Melestarikan Dokumentasi Geistlichen Hintergrund Konstitusi Negara
Berita

Melestarikan Dokumentasi Geistlichen Hintergrund Konstitusi Negara

Jacob Tobing masih ingat betul bagaimana tajamnya perdebatan sesama anggota MPR ketika gagasan amandemen UUD 1945 dibahas. Perdebatan itu acapkali meruncing, khususnya bila menyangkut pasal-pasal yang selama ini juga menyulut perdebatan.

Oleh:
Ali/Mys
Bacaan 2 Menit

 

Padahal, bagi mereka yang ingin memperdalam hukum tata negara, konstitusi, politik hukum, atau legislasi, gambaran tentang suasana kebatinan itu mengandung arti penting. Ia menjadi sumber utama untuk memahami apa maksud yang terkandung pada suatu rumusan peraturan perundang-undangan. Penjelasan UUD 1945 juga mengingatkan. Untuk menyelidiki hukum dasar (droit constitutionnel) suatu negara, tidak cukup hanya menyelidiki pasal-pasal Undang-Undang Dasarnya (loi constitutionelle) saja, akan tetapi harus menyelidiki juga bagaimana prakteknya dan bagaimana suasana kebatinannya (geistlichen Hintergrund).

 

Empat kali amandemen UUD 1945 adalah peristiwa ketatanegaraan buah reformasi. Selain memperkenalkan lembaga baru dan menghapus lembaga lama, amandemen UUD 1945 telah membuat tata kelola organisasi negara ke depan. Aturannya lebih banyak. Saat menandatangani nota kesepahaman dengan 34 perguruan tinggi di Jakarta awal Agustus lalu, Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie juga sudah mengingatkan masalah ini. Secara substansial, kata Jimly, UUD 1945 bertambah tiga kali lipat setelah empat kali diamandemen.

 

Fase-fase perjalanan amandemen itu sayang untuk dilewatkan. Sebagai bagian dari sejarah bangsa, pandangan dan perdebatan yang muncul selama proses amandemen konstitusi di MPR selama 1999-2002 patut didokumentasikan. Begitulah kira-kira pemikiran Forum Konstitusi, yang bergayung sambut dengan keinginan Mahkamah Konstitusi (MK). Dibentuk pada 2005, Forum Konstitusi adalah forum yang menghimpun para anggota Panitia Ad Hoc III/I Badan Pekerja MPR yang bertugas merancang amandemen UUD 1945. Anggotanya berjumlah 40 orang.

 

Naskah komprehensif

Cita-cita Forum Konstitusi untuk membuat Naskah Komprehensif Perubahan UUD 1945 dalam bentuk buku akhirnya terwujud. Bekerja sama dengan Mahkamah Konstitusi (MK), Forum Konstitusi meluncurkan original intent UUD 1945 hasil amandemen itu ke dalam 12 buku. Penyusunan naskah ini merupakan cita-cita sejak Forum Konstitusi didirikan pada 2005, ujar Ketua Forum Konstitusi Harun Kamil, akhir Juli lalu.

 

Sekedar mengingatkan, upaya untuk membukukan risalah perdebatan di sidang MPR ini memang sudah dilakukan sejak lama. Buku ini bahkan pernah digadang-gadang akan menggantikan buku risalah Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) karya Mohammad Yamin yang kerap menjadi bahan rujukan hukum tata negara Indonesia selama bertahun-tahun.

 

Harun mengakui membaca risalah asli persidangan MPR cukup sulit. Karena itu perlu dibuat naskah komprehensif. Risalah milik MPR ada sekitar 9000 lembar, tuturnya. Apalagi, penyusunan risalah MPR hanya berdasarkan waktu rapat bukan per topik. Sehingga untuk membacanya secara lengkap membutuhkan energi yang besar.

 

Harun mengharapkan dengan terbitnya naskah ini dalam bentuk buku yang disusun berdasarkan topik dapat memudahkan orang mempelajari konstitusi. Sebuah UUD tak bisa dipahami dari teks saja, tapi juga suasana kebatinan dan ruang lingkup perdebatan ketika UUD tersebut dibuat, ujarnya. Menurutnya, hal ini sangat penting untuk mewujudkan konstitusi yang hidup atau the living constitution.

Halaman Selanjutnya:
Tags: