Penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Hakim Agung Sudrajat Dimyati beserta sejumlah panitera perdata Mahkamah Agung (MA) dan penyuap dari oknum advokat dalam penanganan perkara di MA Kembali mencoreng dunia peradilan untuk kesekian kalinya. Pemerintah memandang peristiwa tersebut sejatinya menjadi momentum untuk mereformasi bidang hukum.
“Saya meliihat ada urgensi sangat penting untuk mereformasi bidang hukum kita,” ujar Presiden Joko Widodo usai menemui Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) M. Mahfud MD di Kantor Kemenkopolhukam, Senin (26/9/2022).
Presiden menegaskan telah memerintahkan Menkopolhukam agar segera melakukan langkah-langkah reformasi bidang hukum. Presiden meminta publik agar bersabar dan memberi waktu KPK agar bekerja dalam menuntaskan penyidikan perkara secara gamblang dan terang. “Yang paling penting kita tunggu proses hukum di KPK,” ujarnya.
Baca juga:
- Saran KPK Cegah Korupsi Peradilan: Rotasi Panitera
- 4 Langkah KY Terkait Penetapan Hakim Agung Sebagai Tersangka Suap
- Dugaan Suap Hakim Agung Menurunkan Kepercayaan Publik terhadap Lembaga Peradilan
Terpisah, Dosen Hukum Tata Negara Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera Bivitri Susanti menilai penetapan tersangka terhadap Hakim Agung Sudrajat Dimyati dkk menjadi sinyal positif bagi pemerintah agar melakukan reformasi hukum bidang pengawasan terhadap hakim dan MA.
“Saya kira ini jadi sinyal baik untuk merombak sistem pengawasan di MA dan pengadilan di bawahnya. Pengadilan tinggi dan pengadilan negeri, itu kan semuanya jajaran di bawah MA,” ujarnya dalam sebuah diskusi sebagaimana dikutip dari Antara.
Dia menilai praktik sistem pengawasan internal yang berjalan di MA melalui Badan Pengawasan (Bawas) sama seperti pengawasan yang berlaku di KY yang belum berjalan optimal dan efektif. Sebab, masih ditemukan oknum hakim agung dan pihak-pihak lainnya yang tersandung dalam kasus suap pengurusan perkara di institusi tersebut.