Menkumham “Berseteru” dengan KPK Soal PP Remisi
Berita

Menkumham “Berseteru” dengan KPK Soal PP Remisi

Menkumham ngotot pembahasan revisi PP No.99 Tahun 2012 dilanjutkan. Sementara KPK khawatir akan adanya tindak pidana korupsi yang diulang oleh koruptor bila PP itu direvisi.

ANT/Mohamad Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Hamonangan Laoly, membantah pernyataan Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) yang merasa tidak dilibatkan dalam membahas rencana mengganti konsep pemberian remisi untuk narapidana.

"Itulah yang tidak benar, jadi kan ada timnya (KPK) yang dikirim di sana," kata Yassona kepada wartawan di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (11/8).

Yasonna menegaskan, dalam membahas wacana revisi Peraturan Pemerintah (PP) No.99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas PP No.32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, ini harus melibatkan semua pihak.

"Bukan diam, kita buat seolah-olah kita akan menelikung. Tidak, dari dulu sudah kita buka wacana itu, FGD (focus group discussion) di seluruh provinsi ada dan kita undang pakar-pakar," kata Menkumham. (Baca Juga: Remisi, Hadiah Istimewa untuk Penghuni Jeruji Besi)

Yasonna mengatakan, dalam membahas revisi PP No.99 Tahun 2012, ada pihak yang mewakili KPK, polisi, jaksa, Kementerian Sekretaris Negara dan semua pihak secara prinsip menyetujui draf. “Secara prinsip setuju draf itu, akan kita lanjutkan, akan kita bahas lagi teknis berikutnya," katanya.

Dia menjelaskan, aturan syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan ini ada keinginan tidak melanggar UU di atasnya (UU No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan). "Kita koreksi, jangan membuat sesuatu tidak benar karena hanya emosional. Tapi tetap prinsip (untuk) koruptor, teroris, bandar narkoba tetap mempunyai perbedaan dalam hal remisi dan pembebasan bersyarat," kata Laoly.

Menkumham mengatakan prinsip tersebut tetap dipegang, namun yang beredar di publik permasalahannya sudah heboh duluan sehingga banyak orang yang mengkritik.

Menurut Laoly, revisi aturan ini untuk menghilangkan diskriminasi dalam menentukan syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan. Untuk menghilangkan diskrimanasi ini, kata Laoly, ada wacana pembentukan Tim Pengawas Pemasyarakatan (TPP), di mana ada unsur polisi, jaksa, KPK, Kemenkumham dalam menetapkan remisi dan pembebasan bersyarat untuk narapidana.

"Jadi melalui TPP supaya jangan ada diskriminasi. Sekarang ini ada Napi koruptor dari kejaksaan beda 'treatment'-nya dari Napi koruptor dari KPK," katanya. (Baca Juga: Kemenkumham Diminta Cabut PP Pengetatan Remisi)

Yasonna mengatakan, setiap narapidana memiliki hak mendapatkan remisi, namun untuk pidana luar biasa (extraordinary crime) harus dibedakan aturannya dengan narapidana biasa.

Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo menolak pemberian remisi kepada koruptor karena dinilai menghilangkan efek jera yang ingin ditanamkan lembaga antirasuah tersebut. "Kalau koruptor harapan kami jangan ada remisi," kata Agus.

Ia menjelaskan, pertimbangan KPK menolak wacana Menkumham untuk merevisi PP No.99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas PP No.32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan tersebut, dikarenakan kekhawatiran akan adanya tindak pidana korupsi yang diulang oleh koruptor.

Bahkan, menurut dia, kini lembaganya sedang merancang hukuman bagi koruptor dengan efek jera yang lebih besar dibandingkan produk hukum yang ada saat ini. "Selain hukuman badan, kami juga sedang memikirkan langkah agar kerugian negara dikembalikan, beserta denda," ujar Agus.

Tags:

Berita Terkait