Lika Liku Sunyinya Mencari Hakim Pengawas yang Sepi
LIPUTAN KHUSUS

Lika Liku Sunyinya Mencari Hakim Pengawas yang Sepi

Menelusuri dari satu pengadilan ke pengadilan lain di seluruh pelosok Indonesia untuk dikaderisasi. Integritas dan memiliki relijius yang tinggi menjadi modal menjadi hakim pengawas.

Tim Hukumonline
Bacaan 2 Menit
Mahkamah Agung telah jatuhkan hukuman disiplin terhadap delapan orang hakim. Foto: SGP
Mahkamah Agung telah jatuhkan hukuman disiplin terhadap delapan orang hakim. Foto: SGP
Hari itu raja siang bersinar garang. Ramai orang saling berbaur di sebuah kantin di sebuah pengadilan -sebut saja pengadilan A-. Di sebuah pojok kantin, nampak terlihat orang sedang berbincang dengan lawan bicaranya. Terlihat serius, namun santai. Siapa sangka, satu dari dua orang itu adalah Kepala Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung (MA) dengan seorang office boy di pengadilan tersebut.
Adalah Nugroho Setiadji. Pria berusia 56 tahun itu nampak berbaur layaknya masyarakat pada umumnya. Selain melakukan tugas pemeriksaan di sejumlah pengadilan, kedatangannya pun bersama dengan beberapa hakim pengawasan lainnya seraya mencari sosok hakim bersih. Itu pula yang dijalani hakim pengawas yang tergabung dalam Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung (MA). 
Tak saja melakukan pengawasan, hakim pengawas membidik hakim-hakim berintegritas dan memiliki karakter baik. Nugroho  menjadi bagian orang yang dibidik oleh senihornya untuk menjadi hakim pengawas. Nugroho banyak mendapat bimbingan dari dua senihornya yang notabene mantan Kepala Bawas. Yakni HM. Syarifudin -Hakim Agung dan Wakil Ketua MA bidang Yudisial- dan Sunarto -Hakim Agung-.
Bukan menjadi rahasia, hakim yang tergabung dalam Bawas bukan sembarang hakim. Menjadi hakim pengawas mesti melewati berbagai persyaratan. Antara lain tak ‘bermain perkara’ dan memiliki relijius yang tinggi. Mencari hakim pengawas yang bakal ditempatkan di Bawas MA memang terbilang sulit. Dari sekian ribuan hakim di sejumlah pengadilan di seluruh pelosok Indonesia, penelusuran jejak rekam mesti dilakukan secara hati-hati.  (Ikuti ISU HANGAT: Menapaki Sunyinya Jalan Hakim Pengawasan)
“Bawas ini secara diam-diam melakukan survei. Kami kalau datang ke pengadilan, misalnya pengadilan tingkat pertama, kami cari hakim-hakim yang punya integritas,” ujarnya saat berbincang dengan hukumonline, awal Agustus lalu.
Cara jitu yang digunakan Nugroho beserta hakim pengawas lainnya, yakni menjaring informasi dari lingkungan pengadilan. Biasanya, pengumpulan informasi dilakukan melalui wawancara tertutup. Misalnya, wawancara dengan office boy pengadilan. Seraya berbincang masalah kebersihan pengadilan, penggalian informasi terkait dengan hakim yang dibidik untuk menjadi hakim pengawas.
“Kami datang tidak dengan wajah garang, tapi santai. Kami ajak bercanda, akhirnya Kami bicara ngobrol-ngobrol dan mungkin sampai yang rahasia misalnya dengan orang kecil di kantin pengadilan. Itu kantin pengadilan sumber informasi mau baik atau buruk,” ujarnya.
Soal integritas dan tanggungjawab menjadi persyaratan utama yang dilontarkan dalam tanya jawab. Misalnya, apakah hakim bersangkutan ‘bermain perkara’ atau sebaliknya. Namun soal ketaatan dalam beribadah calon hakim yang dibidik, menjadi nilai plus di mata mantan hakim yang pernah bertugas di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan periode 2008-2010 ini.
“Saya biasa mancing dan bicara di kantin pengadilan. Saya tanya pesuruh (officeboy pengadilan, red). Kemudian, yang lebih membuat Kami yakin orang itu ibadahnya taat. Misalnya kalau sholat dzuhur di mushola pengadilan tepat waktu,” ujarnya. (Baca juga: Cerita Strategi ’Makelar Mobil’ Memergoki Hakim Nakal)
Penelusuran jejak rekam calon hakim pengawas tak berhenti. Hakim pengawas pun terus melakukan investigasi dengan mengumpulkan data. Jejak rekam ditelusuri di sejumlah pengadilan yang pernah menjadi tempat tugasnya. Nugroho pun berupaya mencari benar tidaknya integritas hakim yang dibidik. Caranya, dengan mencari tahu ke pihak Ketua Pengadilan yang pernah menjadi tempat hakim tersebut bertugas. Soalnya, pihak yang mengetahui integirtas seorang hakim adalah orang di sekelilingnya.
Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali mengamini pandangan Nugroho. Menjadi seorang hakim pengawas mesti memiliki integritas lebih. Modal utama yang mesti dipegang seorang hakim pengawas  selain memiliki tingkat relijius, adalah integritas. Hal tersebut berdampak pada proses pemeriksaan terhadap hakim yang diperiksa misalnya.
“Jadi dia harus berintegritas. Kalau melakukan pemeriksaa orang betul-betul bisa berwibawa melihat dia. Kalau dia pernah bersalah, nanti isebut orang kamu penah begitu juga,” ujarnya. “Satu lagi, agar terlihat wibawa hakim butuh sedikit sombong.”
Jembatan menapak karier
Bawas memang badan di MA tergolong baru, dibentuk pada 2004 silam. Kebanyakan orang memiliki cara pandang, hakim yang bertugas di bidang pengawasan sebagai ‘buangan’. Padahal seleksi menjadi hakim pengawasan cukup ketat. Bahkan hakim yang bertugas di pengawasan memiliki catatan baik dan integritas mumpuni.
Hatta Ali sebagai orang yang pernah menjabat sebagai Ketua Muda bidang Pengawasan ini optimis, Bawas sebagai tempat menapaki karier tinggi. Hatta Ali pun mampu mengubah cara pandang kebanyak orang. Ya, setidaknya hakim  di bidang pengawasan cenderung memiliki karier moncer. “Makanya di Bawas  saya seleksi betul,” ujarnya.  (Baca juga: Mandi Keringat di Badan Segala Urusan)
Nugroho menambahkan sempat meminta sosok hakim dari salah satu Direktorat Jenderal (Ditjen) di MA untuk ditempatkan di Bawas. Permintaan Nugroho tak dikabulkan. Sebab, sosok hakim yang diminta Nugroho merupakan aikon di Ditjen tersebut. Tak kehabisan cara, Nugroho pun melobi. “Gini lho,  kalau kalian punya aiko 3, maka kiriim 1 dong ke Kami. Karena Bawas ini bisa menjadi karier. Karier ini jalannya ada dua, lewat pengadilan dan lewat Bawas,” ujarnya.
Faktanya, bila hakim dari pengawasan yang mengikuti seleksi hakim agung cenderung dapat melewati seleksi serta uji kelayakan dan kepatutan di parlemen. Sebab, memasuki Bawas seorang hakim mesti melewati profile assessment. Dengan begitu, seorang hakim yang bertugas di pengwasan telah melewati penyaringan yang ketat. “Jadi di sini sudah terseleksi. Jadi itu bedanya kalau sudah masuk Bawas,” katanya.
Sederhana
Bagi kebanyakan publik, menilai sosok hakim banyak bergaya hidup mewah. Tapi pandangan itu ditepis. Tak semua hakim memiliki gaya hidup mewah. Hakim pengawas yang sudah menjadi bagian dan Bawas bakal melepaskan segala kemewahannya. Berbaur dengan masyarakat umum adalah bagian yang harus dijalani sebagai hakim pengawas. Hakim pengawas layaknya bukan seorang hakim, namun seperti pemeriksa dan penyelidik, bahkan penyidik.
Pola kerja seperti itu mengharuskan seorang hakim pengawas kerap melakukan berbagai hal untuk mendapatkan informasi. Termasuk melakukan penyamaran bila dibutuhkan. Hakim di Bawas, menurut Nugroho, mesti melepaskan fasilitas protokoler. Datang ke pengadilan tingkat satu di daerah, hakim pengawas tak dijemput. Malahan hakim pengawas cenderung mengeluarkan dana sesuai yang dianggarkan. (Baca juga: Sibuknya Bang Thoyib di Kantor Ci Luk Ba)
Ironisnya, kedatangan hakim Bawas acapkali disambut dengan wajah masam dari pihak pengadilan. Namun hal tersebut menjadi tantangan.  Meski demikian, hakim pengawas tetap ramah dan menebar senyum. Pasalnya hakim pengawas merupakan kepanjangan tangan dari Ketua MA agar menjadikan pengadilan di tingkat pertama menjadi lebih baik.
Hakim yang tergabung di Bawas, kata Nugroho, memiliki perlakuan sama. Bahkan perlakuan itu pun sama halnya dengan para staf di Bawas. Nugroho mengakui hal tersebut tidaklah mudah. Bila di pengadilan tingkat pertama misalnya, menjadi ketua pengadilan mendapatkan berbagai fasilitas. Namun di Bawas, perlakuan pun sama rata, dengan melepaskan protokoler. “Ini memang tidak mudah. Kalau hakim tinggi masuk sini, itu Kami indoktrinisasi. Hakim-hakim di sini lepas jabatan,” ujarnya.

Hukumonline.com
sumber: Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI 2015 
Tags:

Berita Terkait