Lima Alasan PSHK Tolak ‘Hidupkan’ GBHN Lewat Amandemen Konstitusi
Berita

Lima Alasan PSHK Tolak ‘Hidupkan’ GBHN Lewat Amandemen Konstitusi

Lima alasan itu harus menjadi catatan para elit partai politik baik yang sudah mendukung maupun belum bersikap.

Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit

 

Sebelumnya, sejumlah politisi di Senayan mengusulkan agar MPR menghidupkan kembali GBHN. Seperti, Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) MPR Saleh Partaonan Daulay mengusulkan MPR menghidupkan kembali GBHN. "GBHN ini memuat kisi-kisi arah pembangunan negara jangka panjang sebagai panduan arah pembangunan nasional yang berkesinambungan," kata Saleh Partaonan Daulay di Gedung Parlemen, Senin (12/8/2019) seperti dikutip Antara.

 

Menurutnya, setelah era reformasi dan setelah UUD 1945 diamandemen menjadi UUD 1945, GBHN dihapuskan, sehingga arah pembangunan negara hanya ditentukan berdasarkan visi misi presiden terpilih yang dirumuskan oleh Bappenas dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN).

 

Bahkan, dalam Kongres V PDI Perjuangan merekomendasikan agar MPR kembali diberikan kewenangan menetapkan GBHN. "Amandemen yang kita perlukan adalah amandemen yang bersifat terbatas, berkaitan GBHN," kata Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto seusai Kongres V PDIP, di Bali, Sabtu (10/8/2019).

 

PDIP menilai presiden tetap harus dipilih rakyat sebagai bentuk kedaulatan rakyat. Sebab, pemilihan presiden secara langsung memberi mandat yang sangat kuat bagi presiden terhadap legitimasi dan legalitasnya dengan jaminan masa jabatan lima tahun, kecuali melanggar konstitusi. Namun, terkait haluan negara, kata Hasto, diperlukan garis besar yang ditetapkan MPR sebagai representasi seluruh rakyat Indonesia.

 

Menurutnya, dengan adanya GBHN semuanya dibimbing oleh sebuah arah yakni bagaimana bangsa Indonesia maju dan dapat menjadi pemimpin diantara bangsa-bangsa maju. Meskipun demikian, kata Hasto, secara teknis rekomendasi terkait GBHN itu harus dibicarakan dengan para ketua umum partai politik. (ANT)

Tags:

Berita Terkait