Mendorong ‘Bapak Kejaksaan Indonesia’ Sebagai Pahlawan Nasional
Berita

Mendorong ‘Bapak Kejaksaan Indonesia’ Sebagai Pahlawan Nasional

Rekam jejak, keberanian, integritas, dan kiprahnya semasa menjadi Jaksa Agung tak diragukan lagi, sekelas pejabat diproses hingga ke pengadilan. Tak jarang, turun tangan “beradu" argumentasi di meja hijau sebagai penuntut umum tertinggi.

Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit

Sezaman

Pakar Hukum Acara Pidana, Prof Andi Hamzah punya cerita semasa menjadi jaksa. Dia melihat rekam jejak Raden Soeprapto tak diragukan lagi integritas dan keberaniannya sebagai orang yang pernah menjadi nomor satu di korps Adhyaksa. Prof Andi Hamzah tahu betul kiprah Jaksa Agung ke-4 itu yang diberhentikan oleh Presiden Soekarno pada 1959 silam itu.

Prof Andi Hamzah menjadi jaksa setelah empat tahun R. Soeprapto menjadi Jaksa Agung. Ya, Prof Andi Hamzah saat muda kala itu menjadi anak buah Raden Soeprapto. “Saya menjadi jaksa sezaman dengan Pak Raden Soeprapto. Saya diangkat menjadi jaksa pada 1954,” kenang Andi Hamzah.

Era orde baru, jabatan Jaksa Agung independen. Berbeda halnya dengan saat ini Jaksa Agung berada langsung di bawah Presiden. Seharusnya, kata dia, posisi Jaksa Agung tidak masuk dalam kabinet pemerintahan, tapi berada pada struktur di Mahkamah Agung (MA). Karena itu, pengangkatan Jaksa Agung merujuk pada Pasal 24 UUD 1945 sebelum amandemen jo Pasal 2 ayat (3) UU RIS No.1 Tahun 1950 tentang Susunan, Kekuasaan dan Jalan Pengadilan Mahkamah Agung Indonesia.

Pasal 2 ayat (3) UU 1/1950 menyebutkan, “Pada Mahkamah Agung adalah seorang Jaksa Agung dan dua orang Jaksa Agung-Muda”. “Makanya, Jaksa Agung Raden Soeprapto lebiih banyak berkantor di Mahkamah Agung saat itu. Jadi namanya penuntut umum tertinggi dan tidak bisa di-reshuffle,” kata dia mengingatkan.

Sementara Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof Indriyanto Seno Adji menilai napak tilas rekam jejak Raden Soeprapto menginginkan Kejaksaan sebagai lembaga otonom dan independen. “Sempat terucap bahwa nantinya Kejaksaan Agung harus memperlakukan apa yang namanya lembaga independen. Bukan hanya Jaksa Agung dan jaksanya, tapi juga lembaganya,” ujarnya.

Prof Indriyanto merupakan anak dari mendiang Prof Oemar Seno Adji yang notabene saat itu menjadi salah satu Jaksa Agung Muda (Jam) di bawah Jaksa Agung Raden Soeprapto. Makanya, Prof Indriyanto pun mendapat cerita dari sang ayahnya dan literatur kiprah R. Soeprapto.

Seperti cerita adanya seorang tentara yang ditangkap. Singkat cerita, diutuslah seseorang oleh atasan korps tentara itu untuk membebaskan salah satu kawannya yang ditahan Kejaksaan. Dalam kasus ini, R. Soeprapto, kata Prof Indriyanto, telah menguraikan prinsip-prinsip penahanan kepada orang tersebut. R. Soeprapto menolak permintaan agar dilepaskan rekan tentara tersebut. “Dia bilang, ‘langkahi mayat saya dulu’. Jadi memang dia sangat tegas.”

Tags:

Berita Terkait