MA Keluarkan SK KMA Sertifikasi Lembaga Mediator Non Hakim
Berita

MA Keluarkan SK KMA Sertifikasi Lembaga Mediator Non Hakim

​​​​​​​Proses Sertifikasi Lembaga Penyelenggara Mediator Non Hakim dilakukan secara elektronik atau online.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Baca:

 

Selain itu, syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh lembaga penyelenggaran sertifikasi mediator yang hendak mengajukan permohonan akreditasi, Abdullah menyebut persyaratan ini mencakup eksistensi lembaga. Izin pendirian lembaga tersebut harus didaftarkan di Kementerian Hukum dan HAM. Syarat lainnya, terdapat AD ART lembaga, ketersediaan kurikulum pelatihan, harus memiliki tenaga pengajar sendiri, metode pengajaran, pengalaman menyelenggarakan pelatihan dan kode etik bagi mediator.

 

“Semua proses sertifikasi dilakukan secara elektronik atau online. Namun, jika terdapat beberapa langkah yang dibutuh untuk melakukan sertifikasi selain secara elektronik maka tim akreditasi akan terjun langsung ke lapangan,” katanya.

 

Ia juga mengatakan, prosedur pengajuan permohonan akreditasi, termasuk juga dalam proses verifikasi permohonan dan masa berlakunya status akreditas yang diperoleh oleh lembaga penyelengaran sertifikasi mediator.

 

“Proses ini juga dilakukan oleh pemohon dan tim akreditas sampai keluarnya sertifikasi oleh MA terhadap akreditasi suatu lembaga mediator non hakim. Dan, proses pengajuan perpanjangan akreditasi ialah bagi yang telah mendapatkan status akreditasi berdasarkan keputusan ini,” katanya.

 

Tidak hanya itu, selain mengatur tata cara pemberian dan perpanjangan akreditasi lembaga penyelenggara sertifikasi mediator, SK KMA ini juga mengatur tata cara monitoring dan evaluasi lembaga yang telah memperoleh akreditasi dari MA. Tata cara monitoring dan evaluasi mencakup kewajiban pelaporan dan konsekuensi apabila dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi ditemukan pelanggaran atau penyimpangan dalam pelaksanaan sertifikasi mediator.  

 

“Ketentuan ini juga mengatur tentang kepatuhan lembaga sertifikasi mediator dalam menyelenggarakan pelatihan mediasi agar dapat menghasilkan output dan outcome sebagaimana yang diharapkan,” kata dia.

 

Sebelumnya, Guru Besar Fakultas Hukum Univesitas Airlangga Bayu Rekso Wibowo mengatakan, bahwa data mediasi di persidangan yang berhasil secara nasional tidak sampai 4%. Mediasi yang diharapkan menjadi solusi alternative ternyata sepi prestasi. Padahal, upaya mediasi sudah dikenal dalam ketentuan perdamaian (dading) dalam Pasal 130 HIR. Ketentuan yang sama ditemukan dalam Pasal 154 RBg. (Baca juga: Mediasi di Persidangan, Pilihan Solusi yang Belum Menjadi Solusi)

Tags:

Berita Terkait