LBH Pers: UU PDP Rawan Jerat Aktivis dan Jurnalis
Utama

LBH Pers: UU PDP Rawan Jerat Aktivis dan Jurnalis

Karena Pasal 15 ayat (1) UU PDP tidak memberi pengecualian penggunaan data pribadi untuk kepentingan publik dari kalangan aktivis atau jurnalis. Sedang dipertimbangkan untuk diajukan uji materi di MK.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Narasumber diskusi bertema 'Pengesahan UU PDP: Babak Baru Perlindungan Data Digital', Kamis (22/9/2022). Foto: ADY
Narasumber diskusi bertema 'Pengesahan UU PDP: Babak Baru Perlindungan Data Digital', Kamis (22/9/2022). Foto: ADY

Disahkannya UU Pelindungan Data Pribadi (PDP) membawa harapan baru terhadap perlindungan data pribadi yang selama ini diatur dalam berbagai regulasi terpisah dan kerap menimbulkan masalah kebocoran data. Namun, ternyata beleid yang baru disahkan pada Selasa (20/9/2022) ini masih memuat ketentuan yang dinilai bakal menghambat kerja-kerja masyarakat sipil terutama kalangan aktivis dan jurnalis.

Misalnya, Assistant Publik Lawyer LBH Pers, Mustafa Layong menilai Pasal 15 ayat (1) UU PDP tidak memberi pengecualian penggunaan data pribadi untuk kepentingan publik, khususnya pemenuhan hak berekspresi dan mendapat data/informasi untuk kepentingan publik.

Hanya saja, pengecualian Pasal 15 ayat (1) UU PDP itu hanya untuk 5 hal. Pertama, kepentingan pertahanan dan keamanan nasional. Kedua, kepentingan proses penegakan hukum. Ketiga, kepentingan umum dalam rangka penyelenggaraan negara. Keempat, kepentingan pengawasan sektor jasa keuangan, moneter, sistem pembayaran, dan stabilitas sistem keuangan yang dilakukan dalam rangka penyelenggaraan negara. Kelima, kepentingan statistik dan penelitian ilmiah.

Baca Juga:

Menurutnya, ketentuan itu berpotensi menghambat kerja aktivis dan jurnalis yang selama ini kerap mengungkap kasus atau berkaitan dengan kejahatan. Mustafa mengatakan Pasal 4 ayat (2) UU PDP mengatur 7 jenis data pribadi yang bersifat spesifik yakni data dan informasi kesehatan; biometrik; genetika; catatan kejahatan; data anak; data keuangan pribadi; dan/atau data lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Rumusan pasal tersebut hanya untuk kepentingan negara. Bagaimana dengan aktivis dan jurnalis? Misalnya, aktivis atau jurnalis yang menelusuri rekam jejak pejabat. Ketentuan itu bisa menjadi delik untuk menjerat pidana jurnalis (dan aktivis, red),” kata Mustafa dalam diskusi bertema “Pengesahan UU PDP: Babak Baru Perlindungan Data Digital”, Kamis (22/9/2022).

Bagi Mustafa, Pasal 4 ayat (2) UU PDP bermasalah karena tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan frasa “catatan kejahatan”. Ketentuan itu dapat dimaknai sangat luas, sehingga yang dimaksud subjek data termasuk para pejabat publik.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait