunyai ragam cara menjamin kerahasiaan klien. Setidaknya, sambung Sugianto, Harvey tidak akan melakukan interaksi terhadap data klien sampai diyakini hal tersebut aman dilakukan.

Harvey mempergunakan proses bahasa natural, machine learning, dan data analitis untuk mendukung banyak aspek dalam pekerjaan lawyer. Termasuk dalam hal analisis kontrak, pekerjaan litigasi, dan analisis regulasi. Dengan fungsinya itu, Harvey memungkinkan firma hukum memberikan nasihat kepada klien menggunakan platform AI tercanggih di industri hukum. Dengan melakukan pengecekan cermat dan ditingkatkan oleh lawyer cemerlang di berbagai belahan dunia yang tergabung dalam jejaring A&O.

“Harvey akan memungkinkan kami untuk melengkapi dan meningkatkan pekerjaan yang kami lakukan. Ini bukanlah langkah untuk mengurangi biaya atau kualitas. Ia (Harvey) bertindak seperti asisten hukum berperforma tinggi, yang menangani masalah hukum dengan melakukan pencarian fakta awal, dan melakukan pekerjaan drafting awal (di mana tidak ada dokumen preseden). Kemudian lawyer kami dapat sempurnakan, edit, dan tingkatkan.”

Dengan kata lain, pemanfaatan AI di firma hukum tersebut dimaksudkan untuk mengoptimalkan pekerjaan dengan menghadirkan Harvey sebagai asisten hukum lawyer. “Kami tidak dapat mengandalkan semata-mata hasil dari Harvey untuk nasihat hukum, tetapi Harvey memungkinkan lawyer kami untuk dapat fokus pada hal-hal yang lebih kompleks,” kata dia.

Sebelumnya, dalam acara Instagram Live Hukumonline bertema “Bisakah Notaris Digantikan AI di Masa Depan?, Jum’at (24/2/2023) kemarin, Sekretaris Umum Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (INI) periode 2016-2022 Tri Firdaus Akbarsyah menyatakan, dirinya tidak melihat bahwa tugas notaris bisa digantikan oleh AI.

“Kenapa tidak ada, karena notaris itu menjamin keberadaan seseorang dan menjamin kewenangan seseorang. Secara moral dan kecerdasan notaris akan melihat yang berhadapan dengan dia adalah orang yang sesuai dengan kewenangan sebagai penghadap,” jelasnya.

Menurutnya, setiap kasus, perbuatan, dan akta yang dibuat oleh notaris tidak bisa digantikan oleh robot secara massal. Setiap kasus dari akta yang dibuat telah memiliki spesifikasi tersendiri yang membutuhkan pemikiran, etika, dan kejujuran.

“Saya melihat tidak ada peluang AI untuk menggantikan notaris. Setiap dokumen harus dilihat keasliannya, memang notaris tidak mempunyai kewenangan meneliti dokumen secara materiil tetapi kalau dokumen itu fotokopi yang menyerupai asli tetapi AI tidak bisa mendeteksinya, nah itu bahaya,” tegasnya.

Peran notaris sesuai dengan UU Jabatan Notaris adalah ditunjuk oleh negara membuat akta otentik. Notaris diberikan kewenangan membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.

Akta otentik ini berfungsi sebagai pegangan bagi para pihak, dalam Pasal 1868 KUHPerdata disebutkan kewenangan untuk pembuatan akta otentik dan bentuknya ditentukan oleh undang-undang dan dibuat di hadapan pejabat undang-undang yang berkuasa untuk itu.

“Peran notaris ini sangat besar dalam hukum perdata di Indonesia. Pemerintah memberi kewenangan kepada pejabat notaris untuk membuat akta otentik. Dengan adanya akta sebagai pegangan dari para pihak bahwa ketentuan yang di dalam perjanjian harus disepakati dan ditaati oleh kedua belah pihak, maka di situlah peran notaris,” imbuhnya.

Tags:

Berita Terkait