Menagih Tanggung Jawab Organisasi Advokat Soal Pro Bono
Utama

Menagih Tanggung Jawab Organisasi Advokat Soal Pro Bono

Hanya dinyatakan sebagai anjuran tanpa kejelasan panduan teknis. Seharusnya organisasi advokat lebih berperan aktif.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Suasana kegiatan Pro Bono Focus Group Discussion (Kedua) di Jakarta, Selasa (23/7). Foto: RES
Suasana kegiatan Pro Bono Focus Group Discussion (Kedua) di Jakarta, Selasa (23/7). Foto: RES

Penelitian Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI FHUI) menemukan bahwa peran dan komitmen organisasi advokat dalam menggiatkan pro bono (bantuan hukum cuma-cuma) oleh anggotanya masih lemah. Padahal kewenangan profesi advokat untuk leluasa mengatur diri secara mandiri telah lama diberikan dengan lahirnya UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat).

 

Hasil penelitian MaPPI FHUI berjudul Pro Bono: Prinsip dan Praktik di Indonesia yang baru diluncurkan pada akhir Juli lalu itu dibenarkan oleh sejumlah advokat. Hal itu terungkap dalam rangkaian diskusi terarah yang diselenggarakan The Asia Foundation dan Hukumonline untuk merumuskan panduan pro bono advokat.

 

Faktanya, ketentuan internal organisasi advokat hanya sekadar menganjurkan untuk melaksanakan pro bono. Tidak ada ketegasan mengenai akibat apa yang akan diterima advokat jika tidak menjalankan praktik pro bono. Organisasi advokat pun melepaskan tanggung jawab pelaksanaan pro bono kepada individu anggotanya.

 

“Sebaiknya organisasi advokat mengorganisir, menampung calon klien pro bono, dikelola administrasinya, dari sana lalu ditawarkan ke kantor-kantor hukum,” kata Asep Ridwan, salah satu peserta diskusi menyampaikan pendapatnya.

 

Partner di firma Assegaf Hamzah & Partners ini menyatakan rasa optimisnya kepada Hukumonline soal minat dari berbagai firma hukum untuk berpartisipasi menangani klien pro bono. “Saya yakin kalau itu dilakukan akan lebih efektif, nyaris di setiap kota ada perwakilan organisasi advokat,” ujarnya.

 

Asep menilai organisasi advokat bisa menjadi kanal penghubung yang efektif antara pencari keadilan dengan para advokat yang akan menangani pro bono. Organisasi advokat bisa berperan lebih baik agar tanggung jawab pro bono tiap anggotanya tersalurkan kepada pihak yang membutuhkan.

 

“Tentu juga tidak membuat adovokat menolak permintaan pro bono yang langsung datang ke kantornya, tapi kalau mau lebih baik, oraganisasi advokat perlu berperan lebih,” kata Asep. Ia mengatakan bahwa organisasi advokat yang paling tahu jumlah dan persebaran anggotanya. Hal itu seharusnya bisa sangat berguna untuk mengefektifkan strategi pelaksanaan pro bono.

 

Jecky Tengens, pemilik Tengens Partnership Law Office berpendapat serupa. Bahkan menurutnya organisasi advokat yang paling memiliki kekuatan untuk membuat pelaksanaan pro bono berjalan efektif. “Kami bisa berpraktik karena ada Kartu Advokat, bahkan mulai dari ujian dan pengawasan, hidup atau mati advokat dikembalikan ke organisasi advokat,” katanya kepada Hukumonline.

 

Baca:

 

Ia menyayangkan bahwa praktik pro bono hanya menjadi imbauan yang tidak dievaluasi. Padahal pro bono berperan penting untuk membantu akses masyarakat kepada keadilan. Seharusnya peran ini bisa berjalan secara serius oleh advokat sebagai sebuah profesi yang terhormat.

 

Jecky juga membandingkan dengan profesi dokter yang mewajibkan semacam kerja sosial ke berbagai wilayah di luar perkotaan sebagai syarat diangkat menjadi dokter. “Sehingga sejak awal ditumbuhkan kepedulian sosial untuk membantu tanpa pamrih, nah profesi advokat tidak seperti itu,” katanya. Ia berharap organisasi advokat meniru pola semacam itu bagi calon advokat jika memang ingin menggiatkan praktik pro bono.

 

Tidak hanya itu, Jecky setuju agar pelaksanaan pro bono ditegaskan dalam aturan internal keanggotaan organisasi advokat. “Aturannya hanya bilang dianjurkan (50 jam kerja per tahun,- red), kenapa tidak diwajibkan saja sehingga semua melaksanakan,” ujarnya. Menurutnya cara itu jauh lebih baik alih-alih anjuran yang bersifat ‘abu-abu’. Apalagi jasa pro bono bisa dilakukan dengan berbagai pilihan cara selama tidak memungut honorarium.

 

Perlu diingat bahwa memberikan jasa pro bono untuk pencari keadilan yang tidak mampu  sudah dinyatakan wajib dalam undang-undang hingga peraturan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi). Hanya saja ketentuan teknis pelaksanaannya diserahkan kepada organisasi advokat.

 

Dasar Hukum Pelaksanaan Pro Bono

UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat

Pasal 22

(1) Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu;

(2) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

PP No. 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma

Pasal 2

Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan.

Pasal 3

(1) Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi tindakan hukum untuk kepentingan pencari keadilan di setiap tingkat proses peradilan;

(2) Bantuan Hukum Cuma-Cuma berlaku juga terhadap pemberian jasa hukum di luar pengadilan.

Pasal 11

(1) Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Kode Etik Advokat, dan peraturan Organisasi Advokat.

Peraturan Peradi No. 1 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma

Pasal 2

(1) Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu;

(2) Bantuan hukum secara cuma-cuma yang diberikan oleh advokat wajib diperlakukan setara dengan bantuan hukum yang dilakukan dengan pembayaran honorarium.

Pasal 11

Advokat dianjurkan untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma setidaknya 50 (lima puluh) jam kerja setiap tahunnya

 

Bahkan pasal 12 PP No. 83 Tahun 2008 melarang advokat untuk menolak permohonan pro bono. Jika melanggar, organisasi diizinkan memberikan sanksi hingga pemberhentian tetap dari profesinya. Sayangnya  ketentuan teknis dalam Peraturan Peradi menyatakan pelaksanaan pro bono itu hanya sekadar anjuran minimal 50 jam kerja per tahun. Itu sebabnya Peradi dianggap bertanggung jawab membuat praktik pro bono tidak berjalan efektif.

 

Fransisca Romana, Wakil Ketua Pusat Bantuan Hukum Peradi ‘Suara Advokat Indonesia’ mengakui kelemahan peran organisasi advokat dalam menggiatkan pelaksanaan praktik pro bono. “Saya sebagai pengurus Peradi mengatakan itu belum berjalan dan tersosialisasi dengan baik,” katanya.

 

Praktik pro bono saat ini memang sangat mengandalkan inisiatif masing-masing individu advokat. “Belum ada tindakan progresif untuk menjembatani itu semua,” ujar Fransisca. Ia sendiri mengusulkan agar Peradi bisa menempatkan perwakilan di lembaga penegak hukum yang langsung terhubung dengan proses penegakkan hukum seperti kantor polisi dan pengadilan.

 

“Paling banyak masyarakat butuh di kantor polisi dan pengadilan, setiap hari pasti ada orang punya masalah di sana,” Fransisca menambahkan. Ia berusaha mengusulkan organisasinya lebih proaktif menjadi jembatan para pencari keadilan yang tidak mampu untuk mengakses layanan pro bono advokat.

 

Sama seperti Fransisca, Ketua Bidang Pro Bono Peradi ‘Rumah Bersama Advokat’  Saor Siagian berpendapat peran organisasi advokat masih lemah dalam menggiatkan pro bono. “Memang organisasi harus juga aktif memasyarakatkan soal pro bono dan mempermudah akses jasa ini,” ujarnya.

 

Namun Saor menolak bahwa organisasi advokat harus memaksa anggotanya dengan memberikan sanksi apabila tidak melaksanakan pro bono. Pembuatan panduan pelaksanaan pro bono yang lebih komprehensif dianggapnya sebagai jalan terbaik. “Kami terharu dan sangat mengapresiasi bahwa inisiatif menyusun panduan pro bono ini dilakukan Hukumonline,” kata Saor.

 

Hingga berita ini diturunkan, Hukumonline bersama dengan The Asia Foundation tengah menyusun panduan pro bono advokat. Gerakan pro bono di Indonesia mulai digiatkan kembali sejak tahun 2016 dalam Asia Pro Bono Conference di Bali. Selanjutnya sejak tahun 2017 hingga saat ini bergulir upaya menyusun panduan pelaksanaan pro bono.

Tags:

Berita Terkait