Membedah SK KMA Tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan
Fokus

Membedah SK KMA Tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan

MA membuka rezim baru, rezim keterbukaan informasi. Prioritas utama bagi tiap pengadilan untuk menopang rezim anyar itu adalah pengembangan teknologi Informasi. Tengok lebih jauh jeroan SK KMA teranyar tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan.

NNC/ISA/Rzk
Bacaan 2 Menit

 

Sementara alasan mendasar lai, seperti dituturkan Mariana, Hakim adalah jabatan kepercayaan. Karena profesinya yang bisa mengadili, orang lalu mempercayakan pada hakim bahwa dia akan menangani perkaranya dengan benar dan adil. Nah, kalau sudah diumumkan kemana-mana hakim itu bersalah, mana mau orang diadili oleh hakim itu. Padahal manusia kan selalu ada perubahan dong, ujarnya.

 

Menurut Mariana kesalahan yang dilakukan oleh Hakim memiliki gradasi. Jika kesalahan yang dilakukan itu merupakan pelanggaran berat dan telah terbukti, tidak masalah publik mengetahuinya. Toh, lanjut dia, Kita juga tidak mau pakai lagi hakim itu.

 

Namun acapkali terjadi, kesalahan yang dilakukan hakim itu hanya lantaran ketidakpahaman si hakim. Kalau karena kekurangpahaman, unprofessional, kita copot saja dipindah. Tidak perlu diumumkan, biar dia belajar lebih baik lagi, tambahnya.

 

Alasan lebih mendasar lagi dikemukakan Ketua Muda Agama Andi Syamsu Alam. Bak Fyodor Dovtoyeski, novelis asal Eropa Tengah yang termahsyur lewat karyanya Kejahatan dan Hukuman, ia mengatakan, Mahkamah Agung atas nama Keadilan yang boleh dihukum hanya pelaku, yang berbuat. Tidak boleh anaknya, tidak boleh keluarganya, teman-teman dekatnya ikut terhukum hanya karena kita umumkan orang yang berbuat kesalahan.

 

Meski tak boleh menyebut nama, Pasal 18 mengenai Informasi tentang Pengawasan, tetap mengharuskan MA membuka informasi mengenai langkah yang telah dilakukan Pengadilan terkait proses dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh hakim dan pegawai pengadilan. Tapi dengan catatan, kasus itu sudah terlanjur basah terendus publik.   Selain itu, data statistik berisi laporan, jumlah kasus, jumlah hakim dan pegawai yang dijatuhi sanksi juga wajib diinformasikan ke khalayak.

 

Penyamaran identitas

Pada Beleid itu, untuk sejumlah kasus yang menyangkut tindak pidana kesusilaan, tindak pidana yang berhubungan dengan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT), Perceraian, Waris, pengangkatan anak dan lain sejenisnya (lihat tabel-red) wajib disamarkan identitasnya. Dalam lampiran I SK KMA itu, disebutkan pula pedoman pengaburan identitas saksi, korban (pidana), para Pihak (perdata umum/agama) berikut domisili.

 

Misalnya, nama terdakwa pemerkosaan cukup disebut Terdakwa, sementara korban  cukup disebut korban. Atau dalam perkara perceraian yang berhubungan dengan sengketa perkawinan, anak ketiga dari Penggugat dan Tergugat cukup ditulis Anak ketiga Penggugat dan Tergugat.  Singkat kata, nama, domisili, predikat, dan hal-hal yang bisa terasosiasi pada orang sebenarnya wajib dikaburkan. Seperti alamat para pihak yang diganti dengan …yang beralamat di Jakarta Selatan.

 

Mengenai hal ini Andi menjelaskan, di negara asing,  penyebutan itu mungkin bukan persoalan, terlebih di Amerika dan Negara-negara Barat. Tapi di Indonesia ini merupakan persoalan. Masyarakat sangat sensitif memandang persoalan keluarga semacam itu. Perceraian misalnya, masih dipandang sebagai aib bagi sebagian masyarakat di Indonesia. Kita arus memperhatikan kondisi sosiologis, memperhatikan budaya hukum dan nilai-nilai yang dipegang masyarakat, terangnya.

 

Andi mencontohkan, katakanlah si pihak tidak mempersoalkan kita publish putusan itu. Tapi kebetulan ada keluarganya yang kebetulan pers atau pengacara yang tahu UU Pers dan lain-lain. Anak, istri, atau keluarganya itu lalu merasa keberatan dengan itu.  Kita ini kan penegak keadilan, samarkan nama orang. Di sini menyinggung rahasia orang, bahkan informasi dari para pihak mestinya diketahui oleh hakim seorang. Ini pertanggungjawaban kami kepada para pihak yang mempercayakan diri pada kami dan pertanggungjawaban pada yang di atas, ujarnya seraya mengacungkan telunjuk ke langit. Tapi kita ini (Peradilan Agama-red) sebatas ditekan oleh bu Mariana, era globalisasi dengan tekologi informasinya dan desakan LSM. Kita masih ragu mau maju atau tidak ini, tambahnya.

 

Mengenai hal ini, Mariana mengusulkan, daripada repot, sekalian identitas diblok warna hitam. Tapi itu bukan tidak menyisakan persoalan. Menurut Andi, meski para pihak disamarkan namun kalau substansi posita (alasan-alasan mendasar gugatan) tetap diumumkan, terlebih untuk masalah keluarga yang berhubungan dengan peristiwa yang menyangkut orang tenar, malah bisa jadi konsumsi infotaintment. Ini bisa bahaya, ujar Andi. Sebab, lanjut Andi, persoalan keluarga seorang selebritis acapkali  lebih dulu tercium publik daripada Pengadilan.

 

Layanan lainnya

Pada SK KMA terdapat tiga lembar Lampiran. Lampiran pertama soal Pedoman Pengaburan Informasi, Lampiran Kedua memuat contoh Formulir Permohonan Informasi, dan Lampiran terakhir berisi contoh Tanda Bukti Permohonan Informasi. Dua hal terakhir diperuntukkan bagi permohonan informasi di pengadilan yang belum mempunyai jaringan On-line alias rumah web. Menurut SK itu, penyediaan informasi akan dilayani oleh pejabat khusus yang memegang desk informasi di pengadilan.

 

Untuk layanan informasi, Pengadilan harus memberi jawaban keterangan atas permohonan yang diajukan paling lama tiga hari kerja sejak permohonan diterima petugas informasi. Ada dua kemunginan jawaban, permintaan informasi ditolak sebagian atau seluruhnya, dan informasi yang dicari tidak diketemukan. Jika ditolak maka harus disebutkan alasan penolakan. Jika diterima, harus disebutkan rincian biaya untuk mendapatkan informasi tersebut.

 

Soal biaya penyediaan informasi, memang lumrah jika pengadilan harus memungut ganti ongkos. Sebab, nantinya setiap orang dapat meminta informasi ke Pengadilan, termasuk mendapatkan salinan putusan yang kadang tebalnya ratusan lembar. Nggak bisa itu kita gratiskan. Nggak ada negara punya anggaran buat itu, ujar Bagir tegas.

 

Sebagai pencegah terjadinya pungli dalam layanan ini, pada Pasal 27 SK tersebut dikatakan, Pengadilan hanya dapat membebani pemohon sekedar biaya fotokopi atau biaya cetak yang ditetapkan Ketua Pengadilan. Ini masih dipertegas lagi dengan kata, berdasarkan biaya yang berlaku secara umum. Jadi kalau ada pemohon yang merasa biaya tak wajar, bisa melaporkan hal ini ke Badan Pengawasan MA.

 

Sedangkan penanggungjawab layanan informasi, untuk informasi yang berkaitan dengan urusan perkara (yudisial) di Mahkamah Agung menjadi tanggungan Panitera, sedangkan untuk urusan non perkara (non yudisial) tanggungjawab dibebankan pada Sekretaris. Sementara untuk pengadilan di bawah MA, tanggungjawab penyediaan informasi dipegang masig-masing oleh Ketua Pengadilan.

 

Quick win

Penghujung Agustus 2007, rumusan SK  final diterima Bagir Manan. Timbul usulan, sebelum SK diteken, institusi puncak pengadilan itu mesti sudah mempersiapkan publikasi putusan. Selain lantaran biar tak jadi pepesan kosong semata, momen untuk sosialisasi SK tersebut sangat pas. Hal itu disebabkan softlaunch publikasi putusan akan bertepatan dengan dilaksanakannya Rapat Kerja Nasional MA di Makassar yang bakal dihadiri Hakim-hakim dari seluruh Indonesia.

 

Babak baru keterbukaan itu ditoreh dalam Surat Keputusan Ketua MA Nomor 144/KMA/SK/VIII/2007 yang diteken Bagir Manan pada 28 Agustus 2007. Pucuk dicinta ulam tiba, Quick Win dari program ini yakni publikasi putusan, di-upload melalui situs resmi MA. Dibuat satu direktori baru di situs itu berjudul Direktori Putusan.

 

Ketika Tim mulai bekerja membangun sistem baru untuk keperluan itu. Persoalan kembali menghadang. Banyak putusan yang kurang selektif lantsaran data putusan yang dikumpulkan oleh Panitera MA lawas yang baru diganti beberapa waktu lalu banyak yang kurang beres. Tim pun mesti bekerja peras keringat mengejar kereta. Tercatat sudah terkumpul lebih dari 700 putusan dari target semula 1000 putusan yang bakal di-publish. Semuanya putusan-putusan kasus besar yang pernah mendapat perhatian publik, seperti kasus pemerasan penyidik Komisi Pemberantasa Korupsi Suparman.  Kita akan memulainya dengan putusan yang besar-besar. Yang diutamakan dalam ketentuan itu kan juga yang menarik perhatian masyarakat dan sebagainya. Kalau putusan itu yang kecil kecil saja ya saya kira kita belakangkan dulu, papar Bagir.

 

Persoalan lain menghadang sejumlah putusan yang terganjal limited disclosure semacam perkara-perkara Perdata Umum dan Agama. Untuk bergegas memasukkan data ke web-site, mereka masih dinaungi perasaan khawatir. Kami sudah siap 200 putusan siap upload, tapi soal pengaburan identitas masih perlu dibahas lebih lanjut. Ini persoalan besar. Jangan sampai karena buru-buru malah mendapat leih banyak mudharat daripada manfaat, ujar Andi.

 

Mutlak butuh dukungan IT

Untuk mewujudkan transparansi di Pengadilan, hal yang paling dibutuhkan adalah pengembangan teknologi informasi (IT) di pengadilan. Di Mahkamah Agung dan beberapa pengadilan, kami sudah mengawalinya dengan menggunakan softcopy dalam membuat konsep putusan, beber Mariana.

 

Dalam sambutannya saat membuka Rakernas di Makasar Senin (3/9), Bagir mengatakan, prioritas yang mesti segera dikerjakan Pengadilan adalah pengggunaan dan pengembangan teknologi informasi.Saya meminta agar semua pengadilan menempatkan pengembangan IT sebagai salah satu prioritas, pinta Bagir.

 

Selain mempercepat administrasi, IT juga berguna mencegah interaksi langsung antara pihak yang berperkara dengan pegawai pengadilan. Ini, salah satunya bertujuan untuk mencegah jual beli perkara di pengadilan. Toh, di balik kebijakan MA yang ia nilai progresif ini, Agus Sudibyo masih mendengungkan katebelece. Bagaimana pelaksanaannya, perlu dipikirkan benar. Jangan sampai keputusannya bagus, namun pelaksanaannya tidak efektif karena tidak dipersiapkan mekanisme dan prosedur untuk itu. Pimpinan MA harus memastikan benar bahwa keputusan itu akan dilaksanakan secara efektif oleh segenap lingkungan peradilan, demikian pesan Agus.

 

Dan dengarlah pula janji seorang Mariana Sutadi. Dia menjelaskan, untuk sementara ini langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan sosialisasi dulu dari program keterbukaan putusan. Sebab ini yang paling kelihatan hasilnya. Nanti akan dilakukan pengembangan ke layanan lain tapi dengan bertahap. Untuk waktu-waktu dekat ini masih butuh sosialisasi ke daerah-daerah, demikian Mariana Sutadi.

Tags: