Masalah Hukum dalam Pengaturan OJK sebagai Penyidik Tunggal Sektor Keuangan
Kolom

Masalah Hukum dalam Pengaturan OJK sebagai Penyidik Tunggal Sektor Keuangan

Ada kemungkinan bertentangan dengan konstitusi dalam hal kewenangan Polri. Terlihat kekuasaan yang sangat kuat pada kelembagaan OJK dengan tambahan kewenangan penyidik tunggal sektor keuangan.

Bacaan 5 Menit
Abraham Ethan. Foto: Istimewa
Abraham Ethan. Foto: Istimewa

Pemerintah telah mengambil langkah signifikan dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) untuk menghadapi tantangan dan dinamika sektor keuangan yang semakin kompleks. Salah satu aspek penting dalam undang-undang ini adalah mengatur Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai penyidik tunggal di sektor keuangan. Namun, pengaturan ini menjadi polemik soal konstitusionalitasnya.

Penyidikan pada sektor jasa keuangan awalnya menjadi wewenang dua lembaga yaitu OJK dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Pengaturannya tertuang dalam Pasal 49 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK). Ketentuan pasal ini yang diubah oleh UU P2SK pada Pasal 49 ayat (5) yang menyatakan bahwa: “Penyidikan atas tindak pidana di sektor jasa keuangan hanya dapat dilakukan oleh penyidik Otoritas Jasa Keuangan”. Pasal itu jelas-jelas menghapus kewenangan penyidikan oleh Polri di sektor jasa keuangan.

UU P2SK memberi OJK kewenangan sebagai penyidik tunggal di sektor keuangan. Ruang lingkupnya antara lain investigasi terhadap praktik ilegal, pelanggaran regulasi keuangan, dan kegiatan-kegiatan yang dapat mengganggu stabilitas sektor keuangan. Langkah ini diambil dengan tujuan untuk mengurangi tumpang tindih kewenangan antarlembaga pengawas, mempercepat proses penyidikan, dan meningkatkan efektivitas pengawasan sektor keuangan secara keseluruhan.

Baca juga:

Pasal 49 ayat (5) UU P2SK tersebut membuat OJK selain sebagai pengatur dan pengawas juga sebagai otoritas penyidik tunggal tindak pidana di sektor jasa keuangan. Polri dinilai tidak lagi berwenang dalam melaksanakan penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan. Polemik muncul saat mengaitkanya dengan KUHAP. Pasal tersebut dinilai tidak relevan karena Pasal 6 Ayat (1) KUHAP mengatur kewenangan penyidikan ada pada lembaga Polri. Penyidik selain dari Polri dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu. Selanjutnya, PPNS tertentu dalam pelaksanaan tugasnya—seperti dijelaskan dalam Pasal 7 Ayat (2) KUHAP—berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik pada lembaga Polri.

Rupanya Pasal 49 ayat (5) UU P2SK telah menghilangkan kedudukan Polri sebagai penyidik utama dalam sistem penegakan hukum nasional. Mari melihat isi Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) pada Pasal 30 ayat ayat (4), yang berbunyi: (4)Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum”.

Pengalihan kewenangan penyidikan tunggal kepada OJK dalam sektor keuangan seolah melemahkan peran Polri sebagai lembaga negara utama dalam menjaga keamanan nasional. Maka, UU P2SK secara serius telah mencederai ketentuan UUD 1945 sebagai konstitusi/hukum tertinggi di Indonesia.

Tags:

Berita Terkait