Menkopolhukam: Kita Cari Formula Mereformasi Peradilan
Terbaru

Menkopolhukam: Kita Cari Formula Mereformasi Peradilan

Bakal berkoordinasi dengan sejumlah pihak untuk berdiskusi. Mulai pakar hukum, LSM, maupun lembaga penegak hukum. KY memandang kasus ini momentum untuk memperkuat KY sebagai lembaga pengawasan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Gedung MA. Foto: RES
Gedung MA. Foto: RES

Penetapan tersangka terhadap Hakim Agung Sudrajat Dimyati bersama sejumlah panitera perdata Mahkamah Agung serta oknum advokat yang menyuap menambah corengan wajah peradilan. Dugaan masyarakat adanya dugaan mafia peradilan kian terbukti. Presiden Joko Widodo pun resah akibat kasus tersebut dan meminta agar dilakukan reformasi hukum di bidang peradilan.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mohammad Mahfud MD mengatakan pihaknya telah diminta Presiden Joko Widodo agar segera mengambil langkah dalam mereformasi hukum di bidang peradilan. Perintah Presiden Joko Widodo disampaikan langsung saat menyambangi Mahfud di kantornya.

Mahfud menegaskan bakal segera berkoordinasi dengan sejumlah pihak untuk menemukan formula yang tepat dalam mereformasi hukum, khususnya di bidang peradilan. Sebab, dalam melakukan upaya besar tersebut tak boleh gegabah membuat kebijakan berupa aturan di ranah yudikatif. Sama halnya pemerintah tak boleh sembarang masuk ke ranah legislatif.

“Saya akan mencari formula bersama pakar, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan sebagainya untuk berdiskusi mencari jalan yang baik,” ujar Mahfud melalu akun instagramnya, Selasa (28/9/2022).

Baca juga:

Selanjutnya, kata Mahfud, pihaknya bakal berbicara dengan para lembaga penegak hukum terkait langkah yang dapat dilakukan dan implementasikan di lapangan. Setelah itu, pemerintah bakal mengumumkan langkah konkrit soal apa saja yang bakal dikerjakan selanjutnya. Baginya, permintaan Presiden Jokowi sama halnya kebanyakan rakyat yang merasa kecewa terhadap penegak hukum bidang pemberantasan tindak pidana korupsi.

“Melempem saat perkara masuk ke lembaga MA. Padahal, pemerintah telah berupaya keras membawa berbagai perkara korupsi ke pengadilan,” bebernya.

Tapi ironisnya, kadang kala perkara kalah di pengadilan di tingkat pertama, bahkan kandas di tingkat MA. Mirisnya, perkara korupsi dengan terpidananya bebas di tingkat kasasi. Setidaknya, mendapat kortingan masa hukuman yang cukup besar. Pemerintah yang telah berupaya keras menembus ‘blokade-blokade’ yang menghambat malah ‘dikhianati’ oleh oknum aparat penegak hukum dengan ‘cawe-cawe’ dalam penanganan perkara.

Malahan, kata Mahfud, pemerintah berani mengamputasi ‘tangan dan kakinya’ sendiri berupa sumber keuangannya dari perusahaan yang notabene milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Seperti kasus asurasi Jiwasraya, Asabri, Garuda, Satelit Kementerian Pertahanan diboyong ke pengadilan. Menurutnya, langkah tersebut sebagai bukti pemerintah sungguh-sungguh dalam memberantasan korupsi melalui lembaga KPK

“Menteri, anggota DPRD, gubernur, bupati ditangkap masuk ke pengadilan. Tapi sering sekali sesudah di MA gembos, kadang kala hukumannya dikurangi, kadang kala dibebaskan dan kita tidak bisa ikut campur ketika masyarakat berkomentar,” ujarnya.

