Memahami Lebih Jauh tentang Delisting dan Go-Private
Capital Market Rankings

Memahami Lebih Jauh tentang Delisting dan Go-Private

Assegaf Hamzah & Partners memaparkan perbedaan antaraprosedur delisting dan go-private dalam sebagai salah satu jenis transaksi pasar modal. Delisting adalah penghapusan pencatatan saham pada Bursa Efek Indonesia (“Bursa”) yang dilakukan oleh suatu perusahaan yang sahamnya tercatat di Bursa. Sedangkan, go-private adalah perubahan status suatu perusahaan dari perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup, melalui prosedur tertentu.

CT-CAT
Bacaan 2 Menit
Assegaf Hamzah & Partners . Foto: Istimewa.
Assegaf Hamzah & Partners . Foto: Istimewa.

Secara singkat, delisting adalah penghapusan pencatatan saham pada Bursa Efek Indonesia (lebih lanjut disebut ‘Bursa’) yang dilakukan oleh suatu perusahaan yang sahamnya tercatat di Bursa. Sedangkan, go-private merupakan perubahan status suatu perusahaan, dari perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup melalui prosedur tertentu. Beberapa alasan suatu perusahaan tercatat memilih untuk melaksanakan delisting adalah karena tidak likuidnya saham yang tercatat di Bursa yang disebabkan kepemilikan saham oleh publik yang tidak signifikan; atau karena perusahaan tercatat tersebut tidak lagi membutuhkan pendanaan yang bersumber dari pasar modal.

 

Sampai dengan saat ini, belum terdapat peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang diterbitkan untuk membahas aksi korporasi go-private. Jadi, perusahaan tercatat yang memiliki rencana untuk melaksanakan aksi korporasi ini diharapkan untuk dapat berkonsultasi terlebih dahulu dengan OJK sebelum melaksanakan aksi korporasi tersebut.

 

Sebagai firma hukum dengan layanan menyeluruh, Assegaf Hamzah & Partners (AHP) menangani cakupan luas transaksi pasar modal, seperti penawaran umum, penambahan modal dengan memberikan hak memesan efek terlebih dulu (HMETD), private placement, penawaran tender, delisting dan go-private, serta penawaran lain seperti surat utang yang dapat ditukar atau dikonversikan dengan efek lain. AHP juga sering kali memberikan nasihat hukum terkait penawaran umum dalam yurisdiksi asing oleh emiten-emiten yang memiliki usaha di Indonesia, penerbitan surat utang global, penggabungan usaha, akuisisi, permintaan persetujuan (consent solicitation), dan penawaran penukaran (exchange offer) atas instrumen utang yang tercatat pada Bursa Efek Indonesia atau bursa lainnya di luar negeri.

 

AHP memiliki rekam jejak yang kuat dalam menciptakan struktur dan mengimplementasikan transaksi-transaksi pembiayaan dan investasi dengan prinsip Syariah, termasuk pembiayaan Murabahah dengan struktur yang kompleks, struktur sewa Ijarah, skema Mudarabah dan Musyarakah, serta penerbitan surat utang negara Syariah oleh Republik Indonesia. Pada tahun 2018, firma hukum ini membantu Republik Indonesia dalam transaksi yang baru dilakukan pertama kalinya di dunia pada saat AHP mewakili Republik Indonesia dalam penerbitan Green Sukuk pertama kalinya berdasarkan Green Bond and Green Sukuk Framework Republik Indonesia.Di tahun 2019, kontribusi pun berlanjut untuk Green Sukuk pada saat AHP mewakili sejumlah bank yang bertindak sebagai Green Structuring Advisor, Joint Lead Managers, dan Joint Bookrunners dalam penerbitan Green Sukuk untuk kedua kalinya oleh Republik Indonesia.

 

Beberapa klien terus kembali menunjuk AHP untuk membantu pelaksanaan penerbitan efek bersifat utang dan efek bersifat ekuitas olehnya. Sebagai contoh, pada tahun 2017, AHP bertindak sebagai penasihat hukum untuk Medco Energi dalam kaitannya dengan penerbitan surat utang global senior senilai 900 juta Dolar Amerika Serikat dan penambahan modal dengan memberikan hak memesan efek terlebih dahulu. Pada tahun 2018, Medco Energi kembali menunjuk AHP untuk membantu penerbitan 2 tahap sebagai bagian dari suatu Penawaran Umum Berkelanjutan.

 

Setidaknya, terdapat rangkuman empat transaksi yang cukup signifikan terkait pasar modal yang berlangsung selama satu tahun terakhir, yaitu:

  • Menjadi konsultan hukum dari Republik Indonesia dalam penerbitan surat utang berdenominasi Dolar Amerika Serikat melalui pernyataan pendaftaran di SEC dalam transaksi yang terdiri dari Surat Utang 750 juta Dolar Amerika Serikat dengan tenor 5 tahun, Surat Utang 1,25 miliar Dolar Amerika Serikat dengan tenor 10 tahun dan Surat Utang 1 miliar Dolar Amerika Serikat dengan tenor 30 tahun, seluruhnya diterbitkan dengan bunga tetap, yang tercatat pada Singapore Stock Exchange dan Frankfurt Stock Exchange.
  • Menjadi konsultan hukum dari PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) (“Inalum”), suatu perusahaan BUMN, dalam penerbitan surat utang global senilai 4 miliar Dolar Amerika Serikat. Hasil dari penerbitan surat utang digunakan untuk membiayai pembelian atas saham mayoritas pada PT Freeport Indonesia oleh Inalum. Akuisisi ini akan memiliki dampak signifikan pada pendapatan dari Republik Indonesia, dikarenakan Freeport mengoperasikan tambang emas terbesar dan tambang tembaga yang kedua terbesar di dunia.
  • Menjadi konsultan hukum dari Pelindo III dan Pelindo IV, suatu perusahaan BUMN yang bergerak di bidang pengelolaan pelabuhan, masing-masing dalam penerbitan surat utang global senilai 500 juta Dolar Amerika Serikat dengan tingkat bunga 4,875%, dan penawaran surat utang secara domestik senilai Rp 3 triliun dengan tingkat bunga sebesar 9,75%.
  • Menjadi sebagai konsultan hukum dari PT Barito Pacific Tbk sehubungan dengan penambahan modal dengan memberikan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD)dengan nilai sebesar Rp 9 triliun.

 

Delisting dan Go-Private

Sepanjang tahun 2018, Hukumonline telah mengadakan riset terkait aktivitas transaksi dari aspek hukum pada kegiatan pasar modal (IPO). Hasil riset sendiri menunjukkan beberapa pemeringkatan yang diberikan pada kantor hukum korporasi dan notaris berdasarkan sejumlah kategori. Ini mencakup jumlah transaksi terbanyak, nilai emisi, fee kantor hukum, serta notaris. Adapun dalam riset tersebut, AHP tercatat masuk dalam tiga kategori, seperti  ‘Top 10 Law Firm based on the Numbers of IPO Emissions Issued in 2018’, ‘Top 12 Law Firms based on the Number of IPO Transaction handled in 2018’, dan ‘Top 10 Law Firms based on Total IPO Transaction Fees for 2018’.

 

Selain masuk dalam tiga kategori riset Hukumonline, AHP juga telah mencatat beberapa testimoni positif terkait keahlian dan dedikasi mereka sebagai berikut, “Salah satu firma hukum domestik terbaik di Indonesia-pragmatis dalam memberikan saran kepada klien dan akomodatif dalam melakukan negosiasi.” (Chambers Asia-Pacific 2019) dan “Mereka memiliki praktik pasar modal dengan kualitas tinggi. Mereka memberikan saran yang definitif secara tepat waktu. Mereka menyenangkan untuk diajak bekerja sama, dan mereka adalah pilihan pertama saya di Indonesia.” (IFLR1000 -2019). 

 

Adapun berkaitan dengan keahliannya dalam transaksi pasar modal, AHP menyorot hal-hal penting yang harus dicermati dalam pelaksanaan delisting dan go-private. Keduanya akan dibahas oleh Assegaf Hamzah & Partners melalui penjelasan berikut.

 

Delisting

Delisting diatur berdasarkan Peraturan Bursa No. I-I. Di sana, terdapat dua hal yang dapat menjadi dasar Delisting saham di Bursa, yaitu:

  1. Permohonan Delisting yang disampaikan oleh perusahaan tercatat; atau
  2. Delisting oleh Bursa.

 

Delisting atas Permohonan Perusahaan

Dalam hal Perusahaan tercatat mengajukan permohonan Delisting, terdapat beberapa persyaratan yang wajib dipenuhi oleh perusahaan tercatat, yaitu:

  1. Perusahaan tercatat telah tercatat di Bursa selama sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun;
  2. Persetujuan RUPS telah diperoleh untuk rencana Delisting dan perubahan terhadap anggaran dasar perusahaan tercatat;
  3. Perusahaan tercatat atau pihak lain yang ditunjuk, wajib membeli saham dari pemegang saham yang tidak menyetujui keputusan RUPS dengan formulasi harga yang ditentukan berdasarkan Peraturan Bursa No. I-I.

 

Harga Delisting setidak-tidaknya adalah harga yang tertinggi dari salah satu harga di bawah ini:

  1. Harga nominal;
  2. Harga tertinggi di pasar reguler selama dua tahun terakhir sebelum iklan pemberitahuan RUPS (dengan memperhitungkan faktor penyesuaian akibat perubahan nilai nominal sejak dua tahun terakhir hingga RUPS yang menyetujui Delisting), ditambah premi berupa tingkat pengembalian investasi selama 2 tahun (harga perdana saham dikali rata-rata tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia tiga bulan atau tingkat bunga obligasi pemerintah lain yang setara yang berlaku pada saat ditetapkannya putusan RUPS mengenai Delisting); atau
  3. nilai wajar saham perusahaan tercatat berdasarkan penilai independen yang terdaftar di OJK yang disetujui oleh RUPS.

 

Berdasarkan Peraturan Bursa No. I-I, berikut adalah prosedur Delisting saham atas permohonan perusahaan tercatat:

  1. Perusahaan tercatat wajib menyampaikan rencana Delisting kepada Bursa sebelum menyampaikan keterbukaan informasi awal kepada publik, yang berisi tentang informasi mengenai, antara lain: (i) alasan dan tujuan Delisting, (ii) pihak yang akan melakukan pembelian saham-saham perusahaan tercatat dari pemegang saham yang ingin menjual sahamnya pada perusahaan tercatat, dan (iii) perkiraan harga pembelian saham.
  2. Perusahaan tercatat wajib melakukan keterbukaan informasi awal kepada publik melalui sekurang-kurangnya 1 surat kabar berperedaran nasional yang memuat informasi yang sama dengan informasi yang telah disampaikan ke Bursa. Keterbukaan informasi tersebut dilakukan bersamaan dengan pengumuman panggilan RUPS, dan wajib disampaikan kepada Bursa sesegera mungkin setelah keterbukaan informasi tersebut dibuat.
  3. Apabila RUPS menyetujui rencana Delisting, perusahaan tercatat wajib mengumumkan keterbukaan informasi pada sekurang-kurangnya 1 surat kabar berperedaran nasional mengenai tata cara pembelian kembali saham, yang antara lain memuat mengenai harga pembelian saham dan nama pihak yang akan melakukan pembelian saham. Keterbukaan informasi ini wajib sesegera mungkin disampaikan ke Bursa segera setelah diumumkan.
  4. Perusahaan tercatat menyampaikan permohonan Delisting kepada Bursa disertai dengan laporan pelaksanaan pembelian saham dan opini dari konsultan hukum yang menyatakan bahwa proses pembelian saham dimaksud telah selesai dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  5. Bursa akan melakukan suspensi atas saham perusahaan tercatat yang berencana melakukan delisting saham atas permohonan dari perusahaan tercatat. Delisting akan menjadi efektif setelah perusahaan tercatat memenuhi seluruh kewajibannya kepada Bursa (termasuk membayar biaya Delisting efek) dan Bursa memberikan persetujuan Delisting dan mengumumkannya di Bursa.

 

Delisting oleh Bursa

Selain Delisting yang dimohonkan oleh perusahaan tercatat, Bursa dapat melakukan Delisting terhadap saham perusahaan tercatat apabila perusahaan tercatat: (i) mengalami kondisi atau peristiwa yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan tercatat, baik secara finansial atau secara hukum, atau terhadap kelangsungan status perusahaan tercatat sebagai perusahaan terbuka, dan perusahaan tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai atau (ii) saham perusahaan tercatat hanya diperdagangkan di pasar negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 bulan terakhir.

 

Penawaran Tender Sukarela dalam Kaitannya dengan Go-Private

Jika setelah Delisting suatu perusahaan masih memiliki lebih dari 300 pemegang saham, pemegang saham perusahaan tersebut atau pihak yang ditunjuk dapat melaksanakan penawaran tender sukarela (“Penawaran Tender Sukarela”) dengan tujuan untuk mengurangi jumlah pemegang saham perusahaan tersebut sehingga dimiliki oleh kurang dari 300 pemegang saham. Penawaran Tender Sukarela diatur berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 54/POJK.04/2015, dengan prosedur sebagai berikut:

  1. Pihak yang melakukan Penawaran Tender Sukarela wajib menyampaikan pernyataan Penawaran Tender Sukarela kepada OJK dan mengumumkan Pernyataan Penawaran Tender Sukarela pada 2 surat kabar harian, yang mana salah satunya memiliki peredaran nasional pada hari yang bersamaan.
  2. Pihak yang melakukan Penawaran Tender Sukarela wajib menyerahkan informasi tambahan atau perubahan sebagaimana diminta oleh OJK, sampai dengan OJK menyatakan pernyataan Penawaran Tender Sukarela tersebut efektif.
  3. Pihak yang melakukan Penawaran Tender Sukarela wajib mengumumkan perubahan atau tambahan terhadap pernyataan Penawaran Tender Wajib pada sekurang-kurangnya 2 surat kabar paling lambat 1 hari kerja setelah OJK menyatakan pernyataan Penawaran Tender Sukarela tersebut efektif.
  4. Pelaksanaan Penawaran Tender Sukarela wajib dimulai setidak-tidaknya 2 hari kerja setelah tanggal pernyataan efektif dari OJK, selama sekurang-kurangnya 30 hari. Periode Penawaran Tender Sukarela dapat diperpanjang sampai dengan 90 hari.
  5. Transaksi Penawaran Tender Sukarela wajib diselesaikan paling lambat dalam waktu 12 hari setelah selesainya masa Penawaran Tender Sukarela.

 

Go-private

Di Indonesia, terdapat beberapa preseden terkait perusahaan-perusahaan yang telah melakukan aksi go-private di mana secara umum, OJK mensyaratkan hal-hal berikut untuk dipenuhi oleh perusahaan tersebut:

  1. RUPS perusahaan tersebut telah menyetujui rencana go-private, termasuk rencana perubahan terhadap anggaran dasar perusahaan. Perubahan anggaran dasar tersebut wajib telah mendapatkan persetujuan dan penerimaan pemberitahuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, di mana persetujuan RUPS beserta persetujuan dan penerimaan pemberitahuan tersebut wajib diberitahukan kepada OJK; dan
  2. Pemegang saham perusahaan tersebut tidak lebih dari 50 pihak.

 

Selain hal-hal tersebut di atas, OJK dapat memberikan persyaratan-persyaratan lainnya terkait dengan pelaksanaan go-private.

 

Saat artikel ini diterbitkan, tidak ada peraturan yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan RUPS untuk menyetujui Go-private secara spesifik. Sehingga, tata cara pelaksanaan RUPS khususnya kuorum kehadiran dan kuorum pemungutan suara RUPS mengacu pada diskresi OJK yang dituangkan dalam surat tertulis kepada perusahaan tercatat terkait.

 

Artikel ini merupakan kerja sama antara Hukumonline dengan Assegaf Hamzah & Partners.

Tags:

Berita Terkait