MA Bakal Terbitkan Pedoman Pemidanaan Kasus Suap
Berita

MA Bakal Terbitkan Pedoman Pemidanaan Kasus Suap

MA menegaskan Perma No. 1 Tahun 2020 harus diikuti para hakim se-Indonesia agar tak terjadi disparitas putusan yang memiliki karakter serupa.

Aida Mardatillah
Bacaan 3 Menit
Pimpinan MA saat acara pembinaan teknis yudisial jajaran pengadilan se-Indonesia secara virtual dari Yogyakarta, Senin (12/10). Foto: Humas MA
Pimpinan MA saat acara pembinaan teknis yudisial jajaran pengadilan se-Indonesia secara virtual dari Yogyakarta, Senin (12/10). Foto: Humas MA

Mahkamah Agung (MA) telah menerbitkan Peraturan MA (Perma) No. 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Beleid yang ditandatangani Ketua MA M. Syarifuddin pada 8 Juli 2020 dan mulai berlaku pada 24 Juli 2020 ini mengatur pedoman bagi hakim terkait pemidanaan perkara korupsi untuk menghindari disparitas hukuman yang mencolok bagi satu terdakwa dengan terdakwa korupsi lain.

Pedoman pemidanaan ini mengatur penentuan berat ringannya hukuman yang akan dijatuhkan, sehingga hakim tipikor dalam menetapkan berat ringannya pidana harus mempertimbangkan kategori keuangan negara, tingkat kesalahan terdakwa, dampak dan keuntungan, rentang penjatuhan pidana, keadaan-keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa, dll. Namun, Perma ini dinilai kurang komprehensif lantaran terbatas pada pemidanaan terdakwa korupsi yang didakwa dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor.

Menjawab hal tersebut, MA menyatakan akan mengatur pemidanaan perkara korupsi yang dijerat dengan pasal suap dan gratifikasi. Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, penyuap - seringkali swasta yang biasa dijerat dengan Pasal 5. Sedangkan penerima suap yang biasanya penyelenggara negara, ASN, hakim, aparat penegak hukum kerap dijerat Pasal 12. Sedangkan terdakwa yang menerima gratifikasi bisa didakwa dengan Pasal 12B.

"Ini kami awalnya mengatur Pasal 2 dan Pasal 3. Tetapi mungkin akan mengatur (pedoman pemidanaan, red) Pasal 5, Pasal 6, sampai ke Pasal 12," ujar Ketua Kamar Pidana MA, Suhadi, dalam acara pembinaan teknis jajaran pengadilan se-Indonesia secara virtual dari Yogyakarta, Senin (12/10/2020). (Baca Juga: Ini Landasan Pembentukan Perma Pemidanaan Perkara Tipikor)

Suhadi mengatakan Perma No. 1 Tahun 2020 harus diikuti para hakim se-Indonesia agar tak terjadi disparitas putusan yang memiliki karakter serupa. Ia menerangkan pedoman pemidanaan seperti Perma No. 1 Tahun 2020 sudah lazim digunakan di negara-negara lain, seperti Amerika Serikat dan Inggris.

"Saya dengan panitera (pernah) ditugaskan ke Amerika, Washington DC untuk meneliti pedoman pemidanaan di sana. Di pengadilan distrik menyatakan ini (pedoman) dipatuhi hakim 98 persen, hampir semua. Namun di sana yang buat pedoman pemidanaan ada lembaga khusus di situ ada hakim, jaksa, penasihat hukum dan perguruan tinggi," terang Suhadi.

Suhadi menjelaskan pedoman pemidanaan di AS tak hanya soal kasus korupsi, melainkan seluruh kasus tindak pidana. Karena itu, tak menutup kemungkinan ke depan, MA juga akan mengatur pedoman untuk seluruh tindak pidana. Sementara baru kasus korupsi yang diprioritaskan untuk diatur pedomannya. "Bukan hanya masalah tipikor, ada pedoman pemidanaan kasus lain, hampir semua pidana ada. Tingkat federal, distrik, yang kecil-kecil tingkat distrik, yang besar federal. Dengan demikian (pedoman pemidanaan) bukan suatu hal baru," jelasnya.

Sebelumnya, lahirnya Perma No. 1 Tahun 2020, diharapkan hakim tipikor dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang menyangkut Pasal 2 dan Pasal 3 putusannya akan lebih memenuhi asas akuntabilitas. Artinya, pidana yang dijatuhkan itu dapat dipertanggungjawabkan dari segi keadilan proporsional, keserasian, dan kemanfaatan terutama bila dikaitkan dengan satu perkara dengan perkara lainnya yang serupa.

Perma ini juga mengatur hakim tidak dapat menjatuhkan pidana denda dalam hal kerugian negara atau perekonomian negara di bawah Rp50 juta, hal ini diatur dalam Pasal 16. Bila koruptor mengembalikan kerugian keuangan negara yang diperhitungkan sebagai keadaan meringankan merupakan pengembalian yang dilakukan terdakwa secara sukarela sebelum pengucapan putusan.

“Hakim dapat menjatuhkan pidana mati sepanjang perkara tersebut memiliki tingkat kesalahan, dampak, dan keuntungan tinggi. Dalam hal hakim menjatuhkan pidana mati, setelah mempertimbangkan keadaan memberatkan dan meringankan serta sifat baik dan jahat terdakwa, ternyata hakim tidak menemukan hal yang meringankan,” demikian bunyi Pasal 17 Perma 1 Tahun 2020 ini.

Ketentuan lain berkaitan dengan penjatuhan pidana, dalam hal terdakwa merupakan saksi pelaku yang bekerja sama mengungkapkan tindak pidana dengan penegak hukum, hakim dapat menjatuhkan pidana penjara yang paling ringan diantara terdakwa lainnya yang terbukti bersalah dalam perkara tersebut.

Dalam hal terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam Pasal 2 atau Pasal 3 UU Tipikor dan tindak pidana lainnya secara kumulatif yang diadili dalam satu berkas perkara, pidana yang dijatuhkan tidak boleh kurang dari berat-ringan atau besaran pidana yang dijatuhkan.

“Pedoman pemidanaan tidak mengecualikan ketentuan mengenai gabungan tindak pidana yang diatur peraturan perundang-undangan. Pedoman pemidanaan tidak mengurangi kewenangan hakim untuk menjatuhkan pidana tambahan lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan."

Tags:

Berita Terkait