Meski Utang Terbukti, Permohonan Pailit Sojitz Ditolak
Berita

Meski Utang Terbukti, Permohonan Pailit Sojitz Ditolak

Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menolak permohonan pailit yang diajukan sebuah perusahaan Jepang. Meski terbukti ada utang, namun majelis berpendapat jaminan yang diberikan debitur nilainya melebihi utang.

Leo
Bacaan 2 Menit
Meski Utang Terbukti, Permohonan Pailit Sojitz Ditolak
Hukumonline
Dalam putusannya (28/06), majelis pengadilan niaga yang diketuai Putu Supadmi menolak permohonan pailit yang diajukan Sojitz Corporation (Sojitz). Sojitz mengajukan permohonan pailit terhadap PT Thirta Ria (TR), perusahaan garmen yang berkedudukan di Bandung. Sojitz sendiri adalah perusahaan berbadan hukum Jepang.

Tak perlu dieksekusi

Kuasa hukum Sojitz, Ricardo Simanjuntak, mempersoalkan pertimbangan majelis pengadilan niaga. Menurutnya, majelis tidak menggunakan pasal-pasal di Undang-undang Kepailitan (UUK) untuk memutus perkara ini.

Syarat kepailitan hanya Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 6 ayat(3) Undang-undang Kepailitan. Kalau dia mempertimbangkan jaminan, berarti pengadilan bukan menggunakan hukum kepailitan, komentar Ricardo.

Lagipula, menurut Ricardo, dalam prakteknya kreditur separatis (yang memegang jaminan, red) dapat menjadi pemohon pailit. Ia merujuk pada perkara kepailitan PT Dharmala Agrifood. Tidak ada keharusan (pemohon) harus mengeksekusi terlebih dahulu jaminannya sebelum mengajukan pailit, urai Ricardo.

Dihubungi secara terpisah, kuasa hukum TR, Hendri Sulaiman menyatakan sependapat dengan pertimbangan majelis. Menurutnya, jaminan fidusia yang diberikan kliennya, nilainya melebihi utang. Berdasarkan pasal 7 perjanjian fidusia, Sojitz mendapat prioritas pembayaran.

Kendatipun demikian, pihaknya tetap akan berembuk untuk mencari solusi terbaik penyelesaian utang-piutang ini. Bagaimanapun utang harus dibayar dan tidak terhapus dengan perkara ini. Tapi tetap harus ada acuan, kata Hendri

Dalam pertimbangan hukumnya, majelis menilai bahwa permohonan pailit yang diajukan oleh Sojitz terhadap TR prematur. Pasalnya, meski TR terbukti memiliki utang ke Sojitz, namun majelis berpandangan bahwa jaminan fidusia yang diberikan TR nilainya melebihi utangnya. Untuk itu lanjut majelis, Sojitz harus terlebih dahulu mengeksekusi jaminan fidusia tersebut sebelum mengajukan permohonan pailit.

Sedangkan terhadap eksepsi absolut yang diajukan TR, bahwa pengadilan niaga tidak berwenang mengadili karena ada klausul arbitrase, majelis hakim menolaknya. Menurut majelis, pengadilan niaga tetap berwenang memeriksa perkara permohonan pailit ini.

Sojitz sendiri mengajukan permohonan pailit terhadap TR, lantaran TR tidak memenuhi kewajibannya kepada Sojitz. Padahal berdasarkan perjanjian jual-beli sejumlah mesin tenun dan persiapan filament polyester beserta aksesorinya pada 2001, TR diharuskan melakukan pelunasan hutang tersebut dengan cara mencicil sebanyak 12 kali. Namun kenyataannya, TR hanya mampu membayar cicilan pertama dan kedua.

Karena keadaan tersebut, Sojitz dan TR lantas melakukan penjadualan utang, yang dituangkan dalam satu perjanjian restrukturisasi. Lagi-lagi, TR tidak mampu memenuhi kewajibannya. Perusahaan yang memiliki pabrik di daerah Cimahi, Jawa Barat ini hanya mampu membayar sampai dengan cicilan ketujuh, dari 16 kali cicilan yang disepakati. Akibatnya sampai dengan tanggal jatuh tempo pada cicilan kesembilan pada 26 Mei 2004 TR tetap tidak mampu membayar. Total jendral kewajiban TR, berdasarkan perhitungan Sojitz sebesar JP� 260.300.756.

Selanjutnya, TR dalam tanggapan tertulisnya mengungkapkan bahwa bahwa berdasarkan perjanjian antara Sojitz dan TR, terdapat klausul arbitrase. Dimana berdasakan klausul tersebut yang berwenangan menyelesaikan sengketa yang timbul antara Sojitz ada forum arbitrase, bukan pengadilan niaga. Selain itu, kuasa hukum TR juga berdalih bahwa permohonan pailit Sojitz prematur, karena perusahaan tersebut belum melaksanakan hak-haknya sebagai kreditur, seandainya debitur (TR) tidak melaksanakan kewajibannya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: