Membaca Ulang Eksistensi Teori Pada Penelitian Normatif
Kolom

Membaca Ulang Eksistensi Teori Pada Penelitian Normatif

Kedudukan teori hukum pada penelitian hukum normatif sangat krusial. Hal itu mengingat penelitian hukum normatif bergantung pada data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

Bacaan 4 Menit
Membaca Ulang Eksistensi Teori Pada Penelitian Normatif
Hukumonline

Penelitian hukum normatif yang meneliti norma sebagai pokok permasalahan sangat bergantung pada pendekatan dan data. Pendekatan yang diperlukan dalam penelitian hukum normatif adalah pendekatan kualitatif karena fokus permasalahan adalah norma (baik kekosongan norma, kesamaran norma, hingga pertentangan norma). Artinya, hasil yang diharapkan dari penelitian hukum normatif adalah rekomendasi terkait norma (baca : peraturan perundang-undangan). Rekomendasi tersebut dapat berupa pergantian norma, pembentukan, penyempurnaan, atau pencabutan norma hukum.

Lain lagi dengan penelitian hukum empiris yang berfokus pada perilaku (behaviour) serta respon perilaku terhadap suatu aturan hukum. Pendekatan yang diperlukan adalah pendekatan kuantitatif dan data utama yang diperlukan adalah data primer. Apa yang disebut data secara ilmiah di sini termasuk keterangan yang dianggap benar, sedangkan pengertian data primer adalah data yang langsung diperoleh dari sumber utama.

Sebaliknya, penelitian hukum normatif menggunakan pendekatan kualitatif dan menggunakan data sekunder (data yang tidak berasal dari sumber utama). Teori hukum menjadi bagian yang krusial dari penelitian hukum normatif. Pentingnya teori hukum dalam penelitian hukum normatif adalah membantu menciptakan dalil yang valid dan terverifikasi (tervalidasi dan terverifikasi oleh teori yang sudah ada sebelumnya). Hal ini berbeda dengan penelitian hukum empiris yang validasi dan verifikasi dari sebuah dalil penelitian sangat bergantung pada frekuensi, volume, atau jumlah. Teori pada penelitian hukum empiris berguna untuk meletakkan fondasi dan kerangka penelitian, tetapi bukan untuk membangun dalil dan rekomendasi seperti penggunaan teori hukum pada penelitian hukum normatif.

Manfaat teori pada penelitian hukum normatif adalah membangun kerangka penelitian dan implementasinya pada setiap tahap penelitian. Hal ini berbeda dengan penelitian hukum empiris yang meski implementasi kerangka penelitiannya dibangun dari teori, tetapi diuji oleh data primer dengan metode pengujian kuantitatif seperti statistika.

Baca juga:

Eksistensi Kualitatif

Pemahaman kualitatif pada penelitian hukum normatif adalah karena dalil dan rekomendasi yang dihasilkan diperoleh dari validasi berbagai teori hukum. Kualitatif secara normatif dapat dipersamakan dengan dogmatif (berbasis pada dogma atau ajaran hukum tertentu). Dogma hukum akan melahirkan berbagai teori hukum dalam berbagai lapisan. Teori hukum tidak semuanya berada dalam lapisan yang sama. Artinya, antarteori hukum tersebut berbeda pada tataran implementasi. Definisi dari teori adalah dalil yang telah divalidasi.

Teori hukum pada penelitian hukum normatif berada dalan tiga lapisan yakni grand theory, teori antara (middle range theory), dan teori terapan (applied theory). Teori hukum yang berada pada lapisan grand theory adalah teori yang bersifat umum atau abstrak, salah satu cirinya dapat dipergunakan secara luas dan pada seluruh bidang penelitian hukum. Contoh teori hukum yang berada pada lapisan grand theory adalah teori negara hukum yang sifat penggunaannya sangat luas (dapat dipakai pada penelitian hukum perdata, pidana, hingga tata negara). Selain itu, salah satu ciri teori hukum yang berada pada lapisan grand theory pada umumnya telah berusia cukup tua seperti misalnya teori keadilan yang secara hukum sudah dikenal sejak zaman Aristoteles.

Selanjutnya teori hukum yang berada pada lapisan penggunaan teori antara (middle range theory) adalah teori yang hanya dapat dipakai pada satu rumpun bidang hukum saja. Sebagai contoh, teori hukum kebendaan yang hanya dapat dipakai pada penelitian pada rumpun bidang hukum keperdataan saja—seperti bidang hukum waris atau bidang hukum properti, asalkan berada di dalam rumpun bidang hukum keperdataan. Pada umumnya, usia teori antara (middle range theory) lebih muda jika dibandingkan teori hukum yang berada pada lapisan grand theory. Tentu saja dalam contoh ini teori hukum keadilan ditemukan terlebih dahulu jika dibandingkan teori hukum kebendaan.

Terakhir, teori hukum yang berada pada lapisan teori terapan (applied theory) dengan ciri-ciri bersifat sangat spesifik. Teori tersebut hanya dapat dipakai pada satu tema penelitian hukum normatif secara spesifik, misalnya teori organ yang hanya dapat dipakai pada penelitian berkaitan dengan hukum perseroan atau badan hukum. Metode untuk melakukan pemeriksaan (re-check) apakah teori terapan (applied theory) yang digunakan telah tepat adalah apakah uraian dari teori tersebut memiliki kesamaan kata dan makna dengan uraian pada rumusan masalah hukum (research question).

Jika tidak terdapat kesamaan kata dan atau makna antara artinya kemungkinan teori terapan (applied theory) yang digunakan tidak tepat atau rumusan masalah hukum (research question) yang belum tepat. Teori terapan (applied theory) adalah teori yang langsung digunakan untuk membantu peneliti menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah hukum (research question). Pada umumnya usia teori hukum yang berada dalam teori terapan (applied theory) adalah paling muda dibanding grand theory dan teori antara (middle range theory).

Kedudukan teori hukum pada penelitian hukum normatif sangat krusial. Hal itu mengingat penelitian hukum normatif bergantung pada data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer pada data sekunder adalah peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Jadi, diperlukan dogma dan teori yang terdapat dalam bahan hukum sekunder—seperti buku hukum, jurnal hingga prosiding—untuk menganalisis norma yang menjadi bahan hukum primer tadi.

Penelitian yang baik perlu mengakomodasi sekurang-kurangnya empat komponen yakni Issue (masalah), Rules (Aturan), Analysis (Analisis), dan Conclusion (Kesimpulan). Peneliti harus menemukan kesenjangan masalah lalu merumuskannya dalam rumusan masalah sebelum melakukan analisis norma. Tahapan ini memerlukan kontribusi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang solid. Norma yang telah diidentifikasi sebagai bahan hukum primer kemudian dianalisis, dibahas dengan teori yang telah dipilih, lalu diidentifikasi sebagai bahan hukum sekunder. Hasilnya adalah kesimpulan berupa dalil dan rekomendasi yang akurat atas sebuah norma (bisa berupa pergantian norma, pembentukan, penyempurnaan atau pencabutan norma hukum).

Dr. Rio Christiawan,S.H.,M.Hum.,M.Kn., adalah Associate Professor di Bidang Hukum dan Pakar Penulisan Hukum.

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline. Artikel ini merupakan kerja sama Hukumonline dengan Universitas Prasetiya Mulya dalam program Hukumonline University Solution.

Tags:

Berita Terkait