Ia mengungkapkan kekecewaan masyarakat sama halnya dengan pemerintah terkait penegakan hukum yang terkontaminasi adanya mafia peradilan. Tapi saat pemerintah kecewa, hanya mampu memberikan penjelasan bahwa hakim menurut konstitusi bebas dan independen dalam menjalankan tugasnya, serta tidak boleh dicampuri pihak manapun.

Terhadap situasi tersebut dan adanya peristiwa Hakim Agung Sudrajat Dimyati dkk,  Presiden Jokowi meminta Mahfud agar mencarikan cara yang tepat dalam mengatasi persoalan hukum di bidang peradilan dengan melakukan pembaharuan. Tujuannya agar pemerintah tidak ‘pincang’ saat berjalan cepat melakukan program pembangunan.

“Tapi terhambat oleh (kasus, red) lembaga peradilan. Oleh karena itu, kita cari jalan terbaik demi kebaikan bangsa ini dan kita akan terus berjuang agar bangsa ini lebih baik,” imbuhnya.

Perkuat pengawasan dan rektrutmen

Terpisah, Juru Bicara KY Miko Ginting KY sangat memahami dan memiliki concern serupa dengan Presiden karena hal ini menyangkut kepercayaan publik terhadap lembaga serta proses hukum dan peradilan. KY memandang kasus ini momentum untuk memperkuat KY sebagai lembaga pengawasan. Dari waktu ke waktu, sebagaimana diketahui, kewenangan KY semakin dipersempit, terutama dalam tugas pengawasan dan rekrutmen.

“Logika paling mendasar adalah jika terdapat kelemahan dalam pengawasan, maka perlu dipastikan lembaga dan mekanisme pengawasannya cukup kuat atau paling tidak setara dengan yang diawasi,” kata Miko dalam keterangannya, Kamis (28/9/2022).  

Menurutya, concern presiden tentu beralasan, tetapi akan terbentur dengan pembagian dan pemisahan kekuasaan. Dengan memberikan dukungan penguatan kepada KY, maka KY dapat menjalankan perhatian Presiden dan masyarakat sesuai tugas dan kewenangannya yang memang diberikan untuk hal itu.

“Ini menjadi momentum untuk kembali mengoptimalkan KY dalam semua tugas dan fungsinya untuk menjaga kemandirian hakim.”

Sebelumnya, Dosen Hukum Tata Negara Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera Bivitri Susanti menilai penetapan tersangka terhadap Hakim Agung Sudrajat Dimyati dkk menjadi sinyal positif bagi pemerintah agar melakukan reformasi hukum bidang pengawasan terhadap hakim dan MA.

“Saya kira ini jadi sinyal baik untuk merombak sistem pengawasan di MA dan pengadilan di bawahnya. Pengadilan tinggi dan pengadilan negeri, itu kan semuanya jajaran di bawah MA,” ujarnya dalam sebuah diskusi sebagaimana dikutip dari Antara.

Dia menilai praktik sistem pengawasan internal yang berjalan di MA melalui Badan Pengawasan (Bawas) sama seperti pengawasan yang berlaku di KY yang belum berjalan optimal dan efektif. Sebab, masih ditemukan oknum hakim agung dan pihak-pihak lainnya yang tersandung dalam kasus suap pengurusan perkara di institusi tersebut.

“Betul ada Komisi Yudisial dan di dalam MA sendiri ada Badan Pengawasan Mahkamah Agung. Tapi, keduanya belum terlalu efektif. Apalagi KY itu, kita menganggapnya sangat penting, tapi hanya diberi kewenangan rekomendasi sanksi," kata Bivitri.

Menurutnya, sistem pengawasan terhadap MA rapuh dan perlu segera diatasi dengan cepat. Peneliti senior Pusat Studi Hukum Kebijakan (PSHK) Indonesia itu mengapresiaisi kerja KPK dalam membongkar kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA. Baginya, kasus tersebut menjadi momentum memberantas praktik mafia peradilan di lembaga peradilan.

Tags:

Berita Terkait