George Michael, mahasiswa Sarjana Arsitektur Institut Teknologi Bandung, merancang ulang desain lembaga pemasyarakatan dengan pendekatan arsitektur humanis. Mulai dari ruang penjara hingga fasilitas pemasyarakatan menjadi sorotan. Desain ini dibuat George sebagai tugas akhir kelulusannya. “Nggak ada pemicu khusus selain slogan ‘Memanusiakan Manusia’ yang sering terdengar dari kegiatan kepanitiaan di kampus,” kata George kepada Hukumonline, Kamis (7/7/2022).
Ia menjelaskan konsep tugas akhir ini berkaitan dengan minatnya untuk mempelajari manusia dan kemanusiaan. Perancangan penjara sebagai proyek pada tugas akhir dipilih setelah mempertimbangkan berbagai objek. “Sempat kepikiran juga apapun yang berkaitan dengan kemanusiaan seperti tempat rehabilitasi narkoba atau penderita gangguan jiwa,” katanya. George mengaku berupaya mengeksplorasi masalah kemanusiaan apa saja yang bisa diselesaikan dengan arsitektur.
Pertanyaan mendasar yang harus dijawab George adalah mengapa penjara harus humanis? “Menurutku penjara itu sendiri sudah merupakan hukuman, jadi warga binaan pemasyarakatan harusnya nggak perlu lagi ‘disiksa’ waktu menjalani hukuman pidananya,” kata George menjelaskan. Laporan tugas akhir berjudul “Memanusiakan Warga Binaan: Perancangan Lembaga Pemasyarakatan dengan Pendekatan Arsitektur Humanis” yang karyanya itu ramai direspon warganet belum lama ini.
Merujuk UU No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, George memuji konsep pemasyarakatan dalam hukuman pidana Indonesia yang tidak berorientasi balas dendam. Ia menilai konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial yang berlandaskan Hak Asasi Manusia sudah diatur dengan baik dalam undang-undang.
George juga mengatakan standar kamar hunian penjara dalam regulasi saat ini sudah cukup layak dalam standar minimum. “Menurutku sudah standar minimum kalau diwujudkan sepenuhnya, sudah cukup layak. Tapi dalam praktiknya tidak begitu dan butuh perbaikan,” saran dia. Ia merujuk ketentuan dalam Surat Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor: E-PS.01.06-16 tanggal 23 Oktober 1996 tentang Penentuan Daya Muat/Kapasitas Lapas.
Ia setuju bahwa konsep pemasyarakatan harusnya membantu narapidana memulihkan fisik dan mental untuk memperbaiki diri. Sayangnya, praktik fasilitas lembaga pemasyarakatan yang ia teliti justru menunjang masalah kesehatan fisik dan mental yang tidak membantu rehabilitasi apalagi reintegrasi sosial.
Berikut ini tujuh poin desain George untuk Lembaga Pemasyarakatan yang humanis.
1. Tanpa Jeruji Besi
Alih-alih jeruji besi, bahan yang digunakan adalah panel transparan polikarbonat kokoh. Model ini digunakan pada pintu dan jendela sehingga pengawasan dapat dilakukan tanpa mengurangi hak ruang personal narapidana.
2. Pencahayaan dan Penghawaan Layak
Jendela ramping dibuat untuk mencegah upaya kabur. Di sisi lain, cahaya dan sirkulasi udara yang layak tetap bisa dirasakan narapidana.
3. Kamar Mandi Terpisah
Sekat kamar mandi diperlukan agar mencegah bau dan lembab ke area tidur. Jendela untuk pengawasan oleh petugas dari luar dipasang pada kamar mandi.
4. Bunkbed Bersekat
Kamar hunian berisi lebih dari satu narapidana menggunakan ranjang berbentuk bunkbed bersekat. Cara ini untuk tetap memberi hak privasi di antara narapidana dalam satu kamar hunian.
5. Bisa dipakai Shalat
Sel penjara selama ini terlalu sempit untuk juga dipakai shalat oleh narapidana. George mempertimbangkan kebutuhan beribadah narapidana di Indonesia yang mayoritas muslim.
6. Kamar Hunian Inklusi
Narapidana difabel dan lanjut usia diberikan kamar hunian terpisah. Fasilitas ini termasuk kamar mandi khusus difabel.
7. Kamar Isolasi Sementara
Ruang sementara ini digunakan untuk narapidana yang berpotensi melukai diri sendiri atau orang lain. Permukaan seluruh ruang menggunakan bahan empuk dilapisi bantalan.
Selain desain ulang kamar hunian, George juga merancang fasilitas pusat rehabilitasi dan area terbuka. Semua desain tetap mempertimbangkan prinsip pengawasan dan pengamanan ketat agar narapidana tidak bisa kabur. Banyak kritik atas desain ini yang direspons ringan oleh George, “Banyak yang bilang penjara harus kejam, nggak betah, nggak nyaman, ya nggak sepenuhnya salah. Tapi, sudah banyak juga penelitian yang bahas penjara humanis itu efektif.”
Ia sendiri mengakui konsepnya adalah versi ideal. Desainnya mungkin menjadi versi penjara saat Indonesia sudah lebih mampu mewujudkan kemanusiaan yang adil dan beradab. Jika diwujudkan saat ini, desain humanis George justru dianggap lebih pas disebut fasilitas indekos di kawasan Jakarta Selatan.
Nah, bagaimana pendapat Anda?