Manisfestasi Integrated Criminal Justice System Melalui Gakkumdu
Kolom

Manisfestasi Integrated Criminal Justice System Melalui Gakkumdu

Konsep pola penanganan perkara sebagaimana dalam penanganan tindak pidana pemilu, diharapkan juga dapat diimplementasi dalam penanganan perkara pidana umum lainnya.

Bacaan 4 Menit
Asmadi Syam. Foto: Istimewa
Asmadi Syam. Foto: Istimewa

Dalam hukum pidana dikenal adanya hukum pidana materil dan formil. Hukum pidana materil mengatur tentang kualifikasi perbuatan pidana, siapa yang dapat dihukum, dan apa sanksi pidananya atau secara umum ketentuan tersebut diatur dalam KUHP dan Undang-undang khusus lainnya. Sedangkan hukum pidana formil merupakan pranata hukum untuk mempertahan hukum pidana materil yaitu berupa ketentuan proses acara peradilan pidana hingga suatu kejadian pidana mendapatkan kekuatan hukum mengikat untuk dieksekusi, KUHAP menjadi rujukan utama dalam pengoperasian sistem peradilan pidana Indonesia.

Menelisik secara mendalam ketentuan dalam KUHAP, secara tidak langsung telah memberikan stigma pengkotak-kotakan kewenangan sub sistem peradilan pidana Indonesia, dengan memberikan batasan kewenangan yang nyata antara aparat penegak hukum dalam sistem peradilan pidana. Sehingga hemat Penulis pola demikian jauh dari konsep Integrated criminal justice system (ICJS) yang selama ini dibicarakan oleh para pakar hukum pidana, dan harapan masyarakat pencari keadilan.

Ketentuan materil tentang pelaksanaan pemilu di Indonesia didasarkan pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dalam UU tersebut juga diatur mengenai ketentuan pidana pemilu.

Baca juga:

Setidaknya ada 6 klasifikasi tindak pidana pemilu yang diatur sebagaimana tertuang dalam Pasal 488 sampai dengan pasal 554 sebagai berikut:

  1. Perbuatan pidana yang ditujukan setiap orang yang meliputi 25 perbuatan;
  2. Perbuatan pidana yang dapat dilakukan oleh penyelenggara Pemilu 18 perbuatan;
  3. Perbuatan pidana yang ditujukan pada pelaksanaan kampanye 4 perbuatan;
  4. Perbuatan pidana yang ditujukan pada peserta pemilu yang terbukti menerima sumbangan dan/atau bantuan 2 perbuatan;
  5. Perbuatan pidana yang ditujukan pada pejabat negara /pejabat pemerintah dan lembaga peradilan yang meliputi 2 perbuatan;
  6. Perbuatan pidana yang ditujukan pada perusahaan pencetak surat suara yang meliputi 2 perbuatan

Pada dasarnya pemilu bukanlah merupakan wilayah hukum pidana, melainkan ranah hukum tata negara yang berkaitan dengan implementasi demokrasi suatu bangsa. Sehingga berdasarkan kebijakan hukum penyelenggaraan pemilu dibakukan dalam aturan perundang-undangan, yang juga melibatkan norma-norma hukum pidana, inklusifnya sanksi pidana sebagai penguat sanksi administratif.

Tags:

Berita Terkait