Lima Putusan Judicial Review MA Sorotan Publik Sepanjang 2018
Lipsus Akhir Tahun 2018:

Lima Putusan Judicial Review MA Sorotan Publik Sepanjang 2018

Mulai larangan paralegal menangani perkara di pengadilan, mantan narapidana korupsi boleh nyaleg, hingga larangan pengurus parpol jadi anggota DPD.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

  1. MA Batalkan Aturan Ujian Pengangkatan Notaris

Lewat putusan MA No. 50/P.HUM/2018, MA mengabulkan uji materi Permenkumham No. 25 tahun 2017 tentang Ujian Pengangkatan Notaris dan Permenkumham No. 62 Tahun 2016 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris pada 20 September 2018. Kedua permenkumham yang mengatur proses/prosedur pengangkatan jabatan notaris ini dinilai terlalu panjang dan menimbulkan keugian biaya semakin besar dalam proses pengangkatan notaris serta bertentangan dengan UU No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.  

 

Dengan putusan uji materi ini, dapat dikatakan proses pengangkatan notaris kembali ke UU Jabatan Notaris yang tidak mengatur ujian pengangkatan notaris sebagai syarat menjadi notaris. Untuk menjadi notaris hanya ujian tesis kelulusan magister kenotariatan, magang selama 24 bulan di kantor notaris, ujian pra anggota luar biasa (ALB), dan ujian Kode Etik Notaris (UKEN). Namun, berlakunya kedua Permenkumham itu semakin memperpanjang proses pengangkatan notaris.   

 

  1. MA Batalkan Tiga Peraturan Direktur BPJS Kesehatan

Melalui putusan MA No. 58 P/HUM/2018, No. 59 P/HUM/2018, dan No. 60 P/HUM/2018,  MA membatalkan permohonan uji materi yang diajukan Perkumpulan Dokter Indonesia Bersatu (PDIB) terhadap tiga Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan (Perdirjampelkes) BPJS Kesehatan pada Oktober 2018. (Baca Juga: Inilah Pertimbangan MA Batalkan Tiga Peraturan Direktur BPJS Kesehatan)

 

Yakni, Perdirjampelkes No. 2 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Katarak Dalam Program Jaminan Kesehatan; Perdirjampelkes No. 3 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan dengan Bayi Baru Lahir Sehat dalam Program Jaminan Kesehatan; dan Perdirjampelkes No. 5 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik dalam Program Jaminan Kesehatan.

 

Intinya, ketiga Perdirjampelkes BPJS Kesehatan itu dinilai bertentangan dengan sejumlah peraturan. Antara lain, UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; dan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

 

  1. Larangan Pengurus Parpol Jadi Anggota DPD Setelah Pemilu 2019

Dalam Putusan MA No. 65P/HUM/2018, MA mengabulkan sebagian permohonan Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang atas uji materi Peraturan KPU No. 26 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan PKPU No. 14 Tahun 2018 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD. Diputus dalam rapat permusyawaratan hakim yang diketuai oleh Hakim Agung Supandi dengan anggota Hakim Agung Yulius dan Is Sudaryono pada 25 Oktober 2018.

 

Dalam putusannya, Majelis MA menyimpulkan Pasal 60A Peraturan KPU No. 26 Tahun 2018 dinyatakan bertentangan dengan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan secara bersyarat sepanjang tidak diberlakukan surut terhadap peserta Pemilu Anggota DPD 2019. Artinya, larangan pengurus parpol menjadi anggota DPD berlaku setelah Pemilu 2019 melalui revisi UU Pemilu. 

 

Awalnya, Pemohon kecewa atas terbitnya Putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018 tertanggal pada 23 Juli 2018 terkait pengujian Pasal 182 huruf I UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang ditafsirkan sebagai larangan bagi pengurus parpol menjadi anggota DPD yang berlaku sejak putusan diucapkan. Artinya, aturan larangan itu berlaku untuk pelaksanaan Pemilu 2019, bukan Pemilu 2024. (Baca Juga: Alasan MA Batalkan Larangan Pengurus Parpol Jadi Anggota DPD untuk Pemilu 2019

Tags:

Berita Terkait