Memahami Hak Angket Bukan Sebatas Kepentingan Elektoral
Utama

Memahami Hak Angket Bukan Sebatas Kepentingan Elektoral

Hak angket tidak serta-merta dikaitkan dengan pemakzulan presiden maupun berujung penggunaan hak interpelasi dan menyatakan pendapat anggota DPR. Publik mesti paham, hak angket bisa berkaitan dengan pembenahan sistem pemilu dan perwakilan selanjutnya termasuk menjaga demokrasi.

CR 31
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi Gedung MPR/DPR/DPD
Ilustrasi Gedung MPR/DPR/DPD

Sengkarut soal berbagai kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 sebagian kalangan menyikapi dengan mewacanakan hak angket di Parlemen. Kendati menjadi polemik, hak angket prinsipnya menjadi hak konstitusional anggota dewan di parlemen. Lantas bagaimana pandangan sejumlah pengajar hukum tata negara?.

Dosen Bidang Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia Titi Anggraini berpandangan hak angket bukanlah hal baru dalam pemilu. Sebab, hak angket pernah ditempuh pada penyelenggaraan Pemilu 2009. Saat itu hak angket soal daftar pemilih tetap yang diusulkan oleh 22 anggota DPR lintas 6 fraksi.

Hak angket merupakan hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu UU yang berkaitan dengan hal penting strategis dan berdampak luas terhadap kehidupan bermasyarakat berbangsa bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Nah, pihak yang memiliki kewenangan mengajukan hak angket adalah anggota dewan di parlemen. Sementara mekanisme pengajuan hak angket diatur secara gamblang dalam UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, yakni paling sedikit 25 anggota DPR dan lebih dari satu fraksi. Dengan begitu, konsolidasi mesti berbasis kekuatan politik di DPR.

“Hak angket itu harus dilihat lebih besar daripada kepentingan Pilpres atau Pileg, harus dilihat lebih besar daripada kepentingan elektoral,” ujar Titi saat berbincang dengan Hukumonline, Sabtu, (24/2/2024).

Baca juga:

Bagi Titi, hak angket juga dapat dianggap sebagai pelaksanaan fungsi pengawasan DPR untuk memastikan UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu dijalankan dengan baik dan tidak ada pelanggaran terhadap implementasinya. Selain itu, hak angket bisa ditempatkan sebagai kepentingan menjaga demokrasi Indonesia dan memperbaiki pemilu selanjutnya.

Perselisihan hasil dalam Mahkamah Konstitusi (MK) itu persoalan tersendiri, persoalan hak angket tidak melulu akan berujung pada pengaruh terhadap hasil,” ujarnya.

Hak angket pun tidak serta-merta dikaitkan dengan pemakzulan presiden. Bahkan pula dapat berujung penggunaan hak interpelasi dan menyatakan pendapat oleh anggota DPR. Publik mesti paham bila hak angket juga bisa berkaitan dengan pembenahan dan perbaikan serius terhadap sistem pemilu dan sistem perwakilan.

Meski ada pandangan masyarakat persoalan pemilu seharusnya diajukan kepada MK, Titi berpendapat publik harus melepaskan dahulu anasir politik. Dia meminta masyarakat meminggirkan dahulu kepentingan membatalkan hasil pemilu lantaran hak angket merupakan hak DPR untuk menegakkan peraturan perundang-undangan demi praktik pemilu dan demokrasi yang konstitusional.

Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) itu mengingatkan, dalam Pemilu 2024 tak saja Pilpres, tapi masih terdapat Pileg yang mesti mendapat perhatian serius. Bila terdapat indikasi kecurangan hasil Pileg, itupun menjadi cakupan objek hak angket. Karena hak ini holistis, melampaui kepentingan Pilpres. 

“Maka jangan beranggapan hak angket itu semata-mata untuk membatalkan hasil pemilu,” ujarnya.

Bedakan hak dan sengketa

Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Dr. Aan Eko Widiarto berpendapat hak angket dan perselisihan hasil pemilu merupakan dua hal berbeda. Dia mengatakan bila para wakil rakyat ingin menyelidiki dugaan pelanggaran dalam penyelenggaraan Pilpres menjadi hal yang sah dan wajar.

Bila kemudian hasil pengusutan oleh anggota DPR terdapat pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan perundangan melalui kebijakan strategis yang ada di pemerintah terhadap penyelenggaraan pemilu, maka bisa dilanjutkan dengan hak menyatakan pendapat.

“Hak menyatakan pendapat inilah yang akan dibawa kepada MK, tapi jalurnya bukan Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU), tapi lewat kewajiban Mahkamah Konstitusi untuk memutus dugaan DPR atas pelanggaran yang dilakukan oleh presiden,”  ujarnya melalui sambungan telepon.

Hak angket maupun PHPU bisa dilakukan masing-masing karena berbeda ‘jurusan’, hasil yang satu tidak bergantung pada hasil yang lain. Hasil hak angket tidak berpengaruh terhadap hasil PHPU, pun sebaliknya. “Karena ini dua hal yang berbeda maka dilakukan dua-duanya secara bersamaan, tidak ada masalah,” lanjutnya.

Contohnya, MK memutus mengabulkan dugaan-dugaan pelanggaran yang tercantum dalam hak angket, kemudian Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menyetujui pelanggaran tersebut maka bisa terjadi pemakzulan kepala negara. Sementara, hasil PHPU adalah yang akan mempengaruhi pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Seperti pemungutan suara ulang atau diskualifikasi.

Perihal persyaratan hak angket, sesuai dengan Pasal 199 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 yakni diusulkan oleh paling sedikit 25 anggota DPR dan lebih dari satu fraksi, maka publik juga harus paham bahwa ada beda ketentuan dengan PHPU. Hak angket tunduk pada hukum tata tertib DPR, sedangkan PHPU tunduk kepada hukum acara Mahkamah Konstitusi.

Aan menilai Ganjar Pranowo bukanlah anggota DPR. Makanya Ganjar tak dapat mengajukan hak angket. Namun demikian, hak angket dapat diusulkan melalui partai tempatnya bernaung yang memiliki wakil di kursi parlemen.

“Tapi jangan dilihat (semata, red) Pak Ganjar, karena Pak Ganjar bukan sebagai anggota DPR, di situ posisinya,” katanya.

Sebelumnya, calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo mewacanakan penggunaan hak angket di DPR merespons berbagai kecurangan dalam penyelenggaraan Pilpres. Menurut Ganjar, penggunaan hak angket merupakan hal biasa yang terjadi di Indonesia untuk dapat mengklarifikasi sebuah permasalahan sehingga dinilai sebagai tindakan yang baik.

“Angket itu adalah cara terbaik ketika kemudian hari ini kondisi pemilunya seperti ini. Kan ada cerita Sirekap (Sistem Informasi Rekapitulasi), kan ada cerita server di Singapura,” ujarnya sebagaimana dikutip dari Antara.

Tags:

Berita Terkait