Meski Berkasus, BPK Pastikan Tak Ada Audit Ulang Kemendes PDTT
Berita

Meski Berkasus, BPK Pastikan Tak Ada Audit Ulang Kemendes PDTT

Audit yang dilakukan telah melalui sistem serta rangkaian proses yang panjang.

Oleh:
ANT/FAT
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi : BAS
Ilustrasi : BAS
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memastikan tidak akan ada audit ulang terhadap Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) sehubungan dugaan suap terkait pemberian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) oleh BPK untuk kementerian tersebut. Hal itu diutarakan oleh Anggota BPK I Agung Firman Sampurna saat penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL) Tahun 2016 pada 15 entitas pemeriksaan di lingkungan Auditorat Keuangan Negara (AKN) I, di Jakarta, Senin (29/5).

"Tidak akan ada audit ulang, karena audit di BPK itu sistem. Jadi tidak bergantung kepada seorang tortama (auditor utama, red), seorang auditorat, atau pun seorang pimpinan BPK," ujar Agung, sebagaimana dikutip dari Antara.

Ia menjelaskan, pemeriksaan keuangan hingga pemberian opini oleh BPK prosesnya cukup panjang, mulai dari perencanaan, pengumpulan bukti, pengujian, klarifikasi, diskusi hingga proses penyusunan LHP dan action plan.Selain itu, di dalamnya juga terdapat quality assurance dan quality control untuk meminimalkan terjadi penyimpangan. Pemeriksaan tersebut juga melibatkan banyak pihak dalam struktural BPK.

Dua auditor BPK yang tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (19/5) lalu, lanjutnya, juga merupakan bagian dari sistem ketat yang dijalankan BPK. Namun, ia mengakui sistem ketat tersebut tetap tidak akan luput dari penyimpangan. (Baca: Tersangka-Tersangka Korupsi di Bulan Suci)

"Beliau merupakan bagian dari sistem tesebut. Sebagai manusia, kemungkinan melakukan hal-hal yang menyimpang tersebut itu semua mungkin. Karena itu, kami juga siapkan katup pengaman yang lain yang kita sebut Majelis Kehormatan Kode Etik yang dilengkapi dengan whistleblowing system. Jadi kalau ada hal-hal seperti itu mohon disampaikan," ujarnya.

Agung menambahkan, BPK sepenuhnya menyerahkan dan menghormati proses hukum kepada kedua pegawainya tersebut. Kendati demikian, ia berharap asas praduga tidak bersalah juga tetap dapat ditegakkan sampai ada putusan pengadilan. "Kami meyakini apa yang aparat hukum lakukan, mari sama-sama kita lihat. Kami akan menjamin hak-hak dari pegawai BPK sebagai tersangka agar tetap terjamin sampai proses hukum selesai.

Terkait dengan status kedua pegawai BPK yang menjadi tersangka tersebut, Agung menyebutkan BPK akan membebastugaskan keduanya agar dapat berkonsentrasi terhadap penyelesaian kasusnya. "Yang bersangkutan kan harus berkonsentrasi dengan kasus yang dihadapinya, padahal kegiatan kami cukup banyak. Beliau pasti akan dipersilakan untuk berkonsentrasi dan akan dibebastugaskan dari jabatannya, pasti nanti akan ditunjuk pelaksana tugasnya," kata Agung.

Sebelumnya, KPK menetapkan empat orang tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah, Inspektur Jenderal Kemendes PDTT Sugito dan eselon 3 di Kemendes PDTT Jarot Budi Prabowo sebagai pihak pemberi suap. Serta, Auditor Utama BPK Rochmadi Saptogiri dan Auditor BPK Ali Sadli sebagai pihak penerima suap terkait pemeriksaan laporan keuangan Kemendes PDTT tahun 2016 untuk mendapat opini WTP.

“Setelah melakukan pemeriksaan 1x24 jam dan dilakukan gelar perkara siang tadi disimpulkan ada dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait pemeriksaan keuangan Kemendes tahun 2016, dan KPK meningkatkan status ke penyidikan dan menetapkan 4 orang tersangka,” kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif.

(Baca: Diduga Terlibat Suap, KPK Tetapkan Irjen Kemendes-Auditor BPK Jadi Tersangka)

Sistem Internal
Saat menyerahkan LHP BPK atas LKKL Tahun 2016 pada 15 entitas, Agung mengungkapkan, setidaknya ditemukan 29 temuan signifikan yang disebabkan lemahnya sistem pengendalian internal dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan. Adapun 15 entitas tersebut adalah Kemenko Polhukam, Lembaga Sandi Negara, BIN, Lemhannas, Wantannas, BNPT, Bakamla, Komnas HAM, KPK, BNN, Komisi Pemilihan Umum, Bawaslu, BMKG, dan Basarnas.

Sebanyak 11 temuan yang disebabkan oleh kelemahan sistem pengendalian internal di antaranya adalah penerapan basis akrual belum memadai, penetapan status aset tetap belum tuntas, penatausahaan persediaan belum memadai, pemanfaatan barang milik negara belum sesuai ketentuan, lemahnya pengelolaan kas, penatausahaan piutang paten kurang memadai, serta pencatatan dan pelaporan hibah tidak memadai.

Sementara itu, 18 temuan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan antara lain soal pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan belanja barang yang tidak tertib, paket pekerjaan yang terlambat belum dikenakan denda, pengadaan barang tidak sesuai spesifikasi, belanja perjalanan dinas lebih bayar, setoran sisa dana hibah tidak sesuai ketentuan, serta pemberian tunjangan kinerja dan uang makan pegawai belum sesuai kebutuhan.

"BPK berharap agar kementerian/lembaga dapat menindaklanjuti rekomendasi BPK sesuai ketentuan. BPK juga mengapresiasi kepada kementerian/lembaga yang telah menindaklanjuti temuan BPK selama pemeriksaan masih berlangsung," kata Agung. (Baca: Tingkatkan Kapasitas Penanganan Korupsi, KPK Beri Pelatihan)

Dari hasil pemantauan tindak lanjut rekomendasi BPK pada 19 entitas di AKN I untuk periode 2005 sampai semester I 2016, sebanyak 12.109 rekomendasi atau 78,66 persen senilai Rp3,85 triiliun telah ditindaklanjuti sesuai rekomendasi. Dari seluruh LHP atas LKKL di AKN I, terdapat empat LHP LKKL yang belum memperoleah opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Agung mengingatkan kepada kementerian/lembaga yang belum memperoleh opini WTP BPK untuk menyusun Rencana Aksi Perbaikan Laporan Keuangan.

"Rencana aksi ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi kementerian/lembaga untuk optimalisasi pengelolaan data transaksi keuangan dan penyusunan laporan keuangan," ujar Agung.
Tags:

Berita Terkait