Menimbang Urgensi Pembentukan Lembaga Pengelola Investasi di UU Cipta Kerja
Berita

Menimbang Urgensi Pembentukan Lembaga Pengelola Investasi di UU Cipta Kerja

Alih-alih menciptakan lembaga baru, pemerintah diminta untuk menyelesaikan persoalan return investasi yang masih rendah.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit

Selain itu, Eko mengingatkan pentingnya aspek tata Kelola dan tansparansi yang tidak bisa ditawar. “Cuma sedikit bukti yang bisa menunjukkan tata kelola bisa lebih baik, terutama ada aset negara pindah ke situ bagaimana audit BPK, tidak ada audit, dan kedua daya saing relatif rendah, kalau tidak governance atau bermain-main dengan kehati-hatiaan dan tata kelola yang sembarangan yang rugi adalah masyarakat,” pungkasnya.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan, Teguh Surya, menilai RUU Cipta Kerja berpotensi tidak dapat dijalankan untuk meningkatkan perekonomian Indonesia, tapi malah menciptakan masalah baru. Satu contoh, terjadi karena tidak ada lahan baru yang tersedia bagi investasi yang akan masuk karena 75,6 persen atau 143 juta hektar daratan di Indonesia sudah dibebani oleh berbagai macam izin. Belum lagi, berbagai izin yang diterbitkan itu juga mengandung banyak masalah, salah satunya tumpang tindih perizinan.

Teguh memberi contoh perizinan di sektor perkebunan sawit di tahun 2020 tercatat luasnya sekitar 22,7 juta hektar. Dari jumlah itu, sebanyak 4,4 juta hektar berada di konsesi Migas (daratan); 1,12 juta hektar menempati wilayah masyarakat hukum adat; 1,1 juta hektar di area konsesi Minerba; 1,2 juta hektar di daerah Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB) 2020; dan 579 ribu hektar berada di lahan perhutanan sosial (PIAPS Revisi 04).

Alih-alih mengundang investasi, Teguh menilai kasus tumpang tindih perizinan lahan ini malah memberi ketidakpastian bagi investor. Sebab, RUU Cipta Kerja juga tidak memuat ketentuan yang dinilai mampu menyelesaikan persoalan ini dengan baik dan berpotensi menimbulkan masalah baru.

“RUU ini dipaksakan lahir ‘prematur’ dan proses pembuatannya sesat pikir,” kata Teguh dalam diskusi secara daring bertema “Menguak Fakta Dibalik RUU Cipta Kerja; Tak Ada Lahan Lagi Untuk Investasi”, Minggu (4/10).

Ketimbang mengetok RUU Cipta Kerja, Teguh mengusulkan pemerintah dan DPR melakukan setidaknya dua hal. Pertama, mengutamakan pembenahan tata kelola lingkungan hidup dan sumber daya alam serta penguatan KPK untuk meningkatkan perekonomian nasional. Kedua, menindaklanjuti hasil kajian harmonisasi UU di bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup yang telah disusun KPK tahun 2018.

Tags:

Berita Terkait