Mendorong Penguatan Sistem Pengawasan dalam RUU BUMN
Berita

Mendorong Penguatan Sistem Pengawasan dalam RUU BUMN

DPR bakal membahas RUU BUMN terkait pengawasan bersama BPK, Kejaksaan Agung, dan KPK. Langkah itu penting agar nantinya dapat merumuskan bersama model sistem pengawasan yang tepat agar efektif mencegah korupsi di perusahaan BUMN.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

Dia menilai implementasi UU BUMN tak berdiri sendiri karena ada UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 68 ayat (1) huruf a UU 40/2007 menyebutkan, “Direksi wajib menyerahkan laporan keuangan Perseroan kepada akuntan publik untuk diaudit apabila: a. kegiatan usaha Perseroan adalah menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat;…..”

Tak hanya itu, industri sektor jasa keuangan diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagaimana diatur UU No.21 Tahun 2011 tentang OJK. Semestinya sejumlah lembaga pengawasan pelaksanaan operasional BUMN dapat berjalan on the track. Tapi,realitasnya, pengawasan yang dilakukan belum mampu mencegah terjadinya praktik korupsi di perusahaan BUMN.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu mengusulkan agar sistem dan mekanisme pengawasan terhadap perusahaan milik BUMN diperkuat. Hal ini perlu pembahasan khusus RUU BUMN bersama BPK, Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Langkah itu penting agar nantinya dapat merumuskan bersama model sistem pengawasan yang tepat agar efektif mencegah korupsi di perusahaan BUMN.

“Lembaga pengawasan di BUMN harus profesional dan independen. Nantinya, tak hanya manajemen perusahaan yang dimintakan pertanggungjawaban ketika terjadi korupsi, tapi juga lembaga pengawasan yang melakukan audit perlu diberi sanksi terkait profesionalitas dan independensinya dalam melakukan pengawasan.”

Selain itu, dia mengingatkan pengelola, para auditor, atau pengawas BUMN terikat dengan UU No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi Kolusi Nepotisme. Pasal 3 UU No. 28 Tahun 1999 menyebutkan, “Asas-asas umum penyelenggaraan negara meliputi: 1. Asas Kepastian Hukum; 2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara; 3. Asas Kepentingan Umum; 4. Asas Keterbukaan; 5. Asas Proporsionalitas; 6. Asas Profesionalitas; dan 7. Asas Akuntabilitas”.

“Karena itu, kalau terjadi kasus korupsi yang merugikan negara di BUMN, selain para pengelola yang melakukan fraud (kecurangan, red) secara langsung, lembaga pengawasan juga harus dimintakan pertanggungjawaban,” katanya.

Sementara Anggota Komisi VI DPR Evita Nursanty menilai revisi UU BUMN dilatarbelakangi karena UU UU BUMN sudah berlaku 17 tahun. Seiring perkembangan dunia usaha, khususnya di BUMN, diperlukan “penyegaran” terhadap UU BUMN. Saat ini mengalami perubahan besar. Itu sebabnya perlu revisi UU BUMN termasuk soal pengawasan terhadap BUMN. Namun, tujuan merevisi UU BUMN untuk menyeimbangkan dan menyejahterakan kepentingan perusahaan BUMN.

“Ini harus balance antara rakyat dan BUMN. Ini yang paling penting dari dasar kita mengubah UU ini,” ujarnya beberapa waktu lalu.

Tags:

Berita Terkait