Mempertanyakan Kasasi ‘Terbatas’ dalam Putusan MK Terkait Kasasi Putusan PKPU
Utama

Mempertanyakan Kasasi ‘Terbatas’ dalam Putusan MK Terkait Kasasi Putusan PKPU

Penolakan kreditur dan produk voting di mana pengadilan tidak memiliki pilihan di dalamnya, akan menjadi isu PKPU dan pailit. Yang menjadi pertanyaan adalah hukum apa yang diperiksa oleh hakim MK dari voting perdamaian.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit

Saat pendapat itu disampaikan, Oscar mengaku terjadi pertentangan di kalangan profesi kurator dan pengurus. Dia menegaskan bahwa pendapat tersebut disampaikan dalam kacamata sebagai yuris, bukan menempatkan diri sebagai pengurus dan kurator.

Kemudian banyak pihak yang menyebut bahwa upaya hukum kasasi dalam putusan PKPU yang berakhir pailit dapat membatasi pekerjaan pengurus. Namun Oscar menilai hal tersebut tidak akan menghambat pekerjaan pengurus. Sebagaimana tugas dan tanggung jawab kurator tetap dapat dilaksanakan meskipun ada upaya hukum kasasi dalam putusan pailit.

“Kalau bicara profesi, ada putusan pailit ketika ada kasasi enggak ada bedanya. Kita juga bebas kerja, secara analogis putusan PKPU berlaku saat itu juga, dan gak ada bedanya. Kalau putusan palit diajukan kaasi kita tetap bekerja, kalau putusan PKPU yang berakhir pailit di kasasi tetap bisa bekerja. Itu yang membuat saya berkeras upaya hukum harus diberikan demi kepentingan keadilan,” jelasnya.

Menurut Oscar tedapat beberapa alasan mengapa diperlukan upaya hukum kasasi dalam PKPU. Yakni PKPU mempunyai konsekuensi hukum yang sangat material terhadap diri debitur, permohohonan PKPU oleh krditur terhadap debitur sarat dengan perdebatan. Kemudian memberikan kesempatan kepada debitur maupun kreditur yang merasa dirugikan untuk mengupayakan koreksi terhadap hasil putusan yang dianggap keliru agar kekeliruan atau kekhilafan yang terjadi pada putusan dapat diperbaiki, dan tidak adanya upaya hukum terhadap putusan PKPU berpotensi mengeliminir asas-asas yang dianut oleh UU Kepailitan dan PKPU, khususnya asas keseimbangan, asas kelangsungan usaha, dan asas keadilan.

Oscar mengaku mendukung putusan MK tersebut. Namun dia menilai ada hal yang tidak tepat. Selain membuka peluang kasasi kepada debitur dalam putusan PKPU, MK juga menyatakan Pasal 235 ayat (1) dan Pasal 293 ayat (1) UU Kepailitan tidak mempunyai  sepanjang tidak dimaknai 'diperbolehkannya upaya hukum kasasi terhadap putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang diajukan oleh kreditor dan ditolaknya tawaran perdamaian dari debitor’.

Dalam hal ini Oscar mempertanyakan putusan MK yang mempertimbangkan voting dalam PKPU. Menurutnya voting tidak bisa dijadikan pertimbangan hukum. “Bagaimana logikanya voting jadi pertimbangan hukum. Voting tidak bisa dijadikan pertimbangan hukum,” ungkapnya.

Senada, Ketua Umum Lembaga Kajian Hukum Kepailitan Dan Restrukturisasi FHUI Teddy Anggoro menilai pergeseran prinsip dalam putusan MK. Putusan tersebut, lanjut Teddy, menggeser pengujian Pasal 235 ayat (1) dan Pasal 295 ayat (1) UU 37/2004 dalam putusan No.17/PUU-XVIII/2020 dari konstitusional bersyarat.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait