Mengulas Pengaturan Kejahatan Digital dalam KUHP Baru
Terbaru

Mengulas Pengaturan Kejahatan Digital dalam KUHP Baru

Karena mengakomodir tantangan kejahatan digital, asas perlindungan dan asas nasional pasif, hingga mampu menjangkau pelaku kejahatan di luar wilayah NKRI yang berkaitan dengan kepentingan Indonesia.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ketua Yayasan Lembaga Pengembangan Ilmu Hukum dan Manajemen (LPIHM) IBLAM Rahmat Dwi Putranto. Foto: RES
Ketua Yayasan Lembaga Pengembangan Ilmu Hukum dan Manajemen (LPIHM) IBLAM Rahmat Dwi Putranto. Foto: RES

Sejumlah pengaturan pembaharuan hukum pidana yang diatur dalam UU No.1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru bakal menjadi rujukan bagi aparat dalam penegakan hukum. Salah satunya, pengaturan asas maupun jenis kejahatan digital yang nanti dapat menjangkau pelaku sekalipun berada di luar wilayah Indonesia.

Ketua Yayasan Lembaga Pengembangan Ilmu Hukum dan Manajemen (LPIHM) IBLAM, Rahmat Dwi Putranto mengatakan KUHP baru sebagai produk nasional terbaik bangsa ini terlepas dari kekurangan dan kelebihannya. Setidaknya, KUHP baru ini menjadi produk yang lebih baik dari Weetboek van Strafrecht, ataupun draf RKUHP di periode 2019 yang kala itu diprotes publik.

“Saya secara pribadi pun ikut demo pas zaman itu. Tapi sekarang saya mendukung 100 persen,” ujar Rahmat Dwi Putranto saat berbincang dengan Hukumonline di penghujung Desember 2022 lalu.

Baca Juga:

Dia menyoroti beberapa aspek dalam KUHP baru. Pertama, soal pelibatan publik. Menurutnya, skema pelibatan partisipasi publik, pemerintah telah melaksanakan amanat putusan MK terkait meaningful participation. Ada banyak elemen masyarakat yang dimintakan masukan dan aspirasinya melalui sosialisasi dan dialog publik di lebih dari 22 kota sejak periode 2021-2022. Dari aspek proses telah melalui tahapan sedemikian panjang dan tak perlu diragukan fakta tersebut.

Kedua,konten. Menurutnya, asas-asas yang diatur cukup revolusioner yang terdapat dalam Buku I KUHP Nasional. Bagi sebagian kalangan, kritik hanya ditujukan pada Buku II KUHP Nasional yang memuat tindak pidana, tapi lupa membaca Buku I. Sebab, KUHP terdiri dari dua buku besar. Dia menilai Buku I tak dapat dipisahkan dari Buku II. Karenanya, dalam menilai KUHP Nasional mesti terlebih dahulu membaca Buku I secara menyeluruh dan utuh.

Ia melihat Buku I dirancang secara komprehensif serta memperhatikan tantangan hukum di masa mendatang. Seperti dalam Pasal 5 yang mengatur asas perlindungan dan asas nasional pasif. Dalam Pasal 5 menyematkan ketentuan pidana yang berlaku bagi setiap orang di luar wilayah kesatuan negara republik Indonesia (NKRI) yang melakukan kejahatan terhadap kepentingan Indonesia berkaitan dengan keselamatan atau keamanan sistem komunikasi elektronik.

Tags:

Berita Terkait