Masalah Hukum di Balik Diskualifikasi Atlet Asian Para Games Belum Selesai
Utama

Masalah Hukum di Balik Diskualifikasi Atlet Asian Para Games Belum Selesai

Pemenuhan hak penyandang disabilitas berdasarkan UU Penyandang Disabilitas.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

(Baca Juga: Amanat Regulasi: Ini Bonus Atlet, Pelatih dan Asisten Pelatih Asian Para Games 2018)

 

Pokja Implementasi UU Penyandang Disabilitas juga telah meminta agar pembentukan Komisi Nasional Disabilitas segera dibentuk sebelum tahun 2019. Sesuai amanat UU No.8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, ada lembaga independen yang harus dibentuk untuk melaksanakan tugas pemantauan, evaluasi, dan advokasi pelaksanaan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas.

 

UU Penyandang Disabilitas

Pasal 131:

Dalam rangka pelaksanaan Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas dibentuk KND sebagai lembaga nonstruktural yang bersifat independen.

Pasal 132:

(1) KND sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 mempunyai tugas melaksanakan pemantauan, evaluasi, dan advokasi pelaksanaan Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas.

(2) Hasil pemantauan, evaluasi, dan advokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada Presiden.

Pasal 133:

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132, KND menyelenggarakan fungsi:

a. penyusunan rencana kegiatan KND dalam upaya pelaksanaan Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas;

b. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas;

c. advokasi pelaksanaan Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas; dan

d. pelaksanaan kerja sama dalam penanganan Penyandang Disabilitas dengan pemangku kepentingan terkait.

Pasal 134:

Ketentuan mengenai organisasi dan tata kerja serta keanggotaan KND diatur dengan Peraturan Presiden.

 

Sengketa Keolahragaan

Terpisah, Ketua Badan Arbitrase Keolahragaan Indonesia (BAKI) Mohamed Idwan Ganie menjelaskan kepada hukumonline bahwa setiap sengketa keolahragaan telah diatur penyelesaiannya dalam UU No.3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional.

 

UU Sistem Keolahragaan Nasional

Pasal 88:

  1. Penyelesaian sengketa keolahragaan diupayakan melalui musyawarah dan mufakat yang dilakukan oleh induk organisasi cabang olahraga.
  2. Dalam hal musyawarah dan mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  3. Apabila penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak tercapai, penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui pengadilan yang sesuai dengan yurisdiksinya.

 

Ia menjelaskan berbagai konflik dalam urusan organisasi olahraga bisa menjadi objek sengketa keolahragaan. Tahapannya melalui upaya musyawarah dan mufakat terlebih dulu sebelum menggunakan alternatif penyelesaian sengketa termasuk arbitrase.

 

Bagi federasi yang menjadi anggota Komite Olimpiade Indonesia (KOI), bisa membawa sengketanya ke BAKI. “Bisa antara orang dengan orang, orang dengan federasi, atau federasi dengan KOI. Yang bukan anggota KOI bisa ke Badan Arbitrase Olahraga Indonesia (BAORI),” jelasnya.

 

Akan tetapi, Ganie enggan memastikan apakah persoalan Miftahul Jannah bisa menjadi objek dalam sengketa keolahragaan atau tidak.

 

Tags:

Berita Terkait